Kamis, 07 Juni 2012

"DARI PAGILARAN SAMPAI GARAHAN" ( 3 )


GOOD BYE  PAGILARAN....

(KISAH TOUR ‘WISKUL’ PESBUKERS LANSIA)

 Numpang nampang dengan latar belakang Bukit Pagilaran
-Bagian Ketiga-


Diskusi ditengah malam......

     Menjelang pukul setengah sebelas malam acara bebas berisi gelak tawa, nyanyi dan jogedpun berakhir. Grup pesbukers lansia kembali ke Villa Alamanda II. Meski malam semakin larut dan dingin semakin membalut, perbincangan semakin ‘maut’. Mengambil tempat di ruang tamu, para tamu lansia dari Jakarta ditemani tuan rumah langsung terlibat diskusi lebih dari serius. Masing-masing tanpa tedeng aling-aling saling menumpahkan isi hati. Barangkali terbiasa diskusi didunia maya hanya melalui pesbuk, curhat malam ini terasa lebih intens. Saling menanggapi dan saling memberi solusi.  Tak disangka tak dinyana bahwa pertemanan didunia maya menjadi sedemikian erat setelah bersua muka. Bak membaca sebuah buku, maka semua sudah saling maklum dan faham isinya. Ini suatu kondisi yang bagi saya (entah buat yang lainnya) sangat luar biasa. Bayangkan, tiba-tiba saja semua merasa sudah seperti saudara.
     Diskusi tanpa moderator itu tampak akan berakhir ketika satu persatu para lansia mulai menguap. Dimulai dari Pakde Bagio yang pamit mundur lebih dahulu. Maklum kebiasaan wong nJember memang tidur sore-sore. Lalu priyayi Tangerang yang asli Yogya juga lengser keprabon. Tinggal saya, bu Tuti dan sepasang lansia alumnus AUP Jakarta yang ternyata tangguh walau sudah sepuh. Taruna AUP geeetuuu lhooooh.....
     Saya memang biasa tidur larut, sekalian menunggu saat sepertiga malam datang. Namun mengingat besok masih ada acara yang digelar pagi sekali, maka diskusipun terpaksa dihentikan dan semua masuk kekamar. Saya lirik jam didinding menunjukkan waktu pukul 2.30 dinihari!

Selasa, 8 Mei 2012. Suatu pagi di Pagilaran...

     Usai sholat Subuh saya keluar kamar. Praktis saya hanya tidur 2 jam saja. Ruang tamu masih sepi, maklum belum pukul 5 pagi. Cuaca Pagilaran pun masih remang-remang. Tapi udaranya sungguh sangat segar. Atmosfer seperti inilah yang menjadikan Pagilaran banyak dikunjungi wisatawan lokal. Sesuatu yang mustahil ditemui dikota. Saya merenung, seandainya kota-kota besar mempunyai hutan kota yang lebih banyak lagi. Mungkin udaranya juga akan lumayan segar. Meski tak sesegar udara perbukitan seperti kebun teh Pagilaran ini. 
    Pukul 6 pagi semua sudah siap tempur dalam balutan kaos batik seragam hadiah dari bu Tuti.  Karena sopir diijinkan pulang kerumahnya, maka pagi itu saya jadi ‘sopir tembak’nya. Mungkin bukan karena paling muda usianya. Tampaknya semua percaya saya pengemudi handal, itu soalnya. Mobil saya larikan menuju lapangan olah raga didepan Gedung Pertemuan semalam.  Tapi belum tampak sebatang pun hidung para peserta Bimtek. Mungkin semua masih rapat berselimut dikamar masing-masing. Daripada bengong menunggu, lebih baik JJP dulu. Jalan jalan pagi diperbukitan dengan hamparan kebun teh seperti ini tidak setiap hari bisa dinikmati.
  Pagilaran memang tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 1.000 – 1.500 meter saja ketinggiannya dari permukaaan laut. Oleh sebab itu suhu udaranya juga hanya sejuk, sekitar 15 – 18 derajat  Celcius pada malam hari. Jadi tidak membuat orang menggigil kedinginan. Aroma daun teh menyeruak keluar dari pabrik yang rupanya bekerja 24 jam sehari. Segar dan menerbitkan selera minum teh yang konon pohonnya tidak pernah disemprot pestisida itu.
      Ada jalan cukup bagus yang melintasi pabrik menuju puncak bukit Pagilaran. Itulah jalan yang sehari-hari dilewati kendaraan yang mengangkut karyawan dan para pemetik teh. Jalan yang menanjak tidak terlalu curam itu bisa jadi jogging track yang lumayan bagus juga. Namun mengingat usia, para lansia memutuskan untuk jalan santai saja sembari menikmati pemandangan indah yang ada. Bu Bidan alias bu Dokter ternyata juga menginap dilain villa. Pagi ini beliau turut gabung jalan-jalan pagi sambil cekakakan sepanjang jalan.
     Manajemen PT Pagilaran (dari Fakultas Pertanian UGM) rupanya juga sadar lingkungan. Kiri kanan jalan dihiasi tanaman bunga yang kembangnya merekah warna warni. Beberapa pohon langka dan tua dipelihara dengan apiknya. Seperti layaknya perkebunan tinggalan penjajah Belanda lainnya, di Pagilaran juga terdapar rumah besar ditengah-tengah kebun teh yang dulu biasa disebut rumah “Ndoro Sinder”.
     Tepat diseberang pabrik teh terdapat sebuah gardu listrik yang biasanya dihiasi tulisan “levens gevaar” yang selalu diterjemahkan dengan “sing ngemek mati” itu. Disinilah ide usil Pakde Bagio, para lansia pria diminta untuk berpose dengan latar belakang gardu listrik itu sembari....memeletkan lidahnya! Katanya biar kelihatan kalau para bapak-bapak lansia itu disetrum sampai melet-melet (keluar lidahnya), itu kata Pakde Bagio.
   Pukul setengah tujuh pagi diputuskan untuk kembali kelapangan olah raga. Disana tampak dua instruktur senam sedang sibuk mempersiapkan peralatan sound system dan lain-lainnya. Tapi masih tetap belum tampak satupun peserta yang akan ikut senam. Udara dingin rupanya bisa mengalahkan disiplin. Terutama bagi kaum muda. Masalahnya yang lansia saja sudah bangun semua. Bahkan sudah selesai jalan jalan pagi.
    Akhirnya senam pagi dimulai dengan peserta ala kadarnya.
“Mari kita mulai senam. Mau dimulai dengan senam jantung sehat atau aerobik?” salah seorang instruktur wanita yang berpakaian cukup seksi bertanya setengah berteriak.
“Senam aerobik sajaaaa...” terdengar jawaban lantang dari arah belakang. Itulah suara perkasa dari Jember. Saya menggerutu dalam hati, sudah lansia begini koq maunya senam aerobik. Mbok ya mulai dari senam jantung dulu. Kan cocok buat para lansia. Tapi terlambat. Sang instruktur sudah mulai memimpin senam aerobik dan musik sudah mengalun menghentak tubuh.
    Keberatan saya terbukti. Hanya mereka yang berusia relatif muda yang sanggup bertahan mengikuti senam aerobik itu. Para lansia sudah mulai kendor, bahkan bergerak sekedarnya saja. Asal tampak bergerak. Yang mengejutkan adalah, ternyata Pakde Bagio malah senam sendiri, sesuai kehendak hatinya. Bahkan kadang-kadang hanya berdiri malangkerik saja. Woooo...dasar provokator. Yang usul senam aerobik tadi ya siapaaaa???

Sayonaraaa Pagilaran......

     Selesai senam rombongan kembali ke Villa Alamanda. Bu Endang katut. Padahal beliau jelas belum mandi. Sarapan dengan lauk kuluban, opor ayam dan iwak peyek sudah menanti. Tanpa menunggu mandi, sarapan disikat. Ruang tamu gegap gempita dengan canda. Maklum sekarang perut sudah diisi.
     Sekitar tengah hari para tamu lansia digiring lagi menuju.....ruang makan!! Kini ke ruang makan khusus Panitia di Villa dimana bu Endang menginap. Pakde Bagio makan dalam kondisi ‘kemrungsung’, tidak tenang. Maklum sehabis makan beliau sudah ditunggu peserta untuk tampil sebagai pembicara sekaligus tutor untuk “senam tawa”. Ini senam khusus yang sangat dikuasai oleh Pakde, pantes kalau beliau selalu tertawa-tawa. Hahahahahahaha......
      Siang itu sesudah perut kenyang terdengar gelak tawa membahana. Namanya juga sesi “Senam Tawa”. Pakde Bagio dengan ‘semangat 45’ memperagakan jurus-jurus tertawanya. Beberapa peserta wanita terpingkal-pingkal, sampai ada yang melarikan diri ke....kamar kecil, saking keterusan tertawanya.
    Lalu tibalah saatnya meninggalkan Pagilaran. Walau hanya semalam, kenangan yang terpateri ternyata membekas begitu dalam. Saatnya rombongan pesbukers lansia harus pergi meninggalkan Pagilaran. Tentu masing-masing dengan kenangan manisnya sendiri. Sebelum masuk ke mobil ternyata ada bingkisan madu dari “Juragan Madu” mBanyu Putih. Masing-masing mendapat dua botol madu. Sudah jelas yang dibotol itu bukan madu ASELI. Siapa yang berani menerima resiko dapat bingkisan “MADU ASELI”? Minta gegeran apa? Pakde Bagio yang tinggi besar saja pasti tidak akan berani. Sebab bisa terjadi kasus kaleng ‘grombyangan’ setiap hari.
     Menjelang asar dua mobil bergerak meluncur turun kekota Pekalongan. Meninggalkan perbukitan kebun teh Pagilaran yang asri.  Hamparan kebun teh membuat Pakde Bagio mencari-cari, siapa tahu sang pemetik teh yang kemarin jadi model fotonya masih ada disana. Harapan yang sia-sia, tentu saja. 
Siapa sih yang mau memetik teh di siang ndrandang begini.    
Da ada saja sampiyan Pakde.......


bersambung.......

1 komentar: