Rabu, 30 Maret 2011

"MOBIL GUBERNUR 'MAIN AKROBAT' DI JALAN RAYA..."

(dari draft buku: "Catatan seorang mantan Ajudan" oleh mastonie)
Tulisan bersambung (23)


by mastonie on Thursday, June 10, 2010 at 10:35am



(Kisah nyaris terkena musibah juga pernah saya alami bersama Gubertnur Jawa Tengah dan Ibu Soepardjo)


Mobil dinas Gubernur Jawa Tengah -yang resmi- hanya ada dua buah saja. Satu buah sedan buatan tahun 1974 merk Holden Statesmen berwarna hitam solid dan sebuah Jip Toyota Landcruiser 4 WD (berpenggerak empat roda) tahun 1976 warna amber (kuning kecoklatan). 
Ada lagi sebuah mobil Station Wagon Long Chasis merk Toyota (juga 4WD). Mobil ini merupakan hibah dari Kanwil Departemen PU Jawa Tengah yang diambil dari Proyek Waduk Sempor. Warna aslinya ‘biru PU’ tapi kemudian di’sulap’ jadi amber juga, (warna favorit Pak Pardjo). Namun mobil ini jarang sekali dipakai dan hanya jadi semacam mobil cadangan saja.

Holden Commodore SL
foto from: wikipedia



Melihat tidak adanya mobil sedan cadangan untuk Pak Gubernur, maka Direksi BPD Jawa Tengah membeli sebuah mobil ‘brand new’ (baru gres) merk Holden Commodore buatan tahun 1978 warna champagne. Mobil baru ini dipersiapkan sebagai mobil sedan cadangan bagi ‘orang nomor satu’ di Jawa Tengah, lengkap dengan pengemudinya yang bernama Pak Jaelani. 
Setelah mencoba beberapa kali, Pak Pardjo rupanya ‘kepincut’ (jatuh hati) pada sedan empat pintu yang (pada saat itu) memang termasuk mobil mewah dan canggih serta nyaman dikendarai untuk perjalanan jarak jauh.
Alkisah maka mobil baru itupun dipakai Pak Gubernur beserta Ibu Soepardjo untuk melakukan kunjungan dinas kedaerah eks Karesidenan Banyumas. Seperti biasa kalau mengunjungi Banyumas, seusai seluruh kegiatan resmi, Pak Pardjo tidak pernah lupa mampir di Sokaraja (sebuah kota kecil yang terletak antara Purwokerto dan Banyumas), untuk ‘nyekar’ (ziarah kubur) dimakam keluarga besar Pak Rustam (ayah Pak Pardjo). Setelah itu beliau berdua bernostalgia masa ‘pacaran’ (jaman 'baheula') dikota Banyumas.
Entah kenapa kali ini Pak Pardjo memilih rute pulang ke Semarang lewat Wangon-Kebumen-Purworejo. Padahal biasanya rute yang dilewati adalah jalur Purbalingga-Banjarnegara-Wonosobo.
Memang rute yang dipilih ini (jalur selatan) jalannya relatif datar dan lurus, tetapi agak sempit. 
Begitulah, siang itu dalam kucuran hujan rintik-rintik, Pak Jaelani memacu sedan Holden Commodore bernomor polisi H-1 (apapun mobilnya, kalau dipakai dinas oleh Pak Gubernur, maka nomor polisinya akan jadi H-1) dengan kecepatan agak tinggi. Dibelakang sedan ada Jip dari LLAJR yang memang selalu ditugasi untuk menjadi ‘pengawal tertutup’. Melewati kota Wangon jalannya beraspal halus tapi agak sempit. Dikiri kanan jalan (waktu itu) masih banyak pohon pelindung yang besar-besar. 
Tampak dikejauhan sebuah bis berhenti menurunkan penumpang. Posisinya agak ketengah jalan. Pak Jaelani tampak santai saja menginjak pedal gas pada kecepatan sekitar 80-90 km per jam. Begitu jarak dengan bis tadi makin dekat, tiba-tiba ada 2 orang anak yang berkejaran dengan naik sepeda muncul dari belakang bis yang sedang berhenti. Saya terkesiap. Dari mulut saya hanya sempat terucap: “Awas . . .!!!“
Pak Jaelani rupanya juga ikut terkejut, secara refleks dia menekan pedal rem sekaligus membanting setir kearah kiri untuk menghindari tabrakan dengan sepeda. Jalan yang licin membuat sedan yang masih baru itu berjalan meliuk dengan mengeluarkan suara decit ban yang sangat keras. Saya dengar Bu Pardjo menyerukan kalimat Astagfirullah dan Allahu Akbar berkali-kali. Jaelani terlihat masih berusaha menguasai kemudi yang rupanya selip. Mobil sedan yang masih ‘kinclong’ (mengkilat) itupun kemudian ‘melintir’ dan berhenti tepat sebelum menabrak pohon dikiri jalan. Posisi mobil menghadap kembali kearah kota Wangon. Jadi mobil telah berputar arah 360 derajat! 
Sangat beruntung tidak ada kendaraan lain yang datang dari arah depan. Suasana dalam mobil hening mencekam. Saya lirik wajah Pak Jaelani yang seputih kapas. Padahal aslinya kulitnya hitam legam. Terlihat diluar mobil orang-orang berlarian datang mengerumuni mobil ‘Pak Gub’ yang nyaris celaka. 
Hendro dan Kenthut (petugas pengawal dari DLLAJR) juga tampak bergegas mendekat. Saya buru-buru membuka pintu. Tapi kaki saya ternyata tidak mau diperintah untuk melangkah, karena ‘sibuk’ gemetaran. Saya lihat Pak Pardjo tidak berkomentar sepatah katapun. Meskipun wajah beliau juga terlihat pucat, tapi beliau tetap tenang berada ditempat duduknya.
Bu Pardjo yang akhirnya mulai memecah keheningan, suaranya terdengar sedikit bergetar:
“Sudah, Pak Jaelani istirahat saja dulu, biar agak tenang”.
Jaelani tidak bisa menjawab. Tubuhnya tersandar lemas di kursi. Kelihatan sangat ‘shock’.  
Pasti dia mengalami takut ‘kuadrat’ (pangkat dua alias dobel). Pertama karena dia membawa penguasa sekaligus orang nomor satu di Jawa Tengah, yang kedua karena mobil yang dibawanya adalah mobil baru ‘gres’. Joknya saja masih bau ‘toko’!
Akhirnya bisa juga saya melangkah keluar mobil. Dalam hati tak hentinya saya mengucap syukur kehadirat Allah SWT atas perlindungan yang diberikan Nya kepada kita semua. Saya temui Hendro dan Kenthut yang sedang memeriksa kondisi luar mobil. Alhamdulillah tidak ada kerusakan sedikitpun. Saya melirik ketengah jalan, ada bekas tapak ban mobil yang terlihat memanjang berwarna hitam.
“Jane kenangopo, iki mau mas?” (Sebetulnya ini tadi kenapa mas?) tanya Hendro dengan muka bingung. Alamak. Sudah melihat masih bertanya lagi. Saya menjawab sengit:
“Lho, memang tadi pada nggak ngeliat ya?”. Kenthut langsung menukas:
”Saya sih lihat, tapi ndak begitu jelas. Kan hujan rintik-rintik. Kalau Hendro memang sedang ngorok”. Pantes.
Secara singkat saya ceritakan ‘duduk berdirinya’ perkara. Sayangnya bis yang tadi berhenti menurunkan penumpang ditengah jalan sudah kabur. Saya minta Hendro dan Kenthut untuk segera membubarkan orang-orang yang ramai berdatangan untuk menonton mobil yang tadi main ‘akrobat’. Mungkin saja mereka malah tidak menyadari, siapa yang berada didalam mobil. 
Tapi rasanya kok nggak lucu, kalau mobil sedan H-1 yang ditumpangi ‘penguasa tunggal’ Jawa Tengah ditonton orang rame-rame karena nyaris celaka.
Setelah Jaelani tampak pulih, mobilpun diputar arah lagi dan meluncur kembali ke Semarang.
Alhamdulillah. Kita tiba di Semarang dengan selamat menjelang malam.



bersambung.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar