Senin, 04 April 2011

'MENGUNJUNGI NEGERI 'KINCIR ANGIN' ..."



(dari draft buku: "Catatan seorang mantan Ajudan" oleh mastonie)
Tulisan bersambung (62)

Saya didepan Prasasti Ratu Wilhelmina
 

      Negeri penuh nostalgia.

(Negeri “kincir angin” Belanda barangkali adalah Negara yang menyimpan sejuta kenangan indah bagi pasangan Bapak dan Ibu Soepardjo. Sekitar tahun 1951-an, sebagai perwira muda dan masih pengantin baru, Pak Pardjo dengan didampingi istri tercinta pernah bertugas sebagai Sekretaris Atase Militer KBRI di Belanda. Itu sebabnya setiap berkunjung ke Eropa, Pak Pardjo tidak pernah lupa untuk singgah dinegeri Belanda. Walaupun hanya sebentar saja).


Hari Sabtu itu juga menjelang petang, pesawat Airbus SAS yang kita tumpangi dari Stockholm mendarat di Bandara Internasional ‘Schiphol’, Amsterdam. 
Dipergunakan sebagai lapangan terbang AU Kerajaan Belanda sejak 16 September 1916, Bandara Schiphol secara resmi baru dipakai untuk penerbangan sipil mulai tanggal 17 Desember 1920. Kini (tahun 1988) Bandara yang terletak hanya sekitar 10 kilometer diluar kota Amsterdam itu telah menjadi Bandara Internasional terbesar ketiga di benua Eropa.
Inilah pertama kali dalam hidup saya menghirup udara dan menginjakkan kaki di bumi negeri yang terkenal dengan "kincir angin" dan "bunga Tulip" nya.
Inilah.negeri yang pernah menjadi penjajah negeri kita selama hampir tiga setengah abad!!
Padahal negeri Belanda luasnya hanya seperempat Pulau Jawa saja.


Amsterdam adalah Ibukota Negeri Belanda, negeri yang hampir sepertiga dari luas daratannya terletak (konon sampai) lima meter dibawah permukaan laut.Berada ditepi sungai Amstel, maka kota itu lalu disebut sebagai Amsterdam.
fotos: google
Nama kota yang berakhiran “dam” menunjukkan bahwa letaknya dibawah permukaan laut yang dilindungi oleh dam atau bendungan. 
Oleh sebab itu Belanda disebut pula dengan nama “Negeri seribu tanggul (dam)”. Para Insinyur Belanda memang diakui oleh dunia sebagai ahli pembuat tanggul, dam atau bendungan.
Kota terbesar kedua yang merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Belanda adalah Den Haag (‘s-Gravenhage atau The Hague). Oleh karenanya kantor-kantor pemerintah dan kedutaan (termasuk KBRI) juga berada dikota itu.


      Mencuci sendiri.

Hari Sabtu di negeri Belanda (mungkin juga diseluruh Negara di benua Eropa) adalah hari libur (week end). Ternyata itu berlaku pula untuk pelayanan didalam hotel,  karena ‘laundry’  (binatu) juga tutup. Padahal kita telah melakukan perjalanan panjang hampir dua minggu lamanya, sehingga pakaian kotor (terutama pakaian dalam) sudah menumpuk. 
Selama berada di Moskow dan Stockholm kita bermalam dirumah Pak Duta Besar, jadi tidak bisa mencuci baju, khususnya ‘onderdil’ (pakaian dalam).
Sore hari itu saya spesial diutus Pak Pardjo untuk mencari ‘laundry’  diluar hotel. Tapi semua ternyata “sami mawon”. Tutup. Bahkan toko yang menjual pakaian dalampun ikut tutup pula. Baru buka kembali pada hari Senin. 
Hari Sabtu itu hanya kios penjual bunga tulip dan kios koran saja yang saya temukan "open" (buka). 
Bisa dibilang hari itu adalah betul-betul Sabtu kelabu. Sedih aku!
Saya bayangkan betapa enaknya hidup di Indonesia, setiap waktu, kapan saja bisa mencari toko yang buka. Bahkan pada hari Minggu. 
Saya sendiri tidak terlalu pusing karena bisa langsung menyesuaikan diri seperti iklan sabun bubuk deterjen yang tersohor itu: “mencuci sendiri”. 
Dan inilah ‘kiat’ saya: “Bath tub” (bak mandi) saya isi separuh dengan air panas dari kran, lalu masukkan semua pakaian (dalam) yang kotor. Tuang sabun bubuk (yang selalu saya bawa sebagai persediaan). Rendam selama minimal satu jam. Setelah itu bilas, peras, angin-anginkan. Beres deh
Tapi jangan lupa ya? Menjemur atau mengangin-anginkan onderdil  itu harus didalam kamar mandi (dihotel-hotel internasional biasanya menyediakan semacam tali yang bisa diulur untuk menjemur pakaian dikamar mandi).
Tapi apakah Bapak dan Ibu Soepardjo akhirnya juga terpaksa berkenan ‘mencuci sendiri’? 
Kalau yang ini, saya mah tidak tahu. 



bersambung.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar