Selasa, 29 Maret 2011

"SUKA DUKA JADI STAF KWARDA PRAMUKA"


(dari draft buku: "Catatan seorang mantan Ajudan" oleh mastonie)
Tulisan bersambung (4)


    
     Jadi ‘spesialis’ peserta kursus.
    Masuk menjadi staf di Kwarda Pramuka (sebagai honda’) bagaikan masuk ke habitat sendiri. Itu kesan saya yang pertama. Bagaimana tidak. Sekretaris Kwarda Pramuka, Bapak Wagiran Sapardi (mantan Kepala Bagian Arsip di Pemda) sudah lama saya kenal, karena saya aktif di DKC (Dewan Kerja Penegak/Pandega tingkat Cabang) Kwartir Cabang Pramuka Kota Madya Semarang. Beliau secara tulus tampak senang menerima kehadiran saya sebagai stafnya. Karena saya juga seorang aktifis Pramuka.
Tugas pertama yang saya pikul adalah membantu beliau membuat chart (bagan) berupa grafik prosentase kegiatan, statistik jumlah anggota dan program kerja Kwarda Pramuka Jawa Tengah. Barangkali beliau merasa puas dengan hasil kerja saya. Tidak lama kemudian saya lalu ditugaskan untuk mengikuti “Kursus Statistik dan Ripta Loka” yang diadakan oleh Pemda Provinsi Jawa Tengah. Materi Kursus ini berupa pelajaran atau cara-cara membuat bagan, skema, grafik, peta situasi dan data statistik lainnya yang biasa dipergunakan untuk dipajang dalam  ‘Operation Room’ (Ruang -kendali- Operasi) yang pada masa itu diinstruksikan harus ada disetiap instansi.  Kursus selama hampir sebulan itu berhasil saya ikuti dengan hasil baik. Setelah itu hampir semua data yang dipajang di Kwarda, bahkan ‘backdrop’ (dekorasi dilatar belakang panggung) untuk setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Kwarda, dapat dipastikan sayalah pembuatnya. Ketrampilan saya dalam hal olah tulis menulis di papan tulis dan backdrop itu terasah dengan baik di Kwarda Pramuka.
Yang saya herankan, setelah itu Pak Wagiran seperti ‘ketagihan’ menugaskan saya untuk mengikuti kursus. Kursus apa saja. Baik yang menyangkut ketrampilan dibidang kepramukaan maupun yang lain. Saya jadi seperti seorang spesialis peserta kursus. Saya masih ingat pesan Pak Wagiran:
Mumpung Mas Tony masih muda, pergunakan waktu untuk belajar sebanyak-banyaknya”.
(Kalau Pak Wahyudi biasa menyapa saya dengan sebutan “Dik”, maka Pak Wagiran justru selalu memanggil saya dengan awalan “Mas”. Entah kenapa). Saya merasa mendapat kehormatan sekaligus kepercayaan dari atasan langsung saya. Dan saya tidak menyia-nyiakan kesempatan emas itu. Saya pikir saya harus bisa mendapat ilmu yang tidak bisa saya dapatkan dari pendidikan formal. Apalagi untuk mengikuti aneka macam kursus ini, saya selalu tak pernah mengeluarkan uang -dari saku sendiri- alias gratis. Bahkan saya mendapat uang saku. Sudah dapat sangu ilmu masih dapat sangu ‘doku’ (uang). Subhanallah.
Salah satu diantara Kursus penting yang juga saya ikuti adalah kursus Bendaharawan A. Pak Wagiran sepertinya ingin mengorbitkan saya untuk membantu beliau membenahi Bagian Keuangan Kwarda Pramuka. Selain itu kebesaran hati dan jiwa Pak Wagiran sungguh sangat mencerminkan pribadi seorang pimpinan yang arif. Karena beliau masih memberikan ijin kepada saya untuk terus menekuni hobi yang selama ini saya jalani (karena bisa menambah uang saku), yaitu siaran di radio (swasta dan RRI) dan menyanyi (saya adalah anggota dan Pengurus Paduan Suara milik Kodam VII -kini Kodam IV- Diponegoro). 
Dalam sejarah karir saya sebagai pegawai negeri di Pemda Provinsi Jawa Tengah, Pak Wagiran  (selain Pak Wahyudi dan kemudian Pak Rasiman Hadipranoto), adalah mentor saya yang selalu memantau ‘sepak terjang’ saya -dalam bekerja- sambil terus memacu prestasi kerja saya. Ketiga pejabat itulah yang (secara langsung maupun tidak), telah membentuk karakter diri saya sebagai pegawai negeri yang -Insya Allah- jujur, dapat dipercaya dan amanah.
Kurang lebih hanya sekitar satu setengah tahun saya bertugas di Kwarda Pramuka, sampai tiba saatnya saya diangkat menjadi Calon Pegawai (Capeg) Pemda Provinsi. Masih tetap dengan status diperbantukan di Kwarda Pramuka.
Secara ‘hirarki’ Kwartir Daerah (tingkat Provinsi) membawahi 35 Kwartir Cabang (tingkat Kabupaten/Kodya) diseluruh Jawa Tengah. Kwartir Daerah sendiri adalah satuan dibawah Kwartir Nasional sebagai Kantor Pusat Gerakan Pramuka Indonesia yang ada di Jakarta. Agak susah memang untuk menjelaskan mengapa Kantor atau Instansi yang mengurusi masalah kepramukaan disebut sebagai “Kwartir” (dari bahasa Belanda ‘Kwartier’: kampung). Mungkin istilah itu adalah sebutan yang merupakan ‘warisan’ dari jaman kepanduan pada masa penjajahan Belanda dulu. Setiap kegiatan Kwartir Cabang, baik berupa Kursus Kepramukaaan maupun Perkemahan biasanya dilaporkan kepada Kwartir Daerah dan tidak kurang pula yang harus disetujui dan dihadiri oleh Pejabat Kwarda. Banyak pula kegiatan Kepramukaan yang memang di”disain” secara berjenjang mulai dari satuan tingkat terbawah (Gugus Depan) sampai satuan paling atas yaitu Kwartir Nasional. Para Pejabat yang mempunyai keahlian khusus dibidang kepramukaan di Kwartir  disebut sebagai Andalan. Dengan demikian maka disetiap Kwartir ada Andalan Cabang (di Kwarcab), Andalan Daerah (di Kwarda) dan Andalan Nasional (di Kwarnas). Selain itu disetiap Kwartir ada Sekretariat (dipimpin oleh seorang Sekretaris Kwartir) yang membawahi para pegawai yang biasanya adalah pegawai negeri (tidak selalu harus anggota Pramuka) yang diperbantukan. Saya termasuk salah satu diantaranya. Hanya kebetulan saja sebelum jadi pegawai negeri (PNS) saya memang sudah lama aktif di Gerakan Pramuka. Jadi pengalaman sebagai “Pandu Kalung Kacu” itu dapat menunjang bahkan memudahkan dalam melaksanakan tugas pekerjaaan saya.

      Keliling Daerah karena berkemah.
Perkemahan Pramuka yang paling terkenal adalah Jambore. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jambore (dari bahasa Inggris: Jamboree), diartikan sebagai Pertemuan besar (akbar) para Pramuka. Pada masa sekarang istilah ‘Jambore’ ini selain dipakai oleh Pramuka juga dipergunakan secara luas oleh beberapa organisasi profesi ataupun para pehobi, seperti PMI, ORARI dan lain-lain.
Kegiatan ‘Pertemuan Besar’ Pramuka ini dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari Jambore ditingkat Cabang, Daerah dan Nasional. Selain itu masih ada banyak sekali perkemahan yang dipergunakan untuk meningkatkan ketrampilan para anggota Pramuka. Salah satunya adalah Lomba Tingkat (LT). Dari LT I antar Gugus Depan, sampai LT IV ditingkat Nasional.
Setelah diangkat sebagai Calon Pegawai (berarti sudah menjadi Pegawai Tetap bukan lagi Pegawai Honorer), saya kemudian juga diangkat sebagai salah satu Wakil Andalan dibidang Umum, disebut Wakil Andumum. Jabatan sebagai Wakil Andumum inilah yang membuat saya sering ditugaskan untuk ikut melakukan pemantauan atau memberikan panduan kegiatan kepramukaan (terbanyak adalah kegiatan Perkemahan Pramuka) yang diselenggarakan oleh Kwartir Cabang di 35 Kabupaten/Kodya se Jawa Tengah. Oleh sebab itu saya beruntung bisa ikut kegiatan berkemah sekaligus keliling daerah keseluruh kota yang ada di Jawa Tengah. Bahkan sampai keluar dari daerah Jawa Tengah. Pengalaman mengikuti perkemahan Pramuka inilah yang kelak sangat berguna bagi kehidupan saya dalam pergaulan bermasyarakat, karena pada dasarnya pendidikan kepramukaan adalah pendidikan yang bersifat “long life education” (seumur hidup).


bersambung.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar