(dari draft buku: "Catatan seorang mantan Ajudan" oleh mastonie)
Tulisan bersambung (54)
Singgah di Frankfurt, beli stelan “Kaos Hanoman”.
Seperti telah saya sebutkan, selama menjabat sebagai Menko Kesra, Pak Pardjo sering sekali mendapat perintah untuk mewakili Presiden Soeharto guna menghadiri undangan resmi dari Pemerintah Negara Sahabat.
Bulan September 1988 adalah Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Rakyat Demokrasi Korea (Utara) yang ke 40.
Presiden Soeharto diundang oleh Presiden Kim Il Sung untuk hadir pada Peringatan 40 Tahun Kemerdekan Korea Utara itu sebagai Tamu Negara. Dan Pak Harto menunjuk Menko Kesra untuk mewakili Presiden RI yang berhalangan hadir pribadi pada acara tersebut.
Pyongyang (Ibukota Korea Utara) sebetulnya relatif dekat jaraknya dari Jakarta kalau ditempuh melalui Beijing (RRC). Sayang pada tahun 1988 itu hubungan diplomatik RI – RRC masih dalam keadaan ‘dibekukan’ (sejak peristiwa kudeta G.30.S/PKI tahun 1965).
Oleh karena itu Pak Pardjo lalu memutuskan untuk menuju Pyongyang dengan melalui Frankfurt (Jerman Barat) dan Moskow (Uni Soviet, kini Rusia).
Rute perjalanannya akhirnya memang menjadi sangat jauh, karena selain harus memutar juga harus mampir ke beberapa Negara.
foto: google
Hari Minggu malam tanggal 4 September 1988 dengan menggunakan pesawat Jumbo Jet KLM, “Delegasi RI” bertolak menuju Frankfurt. (Sebetulnya pada masa itu ada semacam ‘imbauan’ atau bahkan “Juknis” dari Sekretariat Negara, bahwa semua Pejabat Negara yang pergi keluar negeri harus memakai pesawat Garuda, kecuali rute tersebut tidak ada dalam daftar tujuan penerbangan Garuda. Dan Pak Pardjo menggunakan ‘celah kecil’ ini untuk memakai maskapai KLM dan Lufthansa)
Adapun yang disebut sebagai “Delegasi RI” itu sebenarnya hanya terdiri dari empat orang saja: Menko Kesra Soepardjo Roestam, Ibu Soepardjo, Bapak Andi Syamsu (Pejabat Deplu) dan saya sendiri.
Senin pagi waktu setempat pesawat mendarat di Bandara Internasional Frankfurt am Main, nama resmi kota terbesar kedua di Jerman yang terletak ditepi sungai Main ini.
Kita hanya singgah sebentar saja (stop over) di Bandara Frankfurt untuk selanjutnya nanti berpindah ke pesawat Airbus Lufthansa menuju Moskow. Karena Bandara terletak 12 kilometer dari kota, maka Pak Pardjo memutuskan untuk menunggu saja di Bandara sambil berkeliling melihat toko-toko ‘duty-free’ yang ada di Bandara. Saya agak ragu- ragu berbelanja disini, karena menurut cerita Pak Agah, staf lokal KBRI yang menjemput, Frankfurt termasuk salah satu kota yang termahal didunia. Saya hanya mengikuti Pak Pardjo melihat-lihat ketoko alat olahraga. Beliau akhirnya memutuskan untuk membeli satu stel pakaian dalam untuk musim dingin, yang di Indonesia dikenal sebagai ‘kaos hanoman’, karena warnanya yang putih. Tiba-tiba saya teringat bahwa saya juga belum punya pakaian pelapis untuk mengurangi hawa dingin di Moskow maupun di Pyongyang nanti. Jadi walaupun harganya agak mahal, saya ikut membelinya juga. Pak Pardjo saya lihat juga membeli beberapa kotak coklat. Frankfurt (Jerman) memang terkenal dengan coklatnya yang lezat dan berbentuk aneka warna.
Saya tertawa dalam hati, jauh-jauh terbang ke Jerman hanya untuk beli sepasang “kaus hanoman”. Sampai kini kaus itu masih ‘eksis’, hanya warnanya sudah berubah jadi putih kekuningan.
Siang itu juga rombongan meneruskan perjalanan ke Moskow dengan menggunakan pesawat Airbus A-310 milik Maskapai Penerbangan Lufthansa. Inilah saatnya pertama kali saya terbang menggunakan pesawat buatan pabrik pesawat terbang gabungan dari empat Negara, Prancis, Jerman, Spanyol dan Inggris. Airbus A-310 yang terbang pertama kali tahun 1983 dilengkapi dengan dua mesin turbofan buatan Pratt & Whitney, berpenumpang sekitar 210 orang dengan jarak tempuh mencapai sekitar 5.300 kilometer. Konon sistem kemudi fly by wire nya ikut dirancang oleh Prof. Dr. Ir. Habibie, ilmuwan putra bangsa Indonesia.
bersambung.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar