Senin, 26 Mei 2014

CATATAN PERJALANAN "UMROH KOSASIH" (2)



-Bagian Kedua-
(Ditulis pada hari Selasa, 28 Mei 2013)

Masjid  "BIER ALI", Dzul Hulaifah, Madinah



Wa azzin fin-naasi bil-hajji ya’tuuka rijaalaw wa ‘alaa kulli daamiriy ya’tiina min kulli fajjin ‘amiiq” (QS Al-Hajj 022 : 27)
Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, maka niscaya akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus, yang datang dari seluruh penjuru yang jauh....”

(Konon pada saat Nabi Ibrahim AS -atas perintah Allah Swt- menyerukan ajakan haji tersebut, maka sahut menyahutlah umat manusia -meski belum terlahir kedunia-. Dan barangsiapa yang menyahut seruan itu, maka -dikelak kemudian hari-  ialah yang akan mendapat ‘panggilan’ untuk datang ketanah suci)


Masjid “Pohon” yang punya banyak nama

     Ada yang mengatakan jaraknya tepat persis 11 (sebelas) kilometer -tidak lebih tidak kurang- dari kota Madinah al-Munawaroh. Terletak didaerah yang bernama Dzul Hulaifah, ada sebuah masjid yang sangat terkenal dan juga bersejarah (selain Masjid Nabawi). Seluruh jamaah haji ataupun umroh pasti mengenal masjid yang satu ini. Diluar musim haji jarak tersebut dapat ditempuh hanya sekitar 10 – 15 menit saja dengan berkendaraan mobil dari kota Madinah. Namun pada saat puncak musim haji, membutuhkan waktu sampai berjam-jam, karena banyaknya kendaraan (terutama bus besar). Itulah masjid yang terkenal dengan sebutan “Masjid Bier Ali” yang bangunannya (kini) berdiri sangat megah. 

     Nama masjid ini memang bermacam-macam. Ada yang menyebutnya dengan nama masjid “As-Syajaroh” (artinya pohon). Konon sebelum didirikan sebuah masjid ditempat ini ada sebuah pohon yang selalu disinggahi Rasulullah SAW sebelum berangkat umroh atau haji. Dari sinilah beliau mulai memakai ihrom (pakaian yang terdiri dari dua lembar kain tak berjahit) untuk melaksanakan umroh. Karena letaknya didaerah Dzul Hulaifah, maka masjid ini disebut juga dengan nama masjid “Dzul Hulaifah”. 

     Namun yang tersohor dikalangan jamaah haji atau umroh dari seluruh penjuru dunia adalah nama “Masjid Bier Ali”. Mengapa sangat terkenal? Tidak lain karena seluruh jamaah haji atau umroh yang berangkat dari (atau melewati) Kota Madinah menuju Kota Mekkah harus mulai memakai ihrom dari masjid ini. Sehingga masjid Bier Ali ini disebut sebagai MIQAT. Oleh sebab itu masjid ini juga dinamakan masjid “Al Miqat” atau “Al Ihrom”. 

     Semula Masjid Bier Ali hanya kecil saja. Namun menurut Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani dalam bukunya “Sejarah Madinah” (cetakan pertama, 2005) dikisahkan bahwa pada masa pemerintahan Raja Fahd diadakan renovasi besar-besaran yang memakan biaya sampai lebih dari 170 juta Real Saudi. Raja Fahd ini pula yang merenovasi Masjid Nabawi selama hampir satu dasawarsa dengan biaya yang sangat luar biasa besar pula. Saat ini Masjid Bier Ali mempunyai areal seluas 90 ribu meter persegi. Adapun bangunan masjidnya sendiri mencapai 26 ribu meter persegi. Subhanallah.  

     Bangunan masjid seluas itu kini dapat menampung sekaligus sekitar 5000 jemaah  Oleh sebab itu dibutuhkan pula toilet dan kamar mandi yang cukup banyak. Konon jumlahnya mencapai 512 kamar kecil (toilet) dan 566 kamar mandi. Keseluruhan bangunan kompleks Masjid berbentuk empat persegi panjang. Arsitektur bangunan sekitarnya dibuat seperti benteng yang mengelilingi masjid yang terletak pada salah satu ujung dindingnya. 

     Masjid Bier Ali mempunyai kubah bulat setinggi 28 meter dan menara yang menjulang setinggi 64 meter. Ada banyak taman di areal masjid yang ditata sangat indah. Juga banyak lorong yang (pada saat saya berkunjung bulan April 2013) diisi oleh warung atau toko yang menjual aneka cindera mata. Areal parkirnya juga sangat luas sehingga mampu menampung ribuan kendaraan besar dan kecil.

Masuk Masjid Bier Ali untuk yang pertama kali

     Saya sudah beberapa kali pergi ketanah suci untuk berhaji atau umroh. Tapi belum pernah sekalipun saya mengambil miqat dari Masjid Bier Ali. Itu karena saya selalu datang dari arah Jeddah, sehingga mengambil miqat dari daerah yang disebut Qarnul Manazil. Sebenarnya ini adalah nama sebuah bukit yang terletak sekitar 95 kilometer disebelah timur kota Mekkah. Namun Jemaah haji atau umroh yang datang dari arah Asia, termasuk Indonesia disepakati (oleh para ulama) untuk mengambil miqat ini. Konsekwensinya, jemaah haji atau umroh harus mengenakan ihrom saat masih berada diatas pesawat terbang. Yaitu pada saat diperkirakan berada didaerah Qarnul Manazil ini. Biasanya Pilot pesawat akan mengumumkan kepada penumpang saat akan melintasi daerah ini. 

     Selama ini beberapa kali saya hanya melihat masjid Bier Ali sekilas pintas saja dari dalam bus yang melaju kencang melewatinya. Belum pernah satu kalipun saya memasukinya. Tahun 1992 ketika saya menjalankan ibadah umroh Romadhon, saya bahkan belum sampai kota Madinah. Sehingga tidak sempat melihat Masjid Bier Ali. Maklum saya ikut rombongan umroh tamu negara. Jadi rutenya sudah ditetapkan oleh protokol negara. 

     Sewaktu naik haji pertama kali tahun 1992 itu juga, saya mengambil miqat dari Masjid Tan’im, karena sudah berdiam dikota Mekkah beberapa lama. Meskipun saya juga pergi berziarah ke Masjid Nabawi dikota Madinah, namun saya  tidak sempat mampir di Bier Ali. Kali ini karena saya bertugas sebagai anggota TPOH (Tim Pemantau Operasional Haji) 1992 yang hanya bertugas didalam kota Madinah saja. 

     Baru pada saat saya melakukan umroh di akhir bulan April tahun 2013 inilah, saya datang dari arah kota Madinah. Dengan demikian saya harus mengambil miqat di Masjid Bier Ali. Inilah untuk pertama kali dalam hidup saya memasuki areal Masjid Bier Ali. Tapi justru kedatangan saya yang pertama kali ke masjid Bier Ali inilah saya mendapatkan cobaan  yang sangat berat dari Allah Swt.

Galau dihantui bayangan “si flamboyan”

     Sebenarnya ini rahasia pribadi. Tapi terpaksa harus saya ungkapkan, karena saya ingat lagu Koes Plus yang liriknya “mari mari berterus terang” itu.. Sudah beberapa waktu lamanya saya menderita sakit “flamboyan”, eh, maksud saya sakit wasir nding. Tapi memang tidak terlalu berat. Hanya kalau saya lengah memakan masakan yang terlalu pedas saja, si “flamboyan” yang resek itu kambuh (biar agak sopan sedikit saya sebut flamboyan, padahal maksud saya adalah ambeien). Inilah yang menjadi beban pikiran saya sejak sebelum berangkat ke tanah suci dibulan April 2013.

     Saya bayangkan ketika memakai pakaian ihrom, tiba-tiba penyakit itu kambuh! Alangkah malunya apabila dikain ihrom yang putih bersih itu ternoda dengan “darah flamboyan”. Mungkin saja orang-orang yang melihat lalu mencibir:
Eh itu koq ada laki-laki menstruasi?”. Betapa maluku eh malu saya dong deh.

     Oleh sebab itu sejak dari Jakarta saya persiapkan obat khusus ‘flamboyan’ yang biasa diselipkan dilubang ‘pelepasan’. Sebenarnya saya punya resep ampuh untuk mencegah wasir, yaitu daun binahong. Sayang daun binahong tidak tahan dibawa pergi untuk waktu yang lama. Jadi terpaksa memakai obat resep dokter. Tapi hati saya tetap tidak bisa tenang. Belum pernah saya segelisah ini saat akan pergi ketanah suci. Padahal inilah kepergian saya yang kelima kalinya ketanah yang didambakan nyaris oleh seluruh umat muslim didunia.

     Pikiran saya sangat kalut sejak pagi hari pada saat mandi dihotel “Western Al Harithia” Madinah. Ini adalah mandi  sebagai syarat memakai kain ihrom. Berkali-kali saya melihat kekloset untuk meyakinkan diri tidak ada tetesan darah. Saya ndremimil (terus menerus) berdoa kepada Allah Sang Maha Kuasa agar penyakit njelehi (menyebalkan) itu tidak datang. Entah kenapa saya tidak bisa yakin. Saya juga heran. Akibat pikiran galau itu, kemudian muncul rasa tidak enak (tapi bukan sakit) diperut dan didaerah pelepasan. Pasti ini gejala ‘sakit’ psikosomatis

     Didalam bus saya sengaja mengambil tempat duduk dikursi yang paling belakang. Ada rasa risih kalau-kalau ada orang memandangi bagian belakang tubuh saya. Semacam rasa ge er begitu. Tapi bukaaaan! Benar-benar senewen saya! Saya duduk meringkuk sendirian. Bahkan saya suruh isteri saya agar duduk agak jauh dari tempat duduk saya. Tentu saja dia protes keras. Tapi saya beralasan mau istirahat menyelonjorkan kaki sembari tiduran.

Mendapat cobaan berat di Masjid Bier Ali

     Tiba di Masjid Bier Ali saya turun dari bis seperti orang linglung. Masjid ini sangat indah, tapi saya sungguh-sungguh baru pertama kali  ini memasukinya. Ada rasa kagum bercampur rasa galau dan sedikit bingung. Kebiasaan saya memotret apapun yang baru saya lihat serentak lenyap pula. Apalagi mendadak saya merasa sakit perut. Tanpa tanya kanan kiri saya langsung mencari tulisan “toilet”. 

     Terus terang saya lebih hafal seluk beluk Masjid Nabawi dan Masjidil Haram yang jauh lebih luas dari Masjid Bier Ali. Itu karena saya sudah sangat sering blusak-blusuk memasuki kedua masjid suci itu. Tapi ketika pertama kali masuk Masjid Bier Ali situasi kejiwaan saya lain sekali. Karena bingung saya jadi kehilangan orientasi. Sesuatu yang sangat jarang sekali saya alami. Selama ini saya tidak pernah tersesat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi  yang pintunya sangat banyak.

      Ustad Pembimbing hanya memberikan waktu paling lama sekitar setengah jam untuk melakukan sholat sunah tahiyatul masjid dan sholat sunah (memakai) ihrom. Jadi saya bergegas masuk kamar kecil. Hanya ada lobang kakus sederhana saja (seperti kloset jongkok) dan sebuah shower (selang air). Saya nilai secara umum toilet dimasjid ini termasuk cukup bersih.  Saya tuntaskan hajat besar dengan tergesa-gesa. Lega rasanya. Ketika selesai, saya berniat membersihkan diri dengan shower yang ada. Seperti biasa ditanah Arab, disiang hari (bahkan kadang sampai malam hari) air toilet dimana saja rasanya hangat. Bahkan terkadang cukup panas. Mungkin tandon airnya dari logam. 

     Diluar dugaan air shower ternyata panas sekali. Saya agak kaget dan ketika itulah saya menyadari ada darah yang mengucur deras! Saya terkesiap. Bingung campur panik. Sambil meminta ampun dan berdoa kepada Allah SWT (padahal seharusnya tidak boleh berdoa dikamar kecil, kecuali ketika mau masuk atau keluar) saya semprotkan air panas itu untuk mencoba menghentikan perdarahan. Saya singkapkan keatas kain ihrom agar tidak terkena darah yang mengucur deras.



bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar