Sabtu, 26 Maret 2011

Sindroma "SMOLS"


by mastonie on Tuesday, May 18, 2010 at 12:21pm
 
 
Rasulullah SAW bersabda:
“Dalam jiwa hamba Allah, tidak akan berkumpul IMAN dan IRI hati” (HR. Baihaqi).
Dalam hadits yang lain, Rasulullah juga pernah bersabda:
“Hai anakku, jika engkau mampu menjadi orang yang selalu berpagi dan bersore hari tanpa rasa dengki (dan iri) terhadap seorangpun, kerjakanlah. Meninggalkan rasa dengki (dan iri) merupakan sunahku. Barangsiapa menghidupkan sunahku, maka sungguh ia mencintaiku. Barangsiapa yang mencintaiku, maka ia bersamaku didalam surga” (HR. Tirmidzi).


Barangsiapa dengan sengaja membuat dirinya sendiri sakit (hati) karena melihat orang lain mendapatkan keberuntungan atau kebahagiaan. Atau barangsiapa dengan sengaja bersukaria apabila dirinya mendengar dan atau melihat dengan mata kepala sendiri bencana atau kesusahan yang sedang menimpa orang lain, maka sesungguhnya dia adalah penderita sindroma atau gejala penyakit (hati) yang dikenal sebagai ‘SMOLS’.

Sejatinya apakah sindroma yang bernama ‘SMOLS’ itu? Ia adalah sindroma atau gejala penyakit yang menimpa orang yang ‘S-enang M-elihat O-rang L-ain S-usah’ atau sebaliknya ‘S-usah M-elihat O-rang L-ain S-enang’. Saya sangat berharap mudah-mudahan anda tidak termasuk salah satu penderitanya. Oleh karena penderita penyakit itu dapat dipastikan sebagai ciri-ciri orang yang tipis imannya. Orang yang “kufur nikmat” alias tidak pernah merasa bersyukur kepada Allah SWT atas apapun yang dikaruniakan Nya, baik kepada dirinya sendiri apalagi kepada orang lain. Karena orang yang beriman, Insya Allah tidak akan pernah merasa iri.
Dalam kutipan dua hadist diawal tulisan ini. jelas ada jaminan dari Rasulullah bahwa hanya orang yang bisa menjaga dirinya untuk tidak berlaku dengki atau iri hati sajalah yang bisa disebut sebagai orang atau hamba Allah yang beriman, karenanya dijamin akan masuk surga bersama Rasulullah SAW.
Walaupun begitu, ternyata sesungguhnya ada juga "IRI" yang justru diperbolehkan, seperti sabda Rasulullah berikut:
“Iri hanya diperbolehkan kepada dua hal saja: yakni: Iri kepada seseorang yang dikaruniai harta kekayaan, kemudian digunakannya untuk menegakkan kebenaran dan iri kepada seseorang yang dikaruniai ilmu pengetahuan, kemudian ia amalkan dan diajarkannya ilmu itu kepada orang lain” (HR. Bukhari).

Lalu apa saja sih ciri-ciri orang yang menderita gejala (penyakit) SMOLS, yang juga bisa dengan gampangnya menular kepada orang lain (yang pasti juga tipis imannya) itu?
Para penderita ‘SMOLS’ ini akan menderita sakit ‘gatal-gatal tubuhnya’ kalau melihat tetangga depan rumahnya membeli TV berwarna model terbaru. Dia langsung meriang dan sakit kepala, kalau saudaranya sanggup membeli sepeda motor baru. Dan dia bisa terkena serangan jantung sewaktu melihat tetangga sebelah rumahnya membeli mobil. Apalagi kalau dia melihat teman karibnya dikantor dapat promosi kenaikan jabatan (jadi Direktur, misalnya), bisa-bisa dia langsung terserang stroke.
Namun sebaliknya, dia akan senang sekali kalau melihat tetangganya kena PHK. Mungkin (ekstrimnya) dia akan bolak-balik lewat didepan rumah tetangganya itu sambil bersiul-siul bak burung kenari.
Ketika tahu isteri tetangga sebelah rumah sedang tertimpa musibah karena suaminya kedapatan selingkuh dengan ‘mojang geulis’ pegawai salon, bukannya turut prihatin, dia malah menyetel keras-keras lagu dangdut yang berjudul “Bang Toyib”. Astagfirullah.....Teganya . . .

Begitulah, selalu akan ada saja kita jumpai orang-orang penderita sindroma SMOLS ini dalam kehidupan kita bermasyarakat. Tak ada perbedaan jender tentang siapa yang paling sering menderita sindroma ini. 
Laki-laki, perempuan, tua, muda punya peluang yang sama untuk dapat terserang sindroma yang dengan sangat mudah menjalar ini. Lalu bagaimana cara mengatasinya? Kalau penyakit bisa dicegah dengan vaksinasi. Lebih dini lebih baik. Begitu pula dengan sindroma SMOLS ini. ‘Vaksinasi’ yang diperlukan adalah dengan mempertebal iman kita terhadap Allah SWT. Lebih dini lebih baik. Kelihatannya seperti hal yang sepele dan mudah dilaksanakan. Tapi dalam praktek kehidupan keseharian kita, ternyata bukan suatu hal yang mudah dikerjakan. 
Kita mulai saja dari sebuah hal yang paling mendasar. Pendidikan, baik pendidikan yang bersifat umum maupun pendidikan agama. Telah kita maklumi bahwa kurikulum sekolah sekarang tidak lagi mengenal mata pelajaran BUDI PEKERTI. Padahal budi pekerti adalah sebuah mata pelajaran yang merupakan dasar pengetahuan bagi seorang anak untuk dapat membedakan antara "hitam dan putih", antara hal yang baik dan buruk. Juga mengenai norma dan etika hidup bermasyarakat.
Bagi orang yang kini telah berusia diatas limapuluhan tahun keatas, pasti masih ingat pernah mendapatkan mata pelajaran budi pekerti tersebut di Sekolah Rakyat (kini Sekolah Dasar). Tapi seiring berlalunya waktu, juga barangkali seiring dengan kemajuan jaman, pendidikan budi pekerti malah “raib” dari kurikulum sekolah. Entah mengapa. Mata pelajaran agama juga makin berkurang porsinya dibangku sekolah. Anak-anak remaja dan ABEGE lalu seperti kehilangan kendali atas masa depannya. Ironisnya, dalam masyarakat kita sekarang tampak sebuah fenomena yang ‘agak’ mengerikan: makin KAYA sebuah keluarga, makin ABAI pada pendidikan moral dan agama. Walaupun sudah tentu masih BANYAK juga perkecualiannya. Tapi ini bukan mengada-ada karena gejalanya bisa kita saksikan dimana-mana. Anak-anak usia SD saja sudah dibekali hape atau telepon genggam berteknologi mutakhir (lengkap dengan kamera) yang harganya berlipat kali dari UMR seorang pekerja atau bahkan gaji seorang PNS!
Oleh karena itu tidak aneh kalau kemudian banyak ditemukan kisah-kisah “seram”. Kisah tentang hubungan seronok diluar batas susila antara dua anak manusia berlawanan jenis, dalam rekaman yang ada dimemori hape siswa dan mahasiswa (khususnya) anak orang kaya raya. Sungguh sebuah dekadensi (kemunduran) moral yang sangat memprihatinkan.
Sesungguhnyalah, itu semua terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang budi pekerti dan agama. Hingga muncul kesan tiadanya benteng yang bernama: IMAN dan TAQWA.
Sejatinya dari pendidikan dasar (budi pekerti dan agama) inilah tolok ukur iman seseorang ditentukan. Tanpa pendidikan moral agama dan pelajaran budi pekerti yang memadai, seorang anak akan tumbuh berkembang menjadi manusia dewasa yang tipis imannya. Kalau tidak boleh disebut sama sekali tak beriman.
Dengan sendirinya ia akan gampang terhanyut dalam arus kehidupan bermasyarakat yang hanya berkiblat pada kenikmatan hidup didunia dan tentu saja penuh dengan rasa iri dan dengki. Berbagai pengaruh negatif akan merasuki pola pikirnya. Termasuk salah satu diantaranya adalah serangan ‘virus’ penyakit SMOLS tadi.
Tetapi mengapa kita harus peduli pada penyakit SMOLS ini?
Tentu kita harus peduli karena penyakit hati ini apabila dibiarkan akan dapat merusak sendi-sendi kehidupan rohani seseorang. Kalau rohani menjadi rusak, dapat dipastikan jasmaninya pun akan segera menyusul…. jadi BOBROK!
Lalu apa guna dan manfaatnya seorang manusia yang jiwa raganya rusak, bagi kemaslahatan manusia lainnya? Nyaris tak ada!
Padahal Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Sebaik-baik manusia adalah mereka yang panjang usianya dan baik perilakunya, sebaliknya seburuk buruk manusia adalah mereka yang panjang usianya tapi buruk perilakunya”.

Naudzubillaahi min dzalik.

(disarikan dari beberapa sumber lisan ataupun tulisan,
oleh mastonie)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar