Rabu, 28 Mei 2014

CATATAN PERJALANAN "UMROH KOSASIH" (14)



-Bagian Keempatbelas-

(Ditulis pada hari Senin, 24 Juni 2013)


 Masjid Quba

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa telah bersuci (berwudhu) dirumahnya, kemudian mendatangi Masjid Quba’, lalu sholat dua raka’at didalamnya, maka baginya sama dengan pahala umroh”
(HR. Sunan ibn Majah)

Berziarah ke masjid yang pertama kali dibangun oleh Nabi

     Ketika dalam perjalanan menuju kota Yatsrib (Madinah) sewaktu hijrah dari kota Mekah, Rasulullah berhenti disuatu tempat. Itulah rumah Kaltsum bin al-Hidam. Disinilah kemudian beliau membangun masjid yang  diberi nama “Masjid Quba”.  Inilah masjid yang pertama dibangun Nabi bersama para sahabatnya diwilayah kota Madinah. Jaraknya hanya sekitar 2,3 kilometer saja dari kota.

    Pada tahun 1986, Raja Fahd bin Abdul Azis melakukan renovasi besar atas Masjid Nabi yang pertama ini. Konon biaya yang dihabiskan mencapai 90 juta RS. Renovasi itu membuat Masjid Quba sekarang bisa menampung sampai 20.000 orang jemaah. 

    Hari Senin pagi tanggal 29 April 2013, jemaah umroh PT Bina Travel melakukan kunjungan ziarah kesekitar kota Madinah. Masjid Quba menjadi tujuan utamanya. Karena apa? Itu karena ada hadits yang menyebutkan bahwa sholat dua raka’at di Masjid Quba pahalanya sama dengan pahala umroh. Tetapi dengan syarat harus berwudhu dari rumah dan tidak batal sampai di masjid. Oleh sebab itu diharapkan para jemaah lelaki dan perempuan mengambil air wudhu dihotel sebelum berangkat, dan sebisa mungkin menjaga wudhunya sampai tiba di Masjid Quba

     Karena jaraknya yang tidak sampai 3 kilometer,  rombongan segera tiba di Masjid Quba. Ternyata sudah puluhan bis besar terparkir disana. Rupanya sudah banyak jemaah umroh dari travel biro lain yang lebih dahulu datang. Suasana cukup hiruk pikuk. Bagi yang belum batal wudhu segera menuju pintu masuk masjid untuk sholat sunah dua raka’at. Bagi yang sudah batal harus buru-buru mencari toilet untuk antri bersuci lagi.

Masjid Quba, riwayatmu kini......

     Udara kering dan suhu menyengat langsung terasa ketika saya langkahkan kaki turun dari bis dipelataran parkir Masjid Quba. Kubah putih bersih dari masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah itu tampak berkilau dalam terik sinar mentari. Saya merasa suhu udara agak sedikit  lebih tinggi dibanding dengan kota Madinah. Barangkali karena pelataran sekitar Masjid Quba tak berpayung seperti di Masjid Nabawi.

     Tak banyak yang berubah sejak kedatangan saya terakhir pada bulan Desember 2007. Tetapi pelataran masjid sekarang tertata lebih rapi. Tak tampak pedagang asongan yang dulu (tahun 2007) langsung bergerombol berebut mendekat untuk menawarkan dagangan kalau ada jemaah yang baru datang. Para pedagang kurma dan cindera mata sudah dibuatkan kios-kios yang berjejer rapi. Rupanya mereka sekarang sudah dikelompokkan disatu sisi  dari pelataran Masjid Quba. 

Petunjuk arah ke toilet Masjid Quba
     Saya belum batal wudhu. Saya berjuang keras untuk itu, karena saya ingin mendapat pahala yang sama dengan umroh seperti yang disebut dalam hadits. Tapi rupanya beberapa teman ada yang perlu bersuci lagi. Mata saya melihat tulisan yang cukup mencolok dilihat dari jauh. Ada sebuah papan petunjuk yang tertempel didinding luar Masjid. Tulisannya berwarna merah menyolok diatas dasar warna biru. Bunyinya: “MAIN WC”. Ada sebuah tanda panah penunjuk arah dibawahnya.

    Dalam hati saya tertawa. Apa ada sih orang yang mau main-main di WC? Rupanya itu petunjuk dalam bahasa Inggris. Maksudnya pasti kita tahu: Jamban (yang) utama, atau mungkin lebih pas “Pusat WC”. Atau “WC pusat” ya?  Hah? Emang ada “WC Cabang”?  Masih ada yang bingung? . 

     Jalan menuju pintu masuk masjid adalah juga  jalan yang menuju WC atau kamar kecil itu tadi.  Tidak terlalu lebar, sehingga jamaah berdesakan baik laki-laki maupun perempuan. Apalagi ternyata jalan  itu merupakan jalan keluar dari masjid juga. Jadi satu jalan yang sempit, dijejali oleh ratusan orang yang  berjalan berlawanan arah. Hiruk pikuk dengan teriakan pemimpin rombongan yang mencoba mengendali kuda supaya baik jalannya.....eh keliru...memimpin rombongannya agar tidak terpencar.

     Disini tampak beraneka rupa seragam yang dipakai para jemaah. Juga beragam warna kulit. Dari yang kulitnya putih sampai hitam pekat. Tapi menurut perasaan saya, waktu itu lebih banyak tampang Melayu nya sih.

Penuh dengan orang “narsis”

     Berdua dengan Pak Nashruddin saya memasuki pintu masjid. Pak Nas adalah teman pria sesama jemaah PT Bina Travel. Usianya dua tahun lebih muda dari saya dan berasal dari Makasar. Salah seorang dari putri kembarnya adalah Pramugari Saudia Air. Jadi waktu berangkat dari Jakarta Pak Nas mendapat tempat duduk dikelas C (bisnis), karena tiketnya di up-grade oleh putri tercintanya itu.

     Pintu masuk Masjid Quba tidak berubah. Disamping kanannya terletak rak besar untuk menyimpan sandal atau sepatu. Yang berubah, pintu itu sekarang tidak dijaga oleh Askar. Dulu ada Askar ‘seram’ yang akan menggeledah jemaah untuk mencari kamera. Jangan harap ada yang lolos. Karena memotret interiror masjid adalah larangan keras. Sekarang para jemaah bebas merdeka menenteng kamera digital, ponsel pintar berkamera bahkan kamera video atau handycam. 

Mimbar di Masjid Quba
      Saya mencari tempat sholat agak kedekat mimbar. Pak Nas terus ‘mengintili’ (mengikuti) agar tetap berada disamping saya. Maklum katanya beliau baru pertama kali datang kemasjid ini. Sebelum sholat saya sempat melihat suasana sekitar. Banyak sekali orang yang sedang bergaya untuk dipotret didalam ruangan masjid. Ada yang beraksi dibawah mimbar, ada yang bergaya dibawah lampu kandelir yang tergantung dilangit-langit.  Bahkan ada yang sibuk memotret temannya yang sedang sholat. Entah sholat beneran atau cuma sedang bergaya. Astagfirullah.......

     Pencabutan larangan memotret itu rupanya ada akibat sampingan  yang agak  keterlaluan juga. Orang-orang jadi bebas melampiaskan hobi “narsis”nya. Sesuatu yang memang sangat manusiawi, karena menurut Psiko analis Sigmund Freud, pada dasarnya manusia memang punya watak sangat mencintai diri sendiri. Tak bisa dipungkiri,  senang  berfoto adalah sebagian dari watak itu.

     Saya tersenyum karena teringat kepada teman-teman di grup pesbukers lansia. Semboyannya adalah: “Dimanapun, kapanpun harus dipotret. Orangnya tidak penting, yang penting latar belakangnya”. Namanya juga narsis.    

     Lhoooo,.. lha tapi walau jelek-jelek begini, saya kan juga anggota grup pesbukers lansia? Apa kata teman-teman pesbukers kalau saya tidak punya foto dokumentasi sedang ‘mejeng’ disini? Nggak narsis dong. Maka “apa boleh buat, onde-onde bulat-bulat”......Pak Nashruddin dan sayapun bergantian saling memotret dengan aneka gaya. Haalllaaaaah.....ups....Astagfirullaaah.....

     Tapi jangan salah saudara saudara dan rekan-rekan sebangsa dan setanah air. .Kegiatan trek-memotrek itu saya lakukan setelah semua ibadah sholat sunah yang penting selesai ditunaikan. Demikian pula dengan Pak Nashruddin. 

     Wallahi...apa yang kita lakukan itu karena mendadak ndangdut, eh salah nding mendadak sekonyong-konyong terserang ‘wabah narsis lingkungan’ yang sangat sulit ditahan. Semoga Allah SWT berkenan mengampuni segala perbuatan narsis saya dan Pak Nas itu.  
Aamiiiin......



Bersambung.

1 komentar:

  1. merit casino app Archives - deccasino.com
    No 바카라사이트 longer available. The latest version: 온카지노 1.2.0-0.2; -0.0.3; -0.0.1-0; -0.0.0.1; -0.0.0.1; -0.0.1.0; -0.0.0.1; deccasino -0.0.0.0.0.1; -0.0.0.1

    BalasHapus