Selasa, 05 April 2011

"NEW YORK - WASHINGTON DC LEWAT HIGH WAY"




(dari draft buku: "Catatan seorang mantan Ajudan" oleh mastonie)
Tulisan bersambung (69)


 Foto bersama "KOWAD" nya Amerika di Arlington

Lewat High Way Interstate "I-95"

Keesokan harinya kita bertiga dengan mengendarai sedan station wagon “Chevy” berpersneling otomatis milik Kantor Watapri meluncur meninggalkan New York City, kota yang bersimbol buah apel itu. Begitu melintasi sungai Hudson kendaraan langsung memasuki “Lincoln Tunnel” terowongan yang dibuat khusus untuk menggantikan jembatan diatas sungai Hudson. Kalau melihat film “Die Hard”, “Men in Black II” dan film action Amerika lainnya yang menampilkan adegan kejar-kejaran mobil di terowongan, saya langsung teringat terowongan ini. Tidak tahu kenapa.
Dik Bob langsung mengambil High Way I-95 (Interstate, jalan raya antarkota). 
Ini jalan raya yang menuju Washington, DC. Di beberapa ruas jalan harus membayar tol dengan semacam ‘token’ yang bisa dibeli sebelumnya. Tapi tidak semua jalan raya adalah jalan tol. Yang pertama dilewati adalah Negara Bagian New Jersey (NJ), dengan kota bernama Atlantic City, kota yang berdiri sejak tahun 1854 ini terletak ditepi pantai Samudera Atlantik.

Didepan Caesar Palace di New Jersey
Dik Bob sengaja berhenti disini karena kota ini terkenal dengan ‘amusement center’ (tempat perjudian) nya. Banyak sekali bangunan Casino dengan nama yang tak asing ditelinga saya seperti: “Caesar Palace”, “Trump Plaza” dan lain-lain. Menurut cerita Dik Bob, ada sebuah Casino unik berbentuk dermaga yang menjorok kelaut Atlantik, yang konon dibangun pada tahun 1882!. Semuanya adalah tempat untuk mengadu peruntungan alias berjudi. Dik Bob nekat mengajak kita masuk ke Caesar Palace. Biar tahu suasananya dan bisa merasakan ‘atmosfer’nya, katanya. Dilantai pertama gedung isinya ternyata hanya ‘jackpot’ (bandit tangan satu) yang juga pernah terkenal di Indonesia itu. Pak Jarwo iseng menukarkan beberapa dolar dengan koin 25 sen yang khusus untuk ‘umpan’ sibandit. Saya terpengaruh. Saya tukar lima dolar. Dapat 20 koin. Dengan lagak sijago judi saya langsung nangkring dikursi. Masuk satu koin, tarik handelnya jebreeeet……lepaskan, dan yang terlihat gambar nanas, apel dan jeruk, wooooo……anda belum beruntung. Ternyata si ‘jack’ ini memang pintar bikin orang penasaran. Saya lirik pak Jarwo disamping saya, dia tampak serius sekali. Rupanya dia juga sedang penasaran. Saya coba sekali lagi. Jeruk, jeruk, apel….blong. Lalu nanas, jeruk..bintang! Gagal lagi! Tiga, empat sampai 20 koin hasilnya NOL besar. Ini bukan hari baik kita rupanya. Dik Bob yang melihat dari belakang tertawa-tawa. Mungkin dia geli melihat orang Jakarta ketemu jackpot, jadi lupa lautan. Saya sih niatnya bukan mau cari untung, Hanya pengin merasakan saja, bagaimana sih rasanya orang berjudi itu. Kalau untung…yaaa kebetulan, kalau buntung ya hitung-hitung buang sial. Halah! 
Dan siang hari itu 10 dolar amblas. Bablas.
Dik Bob punya cerita menarik tentang Atlantik City ini. Katanya dikota ini pekerjaan orang-orang pensiunan dan manula adalah pergi main judi. Saya lihat disini memang banyak sekali orang-orang tua, pria dan wanita. Mudah sekali menebak, mana yang sedang beruntung dan mana yang kepenthung. Tapi kebanyakan yang saya lihat adalah wajah-wajah murung. Jadi bisa ditebak lah dia menang atau kalah. Didepan lift saya lihat ada nenek-nenek yang menangis tersedu-sedu. Pasti bukan karena kecopetan atau ada keluarga yang meninggal. Dik Bob benar, judi sudah jadi semacam candu buat para lansia dikota ini.

It’s America….man!
  
Mampir di Ayam goreng 'Roy Rogers' di Rest Area
Perjalananpun diteruskan. High Way di Amerika sama kondisinya dengan jalan tol. Sama-sama mulus. Setiap beberapa puluh kilometer ada ‘rest area’. Tempat istirahat yang fasilitasnya lengkap. Dari tempat isi bensin sampai isi perut. Bahkan ada tempat transit bagi yang kelelahan dan ingin istirahat tidur sebentar. Saya tertarik dengan ayam goreng “Roy Rogers”. Karena sejak kecil saya akrab dengan nama itu sebagai tokoh komik koboi serial di sebuah Koran jaman dulu. Tapi ternyata rasanya tidak seenak ayam panggang Klaten kesukaan saya. Ada juga Sbarro Pizza, Star Buck dan beberapa toko cenderamata. Pompa bensinnya saya kira milik orang Jawa, karena namanya “SUNOCO”, saya pikir karena dia jualan bensin di Amrik, maka nama SUNOKO dibuat jadi SUNOCO….ha ha ha ha…just joke!!

Pada saat saya dan pak Jarwo menikmati santainya istirahat di “rest area”, tak pernah terbayangkan bahwa suatu ketika dikelak kemudian hari, Indonesia juga mempunyai jalan raya dimana dibuka tempat ngaso yang bernama ‘rest area’. Kalau saya tidak salah ingat perjalanan New York City ke Washington, DC memakan waktu sekitar 5 – 6 jam dengan beberapa kali berhenti di rest area.
Dari suasana riuh rendahnya New York kemudian masuk ke ibukota Negara Adi daya tampak sekali perbedaaannya. Washington jauh lebih tenang, bersih, nyaman. Setiap hari New York selalu tampak dalam keadaan “tergesa-gesa”. ‘New Yorkers’ (penduduk NY) berjalan dengan langkah pendek tapi cepat, begitu juga kendaraannya. Warga Washington tampak lebih tenang dan santai. Sangat terasa bagi pendatang yang baru memasuki kota Washington seperti saya.

Hari belum terlalu sore. Jadi masih banyak waktu tersisa. Oleh karena itu Dik Bob langsung membawa kita ‘pusing-pusing’ (berkeliling) dikota yang sejak tanggal 9 September 1791 diberi nama Washington, untuk mengenang dan menghormati Presiden Pertama Amerika Serikat: George Washington.


Disangka Advance Group “Tamu Negara”
‘Point of interest’ paling menakjubkan di kota Washington adalah yang disebut sebagai “National Mall”. Sebuah daerah luas dipusat kota yang dikelilingi oleh bangunan dan monumen paling bersejarah di Amerika Serikat. Saya minta Dik Bob mengantar ke sebuah bangunan antik berbentuk kuil kuno tapi berukuran sangat besar. Itulah gedung yang disebut sebagai Lincoln Memorial.

Ketika memarkir mobilnya (yang berplat nomor mobil Diplomat) di tempat parkir, Dik Bob agak heran karena tempat parkir mobil begitu sepi. Tidak tampak ada mobil lain yang diparkir, padahal katanya setiap hari banyak orang yang berkunjung ke Memorial (bangunan yang dibuat untuk mengenang) Presiden AS yang ke 16, Abraham Lincoln yang tewas tertembak itu. Jadi dengan santai saja kita bertiga menaiki tangga yang cukup tinggi, lalu memasuki gedung yang mempunyai banyak sekali pilar besar (dengan tinggi masing-masing sekitar 13 meter, konon jumlah pilarnya 36 buah, sebagai simbol jumlah Negara bagian AS saat Lincoln menjadi Presiden).

Didepan patung Abe Lincoln
Dirancang oleh arsitek Henry Bacon, gedung yang mengambil bentuk kuil Yunani kuno itu diresmikan pada tanggal 30 Mei 1922. Didalam gedung yang langit-langitnya menjulang tinggi (18 meter!) itulah terdapat Patung Lincoln dalam posisi duduk disebuah kursi setinggi hampir 6 meter yang dibuat oleh seniman pematung Daniel Chester French. Suasana dalam gedung dibuat temaram. Hanya ada lampu sorot yang diarahkan langsung kearah patung. Saya betul-betul terkesima. Wajah Lincoln sangat khas, mata cekung, hidung mancung dan janggut tebalnya mengitari wajahnya yang tirus. Ia duduk dengan kedua tangan memegang lengan kursi. Wajahnya sedikit menunduk seolah menyapa para tamu yang datang menjenguknya. Ekspresif sekali. Ada rumor yang menyatakan bahwa konon jari tangan patung Abraham Lincoln mengisyaratkan inisial namanya. Jari-jari tangan kirinya membentuk huruf A dan yang kanan membentuk huruf  L. Tapi saya tidak punya waktu untuk memperhatikan hal-hal seperti itu. Wallahu’alam.

Sewaktu menuruni tangga menuju tempat parkir mobil, tiba-tiba diluar gedung terdengar suara sirene mobil polisi meraung-raung. Ternyata ada rombongan Nelson Mandela, Sang Pejuang Kemerdekaan Afrika Selatan itu rupanya sedang berkunjung sebagai Tamu Negara AS. Kita bertiga tak berprasangka apa-apa dan dengan tenang menuju Arlington National Cemetery (Taman Pahlawan Nasional) yang berada diseberang sungai Potomac dan tepat berseberangan juga dengan Lincoln Memorial.

Kejadian serupa terulang lagi. Tempat pemakaman dimana hampir semua Presiden Amerika Serikat dimakamkan itu sunyi sepi. Mobil yang dikemudikan Dik Bob dengan santai memasuki pintu gerbang Arlington. Seorang petugas tampak mendekat, melihat sekilas dan kemudian mengacungkan ibu jarinya sebagai tanda kita boleh masuk. Saya sudah mulai curiga. Dik Bob merasakan hal yang sama pula. Selama ini belum pernah dia mengalami hal seperti ini, masuk ke Arlington dalam keadaan sunyi sepi. Pasti ada yang tidak beres. Tapi kita tidak tahu apa itu. Oleh karenanya dengan tenang pula kita bertiga langsung ber’ziarah’.
 Didepan pusara Presiden J.F. Kennedy dgn "Api Abadi" nya

Saya sempatkan mengunjungi makam Presiden AS yang ke 35, yang sangat saya kagumi, John Fitzgerald Kennedy. Sama seperti pribadinya, makam John Kennedy juga sangat sederhana. Pusaranya nyaris rata dengan tanah, yang membedakan dari pusara lainnya adalah, diatas pusara John Kennedy dipasang sebuah “Eternal Flame” (api abadi) yang melambangkan semangat nan tak kunjung padam dari sang Presiden. Diharapkan api itu akan menyala sepanjang masa.

Beberapa saat kemudian datanglah rombongan Tamu Negara AS, Pejuang Kemerdekaan Afrika Selatan Nelson Mandela. Jadi hari itu yang berkunjung ke Taman Makam Pahlawan Nasional Arlington hanya kita bertiga dan Tamu Negara dari Afrika Selatan itu. Ketika kita keluar melewati pintu gerbang lagi, Petugas yang berjaga disana mengambil sikap sempurna dan memberikan penghormatan kepada mobil station wagon butut (tapi pakai plat nomor CD) kita.
Seketika itu kita bertiga baru sadar, rupanya karena mobil yang kita naiki berplat nomor Diplomat (CD), dan kita datang mendahului rombongan maka (mungkin) mereka mengira bahwa kita adalah “Advance Group” dari rombongan Tamu Negara. Pantas saja kita mendapatkan banyak kemudahan dan penghormatan.

Apakah orang Amerika percaya ‘tahayul’ juga?

Syahdan dijaman dahulu kala, ketika para Raja ditanah Jawa (khususnya Jawa Tengah) mendirikan Istana (Kraton), mereka selalu membuat Istana (sebagai tempat tinggal Raja dan pusat pemerintahan) yang dibangun dalam posisi SATU GARIS LURUS dari Gunung Merapi sampai ke Segara Kidul (Laut Selatan). 
Gunung Merapi diyakini sebagai “paku” nya tanah Jawa, sedangkan Segara Kidul adalah Istana dari Nyai Roro Kidul, Ratu Laut Selatan yang diyakini sebagai Penguasa semua mahluk halus, sehingga dianggap sebagai lambang kekuatan spiritual. Gunung Merapi dianggap “paku” yang melambangkan keteguhan dan kestabilan. (Oleh sebab itu ada nama raja Jawa yang memakai kata Paku). 
Adapun Laut Kidul dilambangkan sebagai sebuah kekuatan (gelombang) spiritual maha dahsyat. Apalagi secara turun temurun para Raja-Raja Jawa dianggap sebagai ‘para suami’ dari Ratu para ‘lelembut’ (mahluk halus) itu.

Konon apabila dilihat dari udara, posisi Gunung Merapi, Kraton Solo/Yogya, terletak dalam satu poros garis lurus kearah Segara Kidul.
Orang Jawa ‘masa kini’ menyebut hal itu sebagai “tahayul”.

Apakah orang Amerika juga percaya tahayul? Mari kita lihat.
Sebagai Ibukota dari sebuah Negara Adidaya dan Adikuasa yang sangat modern, kota Washington dibangun dengan tata kota yang direncanakan sangat baik.
Adalah Piere (Peter) Charles L’Enfant, seorang Insinyur kelahiran Perancis, arsitek sekaligus ahli perencana kota yang pada tahun 1791 ditugasi Presiden Washington untuk merancang kota (calon) Ibukota Amerika Serikat itu.
Ada satu kemiripan yang menarik perhatian saya. 
Di National Mall yang berada dipusat kota Washington, yang merupakan tempat berkumpulnya warga kota dan tempat rekreasi wisatawan domestik maupun mancanegara, terdapat beberapa monumen yang juga dibangun dalam posisi SATU GARIS LURUS.
Washington Monument yang berbentuk tugu (seperti Monas) terletak pada satu garis lurus dengan Lincoln Memorial. Dan diantara dua bangunan bersejarah itu, dalam satu poros garis lurus pula, dibangun sebuah kolam berbentuk persegi panjang dengan ukuran sekitar 618 meter, lebar 51 meter dengan kedalaman rata-rata 50 sentimeter.

Dibangun pada tahun 1922, tepat dari depan Lincoln Memorial sampai ke Tugu Washington, dengan perancang yang juga merancang Lincoln Memorial: Henri Bacon. Disebut sebagai “Reflecting Pool” (Kolam pemantul bayangan), kolam yang airnya selalu jernih itu menurut keterangan mampu menampung sebanyak lebih dari 25 juta liter air! 
Begitu jernih airnya sehingga pantulan bayangan dari Tugu Washington maupun Gedung Lincoln bisa terlihat dalam air kolam. Apalagi pada waktu malam hari. Tata lampu yang menyorot dua bangunan itu dibuat sedemikian rupa sehingga membuat pantulan bayangan yang sangat bagus dipermukaan kolam. Sangat dramatis. Begitu pula kalau anda iseng melongok kekolam, wajah anda pasti akan terlihat disana. Kalau tidak, jangan-jangan anda termasuk yang diceritakan dalam ‘Penampakan’, kisah berbau misteri di televisi itu. Woo…seraaaam..
Apakah Washington Monument yang terletak dalam satu garis lurus dengan Reflection Pool dan Lincoln Memorial itu dibuat dengan sengaja karena adanya suatu alasan tertentu atau hanya kebetulan saja, Wallahu’alam.
Sebagai pusat kegiatan, di National Mall juga terdapat bangunan-bangunan lain, yang tak kalah bersejarah: Memorial Jefferson, Memorial Perang Dunia II, Memorial Perang Korea dan Memorial Veteran Perang Vietnam.
National Mall biasanya dipakai untuk acara yang bersifat nasional dan massal.
Pada tahun 1963, tokoh anti rasialis Martin Luther King berpidato ditempat ini disaksikan lebih dari 400 ribu orang. Orasinya dikenal sebagai: “I have a dream” (Saya bermimpi). Peringatan Independence Day (Hari Kemerdekaan) Amerika Serikat tiap tanggal 4 Juli setiap tahun, (seperti yang bisa kita saksikan di film “Forest Gump” dan “Independence Day”) juga diselenggarakan di National Mall.

Untuk mengenang bahwa saya pernah mengunjungi National Mall, saya borong replika-replika bangunan bersejarah yang ada disitu. Benda-benda kenangan yang terbuat dari campuran tembaga dan perunggu itu harganya (pada tahun 1990) bervariasi antara 5 – 10 dolar AS, tergantung besar kecilnya barang.

bersambung.....





Tidak ada komentar:

Posting Komentar