Rabu, 30 Maret 2011

"KISAH SOPIR ANGKOT YANG DISANDERA GUBERNUR"

(dari draft buku: "Catatan seorang mantan Ajudan" oleh mastonie)
Tulisan bersambung (27)


by mastonie on Tuesday, May 25, 2010 at 12:58pm

 foto: wordpress




(Kisah sopir angkot 'ugal-ugalan' yang tertangkap basah oleh Penguasa Tunggal Daerah Tingkat I -sebutan untuk Gubernur Kdh menurut UU no 5/74-. Kasus ini terjadi didaerah Ungaran sekitar tahun 80-an)



Gubernur Jawa Tengah Soepardjo Roestam terkenal sangat disiplin. Dalam segala hal.
Ini merupakan ciri khas beliau yang masih tampak jelas dari sisa-sisa ‘wajah opsir’nya. 
Pada suatu hari dalam perjalanan dinas menuju Magelang, terjadi sebuah peristiwa yang unik namun menarik. Pagi hari itu Pak Gubernur meluncur dari kediaman resminya di Puri Gedeh dengan mengendarai Holden Statesmen. Sedan resmi Gubernur yang berwarna hitam solid keluaran tahun 1974. Yang menjadi sopir adalah Jono. Sopir utama Pak Gub yang masih lajang, tapi sangat trampil dan cekatan dalam mengemudi. (Sopir Gubernur ada dua orang dengan seorang sopir cadangan plus seorang sopir dari kantor BPD Jateng apabila diperlukan). Seperti biasa saya duduk dikursi depan (kursi ajudan) yang ada disebelah kiri sopir.
Memasuki kota Ungaran, ternyata ada sedikit kemacetan disekitar Pasar Ungaran yang pada pagi itu sangat ramai pengunjungnya. Pasar Ungaran memang terletak tepat dipinggir jalan raya utama yang agak sedikit menikung. Jono mengemudi dengan perlahan mengingat padatnya kendaraan yang melintas, ditambah ramainya pengunjung pasar. Tanpa diduga sekonyong-konyong sebuah minibus angkutan kota menyalip kendaraan Pak Gubernur. Padahal sedan dinas Gubernur jelas-jelas memakai pelat nomor polisi H-1 (huruf dan angka warna putih diatas dasar berwarna merah). Setelah menyalip dengan jarak yang sangat ‘mepet’, tiba-tiba pula sopirnya memotong jalan tepat didepan sedan Pak Gub dan langsung berhenti untuk menurunkan penumpang. Jono terpaksa menginjak pedal rem dengan mendadak. Terdengar suara ban berdecit keras. Sedanpun berhenti seketika dengan menghentak. Seisi mobil (termasuk pak Gubernur tentu saja) langsung bagai terlempar kedepan. Pak Pardjo kontan meradang:
”Sontoloyo, kurang ajar banget sopir itu”. Belum selesai Pak Pardjo bicara, angkot itu melesat lagi, dan -ini kurang ajarnya- si kernet melambaikan tangan seolah memberi kode ‘dah dah’.
“Kejar Jon. Tangkap sopir gendeng itu” perintah Pak Parjo. Darah muda Jono seperti dikipasi. Tanpa menyadari bahwa dia sedang membawa pejabat paling ‘tinggi’ di Jawa Tengah, Jono langsung menginjak pedal gas dalam-dalam. Sedan seperti meloncat maju dan langsung ‘ngacir’ memburu angkot yang sopirnya ugal-ugalan itu. Minibus reot itu jelas bukan tandingan sedan bermesin 6 silinder. Dalam hitungan detik Jono sudah berhasil mengejar dan ganti menerapkan ‘jurus gendeng’ yang dipakai sopir angkot tadi: salip-pepet-berhenti mendadak.
“Tangkap sopir itu Ton, bawa kesini” perintah Pak Parjo kepada saya. Tanpa menjawab, saya meloncat turun dari mobil dan segera berlari menghampiri sopir yang tak tahu aturan itu. Terus terang saya juga ikut ‘naik darah’. Tapi Pak Pardjo masih sempat berteriak lagi dari jendela mobil:
“Tapi jangan dipukul ya!”. Sayup saya dengar pesan beliau.
Saya langsung menuju kepintu depan sebelah kanan dimana sopir itu berada.
“Kamu tidak tahu mobil siapa didepan itu?!” bentak saya pada sopir angkot yang memerlihatkan wajah ‘blo’onnya’, seolah tak terjadi apa-apa.
“Tidak. Memangnya mobil siapa sih?” jawabnya balas bertanya dengan ketus.
Ubun-ubun saya seperti hampir meledak. Kalau tidak mendengar Pak Pardjo berpesan tadi, sudah saya kirimi ‘ketupat bangkahulu’ sopir ugal-ugalan ini.
“Dasar sopir geblek. Kamu tidak lihat plat nomor H-1 itu hah? Kamu tidak tahu kalau H-1 itu mobil Gubernur Jawa Tengah?” teriak saya tepat didepan hidungnya. Mendengar teriakan saya itu, sontak para penumpang angkot apes itu langsung bubar, berebut turun dan.... kabur!
Sekarang hanya tinggal si sopir dan kernetnya yang berdiri dekat pintu penumpang. Wajah si kernet sama blo’onnya dengan si sopir. Dengan paksa saya buka pintunya. Saya seret sopir gendeng itu turun.
“Ayo ikut saya. Kamu juga!” perintah saya kepada sopir dan kernetnya sekaligus. Seperti dua ekor kerbau yang dicucuk (ditusuk) hidungnya, keduanya patuh mengikuti saya menuju mobil Pak Gub. Angkotnya ditinggal begitu saja dipinggir jalan. Pintu-pintunya bahkan masih dalam keadaan terbuka semua! Pak Pardjo ternyata sudah pindah duduk dikursi depan disamping Jono (kursi ajudan).
“Suruh dua-duanya ikut kita ke Kantor Polisi terdekat Ton” perintah Pak Pardjo. Akhirnya saya duduk bertiga di jok belakang dengan sopir dan kernet itu. Asem tenan! Seketika sedan mewah Gubernur itu beraroma 'parfum' keringat mereka yang memang...asem tenan. Dalam hati saya bergumam, mimpi apa mereka semalam. Bisa naik mobil sedannya Pak Gubernur, tapi dalam kapasitas sebagai ‘sandera’ yang ditahan sementara oleh penguasa “Yang empunya Jawa Tengah”.
Tidak makan waktu lama untuk menemukan Kantor Polisi. Pak Gubernur sendiri yang menyerahkan dua orang ‘sandera’nya kepada petugas Polisi yang sedang piket. Pak Gub meminta agar dua awak angkot (yang ‘kena batunya’) itu segera diproses secara hukum akibat kelakuan ugal-ugalannya dijalan raya. Tentu saja Polisi yang sedang piket langsung mengambil tindakan. Siapa dulu yang memberi perintah. Walaupun mungkin pak Polisi itu agak bingung juga, pagi-pagi begini koq ada Gubernur melakukan ‘razia’ lalu lintas dijalan raya. Hmmmm…belum tahu dia….
Dari kejauhan saya lihat Jono sedang sibuk membenahi jok belakang dan menyemprotkan parfum mobil. Memang tidak seorangpun mengira, hari ini mobil sedan Gubernur Jawa Tengah mencatat rekor baru: mendapat ‘penumpang gelap’ dua orang sekaligus.
Sayang pada waktu itu MURI (Museum Rekor Indonesia) nya Jaya Suprana belum ada.



bersambung.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar