Selasa, 27 Mei 2014

CATATAN PERJALANAN "UMROH KOSASIH" (11)



-Bagian Kesebelas-

(Ditulis pada hari Sabtu, 15 Juni 2013)

 Bagian kiri dari "Raudah", dibelakang Makam Rasulullah SAW


“Sesungguhnya Allah dan para MalaikatNya bershalawat atas Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah atasnya (Nabi) dan berilah salam (kepadanya) dengan sesungguhnya”
(QS. al-Ahzaab, 31 : 56)


“Pintu (untuk mengucap) Salam” yang dibuka 24 jam

     Sesudah puas ’narsis’ (maksudnya: foto-foto) bersama dibawah lindungan “payung fantasi” dihalaman Masjid, ustad Syarif mengajak rombongan kecil untuk memasuki Masjid Nabawi melalui pintu  ”Babus Salam”. Disebut demikian karena letak pintu ini sejajar dengan tempat untuk mengucapkan salam kepada jasad Rasulullah SAW.  Inilah satu-satunya pintu di Masjid Nabawi yang menurut ustad Syarif dibuka selama 24. 

 'Mejeng' dibawah lindungan payung Masjid Nabawi

     Setiap muslim mengetahui ada adab (aturan) untuk memasuki masjid. Namun untuk memasuki Masjid Nabi yang satu ini ada hal-hal sangat khusus yang perlu ditambahkan. Artinya aturannya agak berbeda dengan apabila kita akan memasuki masjid lain. 

     Aturan memasuki masjid tentu termasuk bersiwak (sekarang disebut sikat gigi), bersuci atau berwudhu dan memakai pakaian yang pantas serta bersih. Ketika masuk masjid harus mendahulukan kaki kanan, mengucap basmalah serta berjalan dengan tenang, tidak boleh tergopoh-gopoh. 

     Khusus untuk memasuki Masjid Nabawi ditambah dengan anjuran kepada para jemaah agar mengucapkan salam kepada Rasulullah (sebagai pemilik masjid) dan membaca doa:
“Allahumma iftah li abwaaba rahmatika”
(Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu) 

    Hal pertama yang harus dilakukan setelah berada didalam Masjid Nabawi  adalah melakukan sholat Tahiyatul Masjid. Dan apabila tujuannya adalah untuk berziarah kemakam Rasulullah SAW, maka segera setelah sholat dua raka’at, hendaknya kita segera menuju ke makam Rasulullah dan dua orang sahabatnya (Abu Bakar RA dan Umar bin Khattab RA).

Sholat diantara Mimbar dan rumah Nabi

     Jalan menuju makam Nabi harus melewati Raudah. Oleh sebab itu dianjurkan juga untuk mendirikan sholat sunah didaerah Raudah ini. Yang paling afdol apabila bisa sholat didepan Mihrab Nabi, atau paling tidak didaerah antara Mimbar dan rumah Nabi (sesungguhnya rumah ini milik Siti Aisyah RA yang kemudian dijadikan makam Nabi dan kedua sahabatnya).     

     Konon segala doa yang kita panjatkan disekitar Raudah ini akan dikabulkan Allah SWT. Itu sebabnya sangat susah sholat disini, karena selalu penuh dengan jemaah yang semuanya bertujuan sama, minimal bisa sholat dua raka’at. 


Mihrab Rasulullah SAW di Masjid Nabawi
      Saya sudah beberapa kali mendapat kesempatan sholat sunah dua raka’at tepat didepan mihrab Nabi. Siang itu karena antrian jemaah berjubel didepan Mihrab, saya putuskan untuk shalat disebelah makam Rasulullah. Masih termasuk daerah antara Mimbar dan rumah (yang sekarang menjadi makam) Nabi. 

     Terlihat banyak sekali Askar yang mengawasi orang-orang yang sedang sholat. Jika terlihat ada yang mencoba sholat berlama-lama (lebih dari dua raka’at),  maka orang tersebut pasti akan segera “diusir” dari tempatnya untuk digantikan orang lain yang sudah menunggu. Disinilah ujian kesabaran terjadi lagi. Termasuk didalamnya ujian untuk bertenggang rasa dan sifat mau menang sendiri.

     Saya mempunyai ‘resep’untuk bisa berlama-lama berada di dalam Raudah, yaitu dengan memanjangkan doa ketika bersujud. Baik sujud diraka’at pertama, terlebih lagi diraka’at kedua. Diwaktu itulah selain membaca shalawat untuk Nabi, saya baca juga segala macam doa yang saya anggap perlu untuk saya mohonkan kepada Allah SWT.

    Alhamdulillah pada hari itu saya bahkan bisa sholat lebih dari dua raka’at hanya dengan cara bergeser beberapa langkah saja. Saya tahu diawasi dengan ketat oleh beberapa Askar, namun saya tetap berusaha untuk sholat lagi. Ketika akan mencoba untuk yang ketiga kali, barulah bahu saya ditarik oleh Askar sambil diberitahu: “Halas, haji, halas” (sudah, sudah). Sayapun patuh karena menyadari masih banyak pula jemaah lain yang ingin sholat ditempat paling makbul itu.

Mengucapkan salam  didepan makam Rasulullah

     Ustad Syarif menunggu ‘anak asuh’nya dijalan yang menuju makam Rasulullah. Setelah terkumpul semua, maka diajaknya kita berjalan perlahan menuju makam sambil terus membaca shalawat untuk Nabi dan mengucapkan salam kita kepada beliau. Walaupun ada larangan berhenti didepan makam Nabi, namun ustad Syraif bisa menemukan tempat dipinggir jalan didepan  makam, dimana kita bisa sejenak berhenti, menghadap kemakam untuk (sekali lagi) mengucapkan salam.

     Pada saat itulah semua “titipan” salam dari sanak saudara, kerabat dan handai tolan saya sampaikan kepada Rasulullah. Saya teringat kepada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak seorangpun yang memberikan salam kepadaku, melainkan Allah akan mengembalikan ruhku, agar aku bisa membalas salamnya”.


Usai ziarah kemakam Rasulullah (atap Hijau)
      Usai mengucapkan salam kepada Baginda Rasulullah,  kita kemudian berjalan bergeser beberapa langkah untuk mengucap salam kepada dua sahabat Rasulullah, yaitu Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Baru setelah semua salam kita sampaikan, ustad Syarif mengajak kita keluar lewat pintu Baqi. 

     Sesudah berada diluar masjid, namun masih berada dipelatarannya,  kitapun diajak berdoa dengan menghadap ke arah kiblat. Banyak jemaah yang rupanya masih tidak faham atau kurang mengerti, bahwa ada larangan membaca doa dengan menghadap ke makam Rasulullah. Karena sesungguhnya doa yang afdol harus dibaca dengan menengadahkan kedua tangan seraya menghadap ke arah kiblat (yaitu Ka’bah di Masjidil Haram).
    


Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar