Selasa, 27 Mei 2014

CATATAN PERJALANAN "UMROH KOSASIH" (10)



-Bagian Kesepuluh-

(Ditulis pada hari Rabu, 12 Juni 2013)

 MIMBAR Rasulullah SAW di Masjid Nabawi

Rasulullah SAW bersabda: “Diantara rumah dan mimbarku adalah taman dari taman-taman surga dan mimbarku diatas telagaku”
(Hadits riwayat Abu Hurairah RA)


“Raudah” : tempat makbulnya doa

     Ada satu tempat di Masjid Nabawi yang diyakini sebagai tempat dimana segala doa akan terkabul. Itulah tempat yang dinamakan “RAUDAH”, yang terletak ditempat paling ujung di Masjid Nabawi. Raudah bisa dicapai dari arah mana saja, namun paling mudah jika masuk dari pintu Babus Salam. Adapun yang disebut sebagai Raudah (arti harafiahnya: taman sorga) adalah seperti apa  yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA dalam hadits diatas, yaitu: daerah yang  terletak diantara mimbar dan tempat yang dahulu merupakan kamar atau rumah  Rasulullah SAW.  

     Daerah ini ditandai dengan permadani tebal berwarna hijau keabu-abuan, yang berbeda dengan permadani Masjid Nabawi yang semuanya berwarna merah. Di Raudah inilah terdapat apa yang diyakini sebagai Mimbar (tempat berkhotbah) Rasulullah dan Mihrabnya (tempat Rasulullah berdiri memimpin sholat). Selain itu juga ada Mihrab Utsmani dan beberapa tiang yang bersejarah. 

     Dalam buku “Sejarah Masjid Nabawi” yang ditulis oleh Dr. Muhammad Ilyas Abdul Gani disebutkan bahwa sebenarnya dijaman Rasulullah SAW maupun dijaman Khalifah penggantinya tidak ada yang namanya mihrab (yang permanen). Tempat yang kini disebut sebagai “Mihrab Nabi” dan sebagainya itu baru dibuat pada sekitar tahun 91 H.  Yaitu pada saat perluasan Masjid Nabawi yang dilakukan oleh Umar bin Abd al-Azis. Namun lokasi dimana mihrab itu diletakkan adalah ditempat yang benar berdasarkan kesaksian tokoh-tokoh yang bisa dipercaya.

Mihrab Rasulullah SAW
     Disamping “Mihrab Nabi” menempel sebatang tiang, yang disebut “Tiang al-Mukhollaqah”. Konon tiang tersebut dulunya adalah tempat sebatang tonggak pohon kurma yang dipakai untuk menandai arah kiblat saat Rasulullah mendirikan sholat. 

     Raudah hanya boleh dimasuki oleh jemaah laki-laki saja. Sedangkan jemaah wanita hanya diijinkan melihat dari suatu tempat khusus, yang waktunya diatur hanya pada jam-jam tertentu. 
.
     Pada tahun 1992 ketika saya naik haji untuk pertama kali, jemaah wanita masih bisa masuk melewati pintu Babus Salam dan kemudian berdoa didepan makam Rasulullah. Banyak jemaah wanita (bahkan laki-laki) yang menangis sambil meratap-ratap seraya menyentuh dinding atau pintu makam.  Tindakan yang sebenarnya sangat dilarang dalam ajaran murni agama Islam. Hal tersebut membuat suasana menjadi agak kacau dan  mengganggu kekhusyukan.

     Kini tindakan tak terkendali itu sudah dilarang keras. Jemaah wanita sama sekali tidak boleh masuk melalui pintu Babus Salam. Jemaah laki-laki pun dilarang keras berhenti walau hanya sejenak didepan makam Rasulullah. Semua harus terus berjalan pelan melewati makam. Doa kepada arwah Rasulullah dan kedua sahabatnya hanya boleh dilakukan sambil berjalan. Ada puluhan orang askar yang menjaga dengan ketat daerah ini.

     Alhamdulillah, sejak pertama kali memasuki Masjid Nabawi pada tahun 1992, saya telah beberapa kali berhasil sholat didepan Mihrab Rasulullah.  Kesempatan tersebut saya dapatkan melalui perjuangan cukup keras. Banyak sekali jemaah laki-laki yang sengaja datang lebih awal pada dinihari untuk bisa masuk ke Raudah. Waktu sholat Subuh tiba, biasanya Raudah sudah penuh sesak, sampai harus ditutup dengan pagar pembatas berwarna putih. 

     Pada waktu bulan haji, sangat susah masuk kedaerah Raudah ini. Semua rela berdesakan hanya untuk bisa sholat dua rakaat dimana saja asal didalam area Raudah. Apalagi kalau bisa sholat didepan Mihrab Nabi. Khusus disekitar Mihrab dan Mimbar dijaga oleh beberapa orang Askar. Ada yang berseragam opsir berwarna coklat memakai baret, ada juga yang memakai gamis putih bersorban. Semuanya bertindak sebagai pengawas jamaah yang hampir dipastikan setiap saat akan berebut tempat untuk sholat ditempat yang dikeramatkan itu.

Restoran “Al-Rawdah” yang hanya menyediakan masakan Indonesia

     Hari Ahad pagi tanggal 28 April 2013, yang merupakan  hari pertama kegiatan ibadah dikota Madinah diacarakan untuk berzaiarah kemakam Nabi (termasuk ke Raudah). Ini tentu khusus untuk jamaah laki-laki. Sebab jemaah wanita hanya diberi kesempatan melihat (tidak memasuki) Raudah pada waktu-waktu tertentu saja. 

     Sarapan pagi disiapkan oleh restoran hotel Western mulai pukul 06.00 pagi waktu Madinah. Nama restorannya adalah “Al-Rawdah”. Pasti artinya “taman sorga’ juga. Terletak dilantai M1, yang berada satu lantai diatas Lobby hotel, restoran ini berbentuk huruf L. Tidak terlalu luas, namun cukup menampung puluhan jemaah umroh yang berasal dari bermacam Biro Travel. 


Makanan di Restoran "Al-Rawdah"
       Restoran “Al-Rawdah” dikhususkan hanya untuk menyediakan menu makanan Indonesia saja. Jadi tamu hotel yang bukan orang Indonesia (atau Malaysia) disiapkan sarapan direstoran yang lain. Selama bermalam di hotel Western,menu makanannya cukup bervariasi. Yang pasti selalu menu ala Indonesian food. Walaupun tetap disediakan juga roti tawar dan kroisan serta segala macam selai. 

     Saya nyaris tak pernah mempermasalahkan menu yang disajikan oleh restoran. Yang penting saya bisa makan kenyang. Ini penting, sebab ibadah umroh (apalagi haji) memerlukan ketahanan fisik yang sangat prima.  Kalau tidak banyak makan bisa mempengaruhi kondisi kesehatan tubuh. Setidaknya itu keyakinan pribadi saya. Jadi apa saja yang ada dimeja prasmanan, langsung saya sikaaaat bleeeh........

Berziarah kemakam Rasulullah SAW

     Sesudah sarapan pagi, Ustad Syarif tampak telah menunggu jamaah laki-laki dilobby hotel. Jemaah umroh laki-laki PT Bina Travel hanya sebelas orang saja. Beberapa orang sudah pernah pergi ketanah suci untuk berhaji atau umroh. Tapi ada beberapa yang baru pertama kalinya pergi ketanah suci.

    Rupanya beberapa orang yang telah sering pergi ketanah suci sudah langsung berangkat sendiri. Mungkin menganggap sudah biasa dan sudah mengenal medan. Jadi akhirnya yang dipandu oleh Ustad Syarif hanya sekitar 5 atau 6 orang saja. Walaupun saya sudah beberapa kali datang ke Madinah, tapi saya merasa perlu untuk pergi dengan dipandu oleh Ustad Syarif. Menurut penilaian saya, sesuai dengan pendidikannya, beliau cukup menguasai ilmu agama.

     Pukul 9 pagi waktu setempat, ustad Syarif mulai ‘menggiring’ jamaah untuk berziarah ke Makam Nabi. Tapi rombongan berhenti sejenak dipelataran Masjid. Beberapa orang perlu mengambil air wudlu dulu. Termasuk saya. Untuk diketahui, dipelataran Masjid Nabawi tersedia beberapa tempat berwudlu (termasuk toilet) yang mudah dijangkau. Kalau dari arah hotel Western atau hotel Movenpick, ada dua lokasi toilet laki-laki yang terdekat, yaitu no 8 dan no 9.. 

Payung dipelataran Masjid Nabawi dimalam hari
     Sesudah itu beberapa jemaah mengajak ‘narsis’ bersama dibawah payung raksasa Masjid Nabawi. Ini memang momen yang tidak boleh disia-siakan. Siapa sih yang tahu umur manusia? Jadi mumpung sempat, ya harus diabadikan. 

     Karena hampir semua memiliki kamera, maka terpaksa salah seorang mengalah untuk mengambil foto. Dan yang mengalah itu pasti............Ustad Syarif.
Ya iyaaalaaaah, masa ya iyaaa doooong? Pak Ustad (yang ternyata usianya lebih muda dari anak sulung saya)  kan tinggal di Mekah dan pasti sudah sering datang ke Madinah.

Maafin kita ya Tad?”
(Eeeh ...nganuu...bagaimana sih sebenarnya cara yang “halalan wa thoyiban”  untuk memanggil Ustad?).



Bersambung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar