(dari draft buku: "Catatan seorang mantan Ajudan" oleh mastonie)
Tulisan bersambung (82)
Released by mastonie, Sunday, July 11, 2010 at 02.41 pm
Melihat istana yang paling membuat "iri" di benua Eropa
Saya 'nampang' didepan Istana Versailles
Hanya butuh waktu kurang dari 20 tahun (dimulai sejak tahun 1624), sebuah hutan rimba dimana Sang Raja berburu mangsa didaerah Versailles (Chateau de Versailles) milik Raja Louis XIII disulap jadi sebuah Istana. Dan Istana nan megah itupun lalu disebut orang dengan nama daerahnya:
“Palais du Versailles” (Istana Versailles).
“Palais du Versailles” (Istana Versailles).
Luas Istana ini tak terkirakan. Butuh tenaga ekstra kuat agar bisa berjalan kaki berkeliling keseluruh bagian dan ‘pelosok’ Istana. Yang saya sebut sebagai pelosok itu adalah taman-taman yang banyak dibangun diluar Istana. Kalau memaksakan diri untuk melihat semuanya dalam waktu hanya satu hari saja, dijamin pasti ‘gempor’. Tidak gempor, uang kembali.
Dihari Selasa menjelang siang, tanggal 3 Maret 1992, yang cuacanya sejuk itu, pengunjung sudah antri panjang sekali untuk bisa membeli tiket masuk Istana. Keraguan saya (untuk masuk dalam antrian) terhibur melihat pemandangan yang terhampar didepan mata. Sebuah ‘kelompok’ bangunan kuno dengan bentuk arsitektur indah, yang (sayangnya) dibatasi dengan pagar keliling dari jeruji besi. Jadi inilah Istana Versailles yang terkenal itu. Tapi entah kenapa dimata saya ia tampak seperti sekelompok gedung indah yang di kerangkeng.
Ketika akhirnya tiket masuk Istana sudah ditangan, rasanya “separuh semangat saya” telah terbang. Karena terlanjur capek antri. Tapi sudahlah, ini sebuah kesempatan langka. Jadi harus dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Apalagi waktu sangat terbatas. Maka saya kumpulkan lagi ‘serpihan’ tenaga yang terserak untuk mulai masuk menjelajahi Istana yang konon paling membuat iri bangsa lain diseluruh benua Eropa ini. Saking indah dan luasnya.
Saya sudah pernah mengunjungi Istana Petrodvorets yang dibangun oleh Tsar “Peter the Great” di Leningrad. Walaupun sama-sama indah, tetapi saya kira Istana Kaisar Rusia itu tetap kalah besar dan kalah luas dari Istana Raja Perancis ini.
Selain bangunan utama Istana, masih ada lagi gedung-gedung bertingkat dengan banyak kamar (sekarang mungkin bisa disebut sebagai ‘apartemen’) yang saling terpisah namun tetap berada dalam satu kelompok dengan Istana.
Bila dilihat dari jauh, Istana Versailles memang tampak sebagai bangunan bertingkat yang mempunyai banyak sekali pintu dan jendela berukuran besar.
Adapun masing-masing gedung besar bertingkat itu diberi nama dengan nama para Dewa dijaman Romawi Kuno, disesuaikan dengan tema lukisan mahakarya dari pelukis terkenal yang terdapat dilangit-langitnya.
Walau bagaimanapun bangunan utama Istana tetap merupakan bagian yang terindah dari Istana Versailles. Pilar-pilar berukuran besar yang menyangga langit-langit berhiaskan lukisan-lukisan sangat indah, langsung menyambut kedatangan para pengunjung.
Saya terpesona bukan hanya karena indahnya lukisan saja, tapi sambil membayangkan bagaimana kira-kira dahulu (sebelum ada ‘forklift’) para pelukisnya bersusah payah menorehkan kuasnya dilangit-langit sehingga bisa menampilkan lukisan yang sangat indah dengan begitu realistis, nyaris sempurna. Hasil karya mereka sungguh sangat spektakuler.
Saya terpesona bukan hanya karena indahnya lukisan saja, tapi sambil membayangkan bagaimana kira-kira dahulu (sebelum ada ‘forklift’) para pelukisnya bersusah payah menorehkan kuasnya dilangit-langit sehingga bisa menampilkan lukisan yang sangat indah dengan begitu realistis, nyaris sempurna. Hasil karya mereka sungguh sangat spektakuler.
Dan langit-langit yang penuh dengan lukisan sangat indah ini mendominasi nyaris seluruh bangunan di Istana Versailles.
Ada sebuah ruangan di Istana yang membuat saya jadi persis ‘orang kampung’, bahna terkagum-kagum. Mungkin mirip cerita "Si Kabayan saba kota". Saya seperti tersihir pesona keindahannya, sehingga dengan nekat saya putuskan untuk ‘numpang nampang’ didalam ruangan itu.
Aslinya bernama “Galerie des Glaces” atau “Hall of Mirrors” (Ruang Cermin).
Ruangan sepanjang hampir 75 meter itu dindingnya dipenuhi dengan cermin berbingkai perak yang konon jumlahnya mencapai hampir 400 keping!
Belum menghitung saja saya sudah pusing. Chandelier (lampu gantung) yang menjulur dilangit-langit yang penuh dengan lukisan itu juga berwarna emas keperakan. Sama dengan warna seluruh perabot didalam ruangan itu. Mata saya menangkap keindahan yang tiada tara.
Saya sempat berpikir bahwa pasti Allah telah berkenan menurunkan (walau hanya setitik) rasa keindahanNya kepada para arsitek dan seniman pembuat Istana ini.
Saya sempat berpikir bahwa pasti Allah telah berkenan menurunkan (walau hanya setitik) rasa keindahanNya kepada para arsitek dan seniman pembuat Istana ini.
Saya juga baru tahu kalau para Raja Perancis dijaman dahulu lebih suka tidur di ruangan yang terpisah dari para istrinya. Entah kenapa. Mungkin mereka saling menjaga privasi masing-masing.
Kenyataannya di Istana Versailles ini kamar tidur Raja yang sangat mewah itu memang terpisah dari kamar tidur para istrinya, yang tidak kurang pula citra kemewahannya.
Kenyataannya di Istana Versailles ini kamar tidur Raja yang sangat mewah itu memang terpisah dari kamar tidur para istrinya, yang tidak kurang pula citra kemewahannya.
Tapi memang dasar Raja. Dia memilih lokasi kamar tidurnya tepat ditengah-tengah bangunan Istana. Konon itu melambangkan pusat kekuasaan, karena Raja berada ditengah.
(Kalau menurut pendapat miring saya, dia mau enaknya saja….kan jadi dekat kalau dia mau ‘serong’ kekiri atau ‘serong’ kekanan).
Tamanpun dibuat sangat mempesona.
Waktu sudah menjelang tengah hari, kaki sudah minta dipijat bahna capeknya. Saya usul kepada dokter Muthalib (yang dengan setia menjadi 'guide' pribadi) untuk melihat bagian luar Istana sambil mencari udara segar. Ketika kaki baru mau melangkah keluar, yang tertangkap mata adalah pemandangan yang tak kalah ‘eksotis’nya. Nun dikejauhan tampaklah taman yang luas terhampar dipenuhi dengan kolam dan air mancur.
Dihiasi bermacam patung mulai dari patung manusia, manusia setengah dewa sampai katak dan kura-kura. Semuanya tampak begitu realistis. Nyaris nyata. Luar biasa. Taman-taman itu juga dihiasi dengan pohon-pohon semacam cemara yang dipangkas berbentuk kerucut, juga tanaman perdu hias penuh bunga rupa warna yang ditata teratur diantara taman dengan cita rasa seni yang tinggi. Sangat asri dipandang mata.
Dibangun oleh seorang arsitek kepercayaan Raja Louis XIV bernama Andre le Notre, yang sudah berpengalaman membuat taman selama hampir 50 tahun disepanjang karirnya, Istana hasil karyanya itu bisa disebut sebagai masterpiece (mahakarya) yang nyaris sempurna. Nyata benar bahwa si arsitek telah berhasil mengejawantahkan kemauan keras dan ambisi besar dari Rajanya. Ia telah berhasil mewujudkan impian tentang sebuah bangunan indah buatan manusia yang mungkin tidak terbayangkan dari semula.
Dari sebuah hutan rimba ladang perburuan para bangsawan dan Raja, di’sulap’nya menjadi sebuah Istana Raja yang indah, megah, mewah penuh dengan aura wibawa seorang Raja.
Itulah “Palais du Versailles”.
Sangat pantas kalau badan dunia semacam Unesco memberikan predikat bagi Istana Versailles sebagai salah satu “World Heritage Site”, situs Warisan Sejarah Dunia.
Keluar dari halaman Istana Versailles menuju pulang kerumah Pak Dubes, saya masih tak habis pikir.
Diawal abad 17, bangsa Perancis sudah mampu membangun sebuah Istana yang begitu indahnya. Sementara saat itu di Indonesia barangkali bangsa kita masih sibuk bertempur saling membunuh satu sama lain, diadu bagaikan jengkerik oleh kolonialis Belanda.
Alangkah jauh bedanya.
bersambung.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar