Senin, 11 April 2011

"WADHUUUH.....SAYA DIPANGGIL 'PAK HAJI'......"



(dari draft buku: "Catatan seorang mantan Ajudan" oleh mastonie)
Tulisan bersambung (94)

Released by mastonie, Tuesday, June 8, 2010 at 05.33 pm


      Menyandang gelar “HAJI”,  berpindah tugas ke Madinah.

Setelah selesai melaksanakan rangkaian rukun dan wajib haji di kota Mekah, maka tibalah saatnya para petugas TPOH ‘bergeser’ ke kota Madinah. Dalam perjalanan bermobil melintasi jalan raya yang lebar dan mulus, para anggota TPOH yang baru sekali pergi menunaikan ibadah haji, langsung di ’deklarasi’ kan oleh para ‘senior’ dengan sebutan nama “PAK HAJI”
Memang ada nuansa kebanggaan dalam hati, tapi kemudian menyeruak pula sebuah kesadaran, bahwa gelar (?) HAJI” didepan nama masing-masing pasti juga membawa konsekwensi dan tanggung jawab yang tidak ringan. 
Saya sendiri merasa sangat bersyukur kepada Allah SWT, karena selain telah dapat pergi haji, juga telah menghajikan almarhum Mbah Kakung dan almarhum ayah (tiri) saya.


Hampir malam di Madinah al-Munawarah ketika rombongan TPOH tiba. Suhu udara kota Madinah dimalam hari terasa begitu dingin menusuk tulang. Dikota yang jaraknya sekitar 500 km dari kota Mekah inilah terdapat masjid bersejarah yang terkenal dengan nama “Masjid Nabawi”, masjid yang dibangun Rasulullah SAW.
Tugas TPOH di Madinah agak lebih ringan karena tidak terbebani dengan ibadah seperti rukun dan wajib laiknya ibadah haji. Saat ini yang berada dikota Madinah adalah jemaah haji gelombang kedua, yang akan tinggal setidaknya selama delapan hari untuk melaksanakan ibadah sunah “Arbain”. Walaupun ternyata hadits yang dibuat sebagai dasar melaksanakan ‘Arbain’ kurang kuat sanadnya, namun kegiatan melaksanakan salat wajib berjamaah di Masjid Nabawi sampai mencapai 40 waktu (itu sebabnya disebut “Arbain”) secara berturut-turut dan tidak boleh lowong satu kalipun itu, sudah menjadi semacam tradisi yang bahkan hampir mendekati wajib bagi jemaah haji Indonesia.
(Dalam sehari semalam ada 5 waktu salat wajib, jadi untuk mencapai 40 waktu/Arbain, dibutuhkan paling sedikit 8 hari non-stop!). 

Sewaktu saya bertugas di Madinah (tahun 1992), Masjid Nabawi sedang mengalami restorasi dan renovasi total secara besar-besaran. Masjid yang awalnya dibangun oleh Rasulullah SAW ini memang telah beberapa kali mengalami perbaikan dan penyempurnaan. Bahkan Raja Fahd Abd Al-Aziz telah memberikan perintah untuk melakukan perluasan.masjid Nabawi secara besar-besaran
Perbaikan menyeluruh yang direncanakan akan memakan waktu selama hampir satu dasawarsa -10 tahun- ini (tahun 1984 M - 1994 M) diantaranya juga termasuk membuat ‘kubah geser’ sebanyak 27 buah yang beratnya masing2 80 ton! Di plaza (halaman terbuka) yang terletak ditengah-tengah masjid juga dibuat 12 buah ‘payung raksasa’ (dengan konfigurasi 2 x 2 x 3) yang bisa dibuka-tutup. Benda benda berukuran ‘raksasa’ tersebut semuanya bisa bergerak dengan dikendalikan oleh sistem komputer secara elektris.   
Jadi pada waktu pertama kali saya memandang Masjid Nabawi dari luar, yang tampak adalah sebuah masjid yang berukuran sangat besar tapi kondisinya masih berantakan. Karena memang kira-kira baru dua tahun lagi (sekitar tahun 1994 M) pekerjaaan renovasi itu selesai.
Disekeliling masjid tampak material seperti besi beton, besi tiang pancang dan tumpukan batu marmer yang masih banyak teronggok. Termasuk para pekerja yang sibuk lalu lalang dan alat-alat berat yang beroperasi dihalaman masjid. 
"Raudah", foto: mastonie
Ketika kaki saya melangkah masuk dari pintu yang kelak menjadi pintu utama masjid, pandangan mata saya terpana dengan pemandangan sebuah tempat nun jauh didalam yang tampak kemilau gemerlapan.
Dihias dengan begitu banyak lampu gantung yang sinarnya menimbulkan pesona yang sulit terlupakan. Pada waktu itu saya belum faham, bahwa tempat yang berkilauan penuh dengan Chandelier (‘lampu robyong’) itulah yang disebut “Raudah”.  
Raudah (artinya taman surga) adalah sebuah tempat yang konon sangat bersejarah dan sangat makbul untuk memanjatkan do’a. Ditempat itulah terletak Mihrab -mimbar untuk khotbah- Nabi. Disebelahnya ada sebuah kamar tertutup yang menjadi makam Rasulullah SAW dan kedua sahabat sejatinya, Abubakar Ash-Shidiqi dan Umar bin Khattab. Sebelum ada larangan (dari pengelola masjid) dahulu banyak sekali orang berziarah kemakam Rasulullah yang memanjatkan do’a sambil menangis dan meratap disepanjang dinding makam. Pada saat saya berziarah (tahun 1992), sudah mulai ada pengaturan, para peziarah tidak diperbolehkan berhenti didepan makam Rasulullah, sehingga lebih tertib. Waktu untuk berziarahpun sudah diatur dengan jadwal tertentu dan bagi peziarah wanita diberikan waktu tersendiri agar tidak bercampur dengan peziarah laki-laki.  
Menurut sejarahnya, masjid ini (yang kemudian terkenal sebagai “Masjid Nabawi”)  untuk pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW pada tahun I Hijriyah (662 M). Luasnya sekitar 1.050 m2 (35 x 30 m) dengan tinggi atap sekitar 2,5 meter saja. Kiblatnya mengarah ke Baitul Maqdis.  Setelah sekitar 16 bulan lebih beberapa hari dari waktu dibangunnya mesjid, maka turunlah wahyu dari Allah SWT:
“Wa min haisu kharajta fa walli wajhaka syatral-masjidil-haraam, wa innahuu lal-haqqu mir rabbik, wa mallaahu bi gaafilin’ammaa ta’malluun” (Dan dari manapun engkau -Muhammad- keluar, hadapkanlah wajahmu kearah Masjidil Haram, sesungguhnya itu benar-benar ketentuan dari Tuhanmu. Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan). (Al-Baqarah, QS. 2 : 149).
Dengan turunnya ayat tersebut, Nabipun kemudian mengubah kiblat mesjidnya menghadap kearah Ka’bah.
(Semenjak saat itu dan untuk seterusnya Ka’bah atau Baitullah dijadikan kiblat atau penjuru salat bagi seluruh Umat Islam dimanapun didunia).
Satu hal yang membedakan dan menjadi keistimewaan masjid Rasulullah ini adalah dipisahnya pintu masuk untuk jemaah laki-laki dan perempuan. Begitu juga dengan fasilitas ibadah yang ada didalam Masjid Nabawi. Waktu beribadah di Masjid Nabi juga dibatasi hanya sampai tengah malam saja. Masjid baru dibuka lagi menjelang salat Subuh. Jadi tidak terbuka selama 24 jam. Sangat berbeda dengan Masjidil Haram yang terbuka bagi jemaah selama 24 jam dan jemaahnya bisa bercampur baur antara lelaki dan perempuan. 



bersambung.....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar