Rabu, 06 April 2011

"TERBANG MELAYANG DIATAS SALJU PEGUNUNGAN ANDES..."



(dari draft buku: "Catatan seorang mantan Ajudan" oleh mastonie)
Tulisan bersambung (73)

 Peta Negara Brasil


Released by mastonie, Friday, June 25, 2010 at 05.03 pm




      Terbang menuju Brasil, 

Tujuan kunjungan Delegasi RI berikutnya adalah Republik Federasi Brasil (Brazil). 
Dubes RI untuk Brasil pada saat itu adalah Bapak Alex Rumambi, seorang pejabat senior Deplu yang mantan Kepala Protokol Negara. Sebagai sesama “orang Deplu” dan diplomat (Pak Pardjo adalah mantan Direktur Asia Pasifik di Deplu sebelum bertugas sebagai Duta Besar RI di Yugoslavia dan Malaysia), maka hubungan keduanya sangat akrab dan hangat. 
Tidaklah heran ketika Pak Alex menjadi Dubes RI di Republik Federasi Brasil, beliau langsung mengundang Pak Pardjo untuk ‘main kedaerah kekuasaan’ nya apabila ada waktu dan kesempatan.
Menggunakan pesawat “Varig Air” (Maskapai Penerbangan Brasil), penerbangan dari Santiago menuju Sao Paulo (Brasil) mengambil jalur terbang diatas pegunungan Andes. Cuaca cerah sekali sehingga hamparan salju putih kemilau yang berada dipuncak pegunungan Andes terlihat tampak begitu jelas. Oooo…jadi itu yang namanya salju? Sungguh indah karena selama ini (selain melihat dari foto) saya belum pernah sekalipun melihat salju secara langsung! 
(Siapa menyangka bahwa nantinya saya juga dapat merasakan sendiri kelembutan salju itu di Washington DC, tahun 1992, 2 tahun kemudian!)
Bandara Ezeiza (Buenos Aires) dilihat dari udara
Pesawat “Varig Air” harus stop-over untuk menaik-turunkan penumpang di Bandara Internasional ‘Ministro Pistarini’ Buenos Aires (Ibukota Argentina). Nama Bandara ini ditulis dengan huruf besar-besar, yang  jelas terbaca dalam Bahasa Spanyol:  “Aeropuerto Internacional de Ezeiza Ministro Pistarini”.
Bandara dinegeri “Tango” ini sebenarnya terletak didaerah Ezeiza, sekitar 22 kilometer disebelah barat daya kota Buenos Aires. Oleh karenanya lebih terkenal sebagai Bandara Ezeiza. Barangkali seperti Bandara Soekarno-Hatta yang lebih dikenal sebagai “Bandara Cengkareng” karena terletak didaerah Cengkareng. 
Pada tahun 1990, Bandara ini ternyata juga masih tampak sederhana sekali. Yang sangat mencolok adalah sebagian besar papan petunjuk maupun reklame ditulis dalam bahasa Spanyol. Kecuali petunjuk-petunjuk penting tentang pintu masuk dan ruang yang berhubungan dengan keperluan penumpang pesawat. 
Hampir semua Negara di Amerika Selatan (Latin) ternyata memakai bahasa Spanyol sebagai bahasa nasionalnya. Tapi tampaknya hanya Brasil yang memakai bahasa Portugis sebagai bahasa resminya! Walaupun Brasil adalah Negara terluas (wilayahnya meliputi hampir separuh benua) di Amerika Selatan.

Ketika pesawat ‘Varig’ mendarat di Bandara Internasional Cumbica Sao Paulo (ibukota Negara Bagian Sao Paulo), selintas  saya seperti diingatkan pada Bandara Kemayoran Jakarta. Nama resmi Bandara ini adalah “Governor Andre Franco Montoro International Airport”, terletak didaerah Cumbica, 25 kilo meter diluar kota Sao Paulo. 
Dibandingkan dengan (bekas) Bandara Kemayoran, Bandara Cumbica pada tahun 1990 belum tampak sangat modern. Mungkin hanya menang di luas area dan perlengkapan bandaranya saja.
Sao Paulo adalah kota terbesar di Brasil (lebih besar dari Rio de Janeiro dan Brasilia), dibangun pada tanggal 25 Januari 1554 dan diberi nama dengan mengambil nama Santo Paulus (Saint Paul). Tetapi ternyata Sao Paulo juga kota terkaya di Brasil. Selain itu juga menjadi kota pusat industri yang hasilnya selain untuk diekspor juga didistribusikan keseluruh Negara Bagian Brasil. 
Disamping itu dikota Sao Paulo terdapat pula perkebunan bunga sekaligus penghasil dan pengekspor bunga Tulip (bunga khas Belanda) yang terbesar ke negeri Belanda. Oleh sebab itu tidak mengherankan kalau Sao Paulo mempunyai banyak sekali penduduk migran yang berasal dari negeri ‘kincir angin’ Belanda. Penduduk migran lain yang cukup besar jumlahnya berasal dari Italia. 
Sebagai kota pusat industri, Sao Paulo juga tampak terus menerus berbenah. Jalan raya (disebut ‘rodovia’ = highway), jalan  layang dan bangunan tinggi banyak dibangun dikota yang padat penduduknya ini. Termasuk diantaranya kereta bawah tanah (metro) dan bus cepat yang disebut ‘Passa Rapido’  untuk transportasi dalam kota. ‘Passa Rapido’ ini barangkali yang (kelak pada sekitar tahun 2000an) mengilhami diadakannya ‘Busway’ di Jakarta. 

 Makan siang di "Restoran Berputar" di Sao Paulo

Pada siang hari yang cukup hangat itu (Negara Bagian Sao Paulo beriklim sedang) kita dijamu makan siang oleh seorang pengusaha rekanan KBRI disebuah restoran yang unik. Dikenal sebagai “Revolving restaurant” (restoran berputar), bangunan itu berbentuk semacam Tower atau menara. Restoran yang seluruh dindingnya terbuat dari kaca tembus pandang ini terletak di lantai paling atas dan dapat bergerak memutar (360 derajat) secara perlahan. Dengan demikian para tamu restoran dapat menikmati hidangan sambil melihat pemandangan segala sudut kota Sao Paulo dari ketinggian. Sungguh Fantastis.


      Brasilia, kota berbentuk elang rajawali.

Dalam penerbangan lanjutan menuju Brasilia, seorang staf Protokol KBRI yang menjemput ke Sao Paulo bercerita kepada saya tentang kota Brasilia. Sebagai Ibukota baru -sejak tahun 1960- dari Republik Federasi Brasil (semula ibukota Brasil adalah Rio de Janeiro), Kota Brasilia adalah kota terbesar keempat di Brasil dan sebuah kota yang nyaris ‘well planned’. Dibangun pada tahun 1956 dengan menggunakan tata kota yang teratur rapi dan direncanakan secara matang oleh Lucio Marcal Ferreira Ribeiro Lima Costa, arsitek dan ahli tata kota kelahiran Toulen Perancis (27 Februari 1902). Adapun  arsitek yang  merencanakan sebagian besar pembangunan gedung-gedungnya adalah Oscar Ribeiro de Almeida Niemeyer Soares Filho, (lahir di Rio de Janeiro, 15 Desember 1907). Kedua orang itu adalah arsitek yang paling terkenal di Brasil. 
Begitu bagusnya perencanaan kotanya, ketika pesawat terbang akan mendarat di Bandara Internasional Presidente Juscelino Kubitschek, (nama mantan Presiden Brasil yang punya ide membangun kota Brasilia)  jelas terlihat dari udara, kota Brasilia tampak seperti burung rajawali yang sedang mengepakkan kedua buah sayapnya! Adapula yang mengatakan seperti sebuah pesawat terbang atau kupu-kupu. 
Selama berada di Brasil, Pak Pardjo beserta rombongan bermalam di rumah dinas atau kediaman resmi Bapak Alex Rumambi, Dubes RI untuk Brasil. Rumah dinas Duta Besar RI ini termasuk bangunan yang berukuran sangat besar dengan banyak kamar. Yang menarik adalah sejarah dibangunnya rumah dinas ini. Alkisah pada saat Presiden Soekarno mengadakan kunjungan kenegaraan  ke Brasil, beliau diminta untuk memilih tempat atau lokasi dimana kelak rumah dinas untuk Duta Besar RI dibangun. Yang unik adalah “cara” Bung Karno memilih lokasi. Konon Presiden Pertama RI yang kharismatis dan masih percaya hal-hal yang berbau supranatural itu memilih lokasi dengan naik pesawat helikopter! Lalu dari atas helikopter beliau melemparkan sebuah batu kebawah. Konon tempat jatuhnya batu yang dilempar Bung Karno itulah yang dipilih sebagai tempat untuk membangun rumah Dubes RI untuk Brasil. 
(Benar tidaknya kisah tersebut, Wallahu a‘lam bissawab. Soalnya saya juga pernah mendengar kisah yang sama ketika Bung Karno diminta memilih lokasi untuk rumah dinas Gubernur di Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah).

 Didepan Wisma Duta Brasilia bersama Dubes Alex Rumambi

Karena kelembaban udara yang sangat tinggi, maka hampir semua rumah (orang yang mampu) dikota Brasilia memiliki kolam renang. Termasuk rumah dinas Pak Dubes. Fungsi kolam renangnya menjadi dua, sebagai sarana olah raga dan penetralisir kelembaban udara. 
Bahkan didepan Gedung Parlemen Brasil yang megah juga terdapat kolam yang sangat besar. Barangkali itu yang menginspirasi Bung Karno ketika membuat Gedung DPR/MPR-RI di Senayan, yang juga punya kolam besar memanjang didepan gedung.
Mata uang resmi Republik Brasil adalah ‘cruzeiro’ (100 centavos). Pada tahun 1990-an banyak sekali Negara di Amerika Latin  yang terlanda krisis keuangan. Argentina dan Brasil adalah dua diantaranya yang terparah. Bayangkan saja, mata uangnya sangat sering didevaluasi  (dipotong nilainya). Saat saya tiba di Brasil, mata uang cruzeiro sedang di’potong’ dari seratus jadi satu cruzeiro. Tapi hanya beberapa hari kemudian nilai mata uangnya sudah berubah lagi. Oleh sebab itu saya sudah diingatkan oleh staf KBRI untuk tidak menukar mata uang cruzeiro terlalu banyak. Lebih aman tetap disimpan dalam dolar Amerika saja.


      Kaya dengan kopi, batu alam dan batu mulia.

Brasil dikenal sebagai Negara pengekspor kopi terbesar didunia. Tapi potensi alamnya ternyata juga sangat melimpah. Hutan rimbanya dimana mengalir sungai Amazone sangat luas dan subur. Itulah sumber kekayaan alam Brasil. Termasuk batu-batu alamnya. Di Brasil anda akan dengan mudah menemukan kerajinan tangan berbentuk apa saja yang terbuat dari batu alam. Termasuk batu mulia. Perhiasan apalagi. Kaum ibu pasti akan sangat senang memborong perhiasan yang terbuat dari batu mulia di Brasil. Pertama karena bentuknya yang sangat bagus dan halus buatannya, yang kedua karena harganya relatif jauh lebih murah. Dibandingkan dengan perhiasan serupa buatan Antwerpen (Belgia) atau bahkan buatan Martapura (Kalimantan Selatan) sekalipun. 

Di Brasil saya sempat membeli cinderamata “buah anggur” dan “burung kakatua” yang terbuat dari batu alam berwarna-warni serta beberapa batu mulia untuk cincin dan kalung. Buatannya halus, tampak alamiah dan paduan warnanya indah sekali. 
Salah satu batu cincin semacam safir biru (blue sapphire) yang saya beli di Brasil, ketika sudah saya buatkan ikatan menjadi cincin, sering menjadi bahan pertanyaan teman-teman yang melihat cincin saya itu. 

Hmm…. Belum tahu dia…..sungguh panjang nian riwayat dan asal usul batu cincin saya ini, nun jauh di ujung benua, di Amerika Latin sana…….



bersambung.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar