Rabu, 30 Maret 2011

"JADI AJUDAN GUBERNUR JAWA TENGAH"


(dari draft buku: "Catatan seorang mantan Ajudan" oleh mastonie)
Tulisan bersambung (18)

 

      Memulai babak baru, tugas baru: jadi Ajudan Gubernur.


Ruang Kerja Staf Bagian Protokol Pemda Jawa Tengah,  pada suatu hari yang cerah, akhir tahun 1979.

Kabar mengenai akan diangkatnya seorang Ajudan Gubernur yang berasal dari Bagian Protokol sudah makin merebak. Saya tidak tahu siapa yang meniupkan “kabar yang masih kabur” itu!
Barangkali ada telinga lain (selain saya dan Pak Herry) yang mendengar pembicaraan Pak Wahyudi di Stadion Diponegoro dulu itu. Atau mungkin Pak Herry yang kelepasan bicara, saya tidak tahu. Saya sendiri masih bersikap “kura–kura dalam perahu” dan tetap menjalankan tugas–tugas keprotokolan seperti biasa. Teman–teman di bagian Protokol ternyata juga diam–diam sudah termakan isu dan mulai menyindir–nyindir saya. Saya tetap tidak bereaksi. Bukan apa–apa, saya hanya khawatir kalau kabar tersebut ternyata hanya kabar yang dibawa angin lalu! Saya kan bisa-bisa mendapat julukan “ kegeden GR”!
    Ibu saya (yang kebetulan juga seorang Karyawati Kantor Gubernur di Bagian Perekonomian Daerah) termasuk yang ikut mendengar kabar yang semakin santer itu. Rupanya Ibu saya mendengar kabar yang “fresh from the kompor”. Kabar langsung  dari bagian kepegawaian Pemda Provinsi yang sedang memproses SK mutasi kepegawaian saya.
Ketika Ibu sempat menanyakan masalah itu, saya hanya menjawab agar sabar menunggu saja kepastian sampai SK mutasi berada di tangan saya.
Beliau hanya berpesan wanti–wanti agar kalau betul saya mendapatkan tugas itu, saya harus lebih hati–hati dalam bekerja, bertindak dan bergaul di lingkungan teman–teman di Kantor Gubernur. Maklum, konon semakin tinggi posisi yang dicapai seseorang, semakin keras angin yang menerpa!
Padahal setinggi apakah sih jabatan sebagai seorang Ajudan itu?

Beberapa waktu kemudian, saya dapatkan SK pengangkatan itu.
Suatu siang saya dipanggil Pak Rasiman keruangannya.
“Selamat ya Dik, wah saya ikut bangga lho Dik Tonny terpilih jadi Ajudan Pak Gubernur”.
Meskipun sudah lama mendengar kabar itu, saya masih terkejut juga . Tidak menyangka kabar tersebut akhirnya menjadi kenyataan!
“Bagaimanapun, ini berarti pembinaan saya kepada staf ada hasilnya” Pak Rasiman meneruskan.
”Tapi ya yang hati-hati saja, soalnya banyak juga orang yang nggak senang kalau melihat ada orang lain senang, ya toh? Dan satu lagi, Pak Pardjo itu priyayi yang ‘gampang-gampang angel”.
Dengan taksim saya mengiyakan dan tak lupa mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan beliau selama ini di Bagian Protokol. Hari itu saya masih tetap mengerjakan tugas-tugas keprotokolan yang dibebankan kepada saya. Akan tetapi pikiran saya sudah terbang melayang kemana-mana.
Bahna senang dan bahagia. Manusiawi bukan? 
Soalnya, perhitungan kasarnya begini: di seantero Jawa Tengah itu Gubernurnya kan hanya ada satu. Lalu Ajudan Gubernur (yang diambil dari Pegawai Pemda yang seabrek-abrek -banyak sekali- itu) paling  banter  cuma dua orang saja. 
Dan sekarang saya jadi salah satu dari yang cuma dua ‘gelintir’ itu! 
Hopo hora hebring? (Apa tidak hebat?).
Padahal, wooo .. belum tahu dia. . . . .



bersambung.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar