Rabu, 06 April 2011

"NYARIS KEHABISAN NAFAS DI MEXICO CITY"



(dari draft buku: "Catatan seorang mantan Ajudan" oleh mastonie)
Tulisan bersambung (75)


Tampang "Mexicano" gadungan.......
 


Released by mastonie, Sunday, June 20, 2010 at 08.32 pm
       
      Gara-gara tidak menghiraukan anjuran....

Rabu, 12 September 1990, pesawat B-737 American Airlines,  dari kota Caracas mendarat dengan mulus di Bandara International Benito Juarez Mexico City (ibukota Republik Federal Mexico). Ada yang menarik perhatian saya di Bandara ini. Semua penumpang turun di apron (tempat parkir pesawat). Bukannya disambut dengan ‘belalai gajah’, tapi yang tampak sudah menunggu adalah bus-bus gandeng yang akan mengangkut para penumpang keterminal kedatangan, yang jaraknya cukup jauh. Hari sudah agak siang. Seperti biasa kedatangan rombongan Menko Kesra Soepardjo Roestam selalu disambut oleh Duta Besar beserta staf KBRI setempat. Siang itu Bapak David Napitupulu, Dubes RI untuk Mexico (mantan anggota DPR-RI dan Ketua Umum KNPI) beserta Istri juga menjemput secara pribadi ke Bandara. Setelah ikut basa-basi penyambutan sejenak, saya langsung mengerjakan tugas rutin saya. Memeriksa seluruh bagasi bawaan rombongan yang memang menjadi tanggung jawab saya. Dengan membawa luggage checklist saya menuju tempat pengambilan bagasi. Beberapa staf Protokol KBRI menyertai saya. Salah seorang diantaranya berbisik kepada saya:
”Bapak nanti tidak usah ikut mengangkat-angkat barang ya? Pokoknya Bapak tinggal tunjuk saja, kita yang akan urus barang-barangnya sampai dirumah Pak Duta”. 
Walaupun merasa terhormat, tapi saya merasa tidak enak hati juga. Masa iya tamu ‘ongkang-ongkang’ kaki saja. Lagipula itu bukan gaya saya. Saya selalu mengurus sendiri bagasi Bapak dan Ibu Soepardjo, karena itu sudah menjadi SOP (standard operation procedure). Setelah semua bagasi rombongan terkumpul lengkap dan benar, saya mulai mengangkat koper kecil Bapak dan Ibu Soepardjo yang harus selalu ikut dalam bagasi mobil dimana beliau berada. Dua koper kecil yang tidak terlalu berat sebetulnya. Tapi lagi-lagi Staf Protokol KBRI menyela:
”Maaf pak, tinggalkan saja koper-koper itu, biar kami yang mengurusnya. Bapak tinggal perintah saja koper itu harus ditaruh dimana”.
Saya bersikukuh memegang sendiri dua buah koper kecil itu. 
“Kalau bapak bersikeras angkat-angkat sendiri, saya tidak jamin lho kalau bapak nanti kehabisan nafas” katanya setengah bergurau.
Welhadalah, saya merasa seperti disepelekan. Saya kehabisan nafas? Belum tahu dia, kalau ini pekerjaan saya sejak “jaman purbakala”! Ketika tahu saya tetap bersikukuh membawa sendiri dua buah koper kecil itu, mereka akhirnya tidak berani memaksa.
Jarak antara tempat pengambilan bagasi dan ruang tunggu VIP Bandara Mexico City lumayan jauh. Saya berjalan seperti yang biasa saya lakukan. Dengan langkah pendek tapi cepat. Saya tak boleh membiarkan Pak Pardjo menunggu terlalu lama. Baru setengah jalan tiba-tiba nafas saya agak sesak. Wah, tidak biasanya saya cepat lelah begini. Ada yang tidak beres nih dengan tubuh saya. Jangan-jangan karena sudah hampir sebulan meninggalkan tanah air, ada akumulasi kelelahan yang berakibat negatif pada tubuh saya.
Sampai didekat ruang tunggu VIP nafas saya semakin sesak. Ditambah rasa sedikit pusing dan mata mulai nanar. Saya cepat-cepat menuju mobil yang akan dipakai Pak Pardjo dan Pak Dubes, untuk memasukkan dua koper kecil kedalam bagasi mobil. Kepala saya mulai bertambah puyeng. Keringat dingin bercucuran. Mungkin wajah saya juga berubah menjadi agak pucat. Melihat kondisi saya yang ‘tidak biasa’, Staf Protokol yang tadi memperingatkan saya mendekat lagi:
”Apa kata saya Pak. Kan tadi sudah saya bilang Bapak tidak usah ikut angkat-angkat koper”
“Memang kenapa Pak?” Saya bertanya dengan nafas makin memburu dan sedikit ‘megap-megap’ .
“Mexico City ini letaknya didataran tinggi, ditambah dengan kepadatan penduduk dan polusinya, jadi oksigennya agak tipis. Yang belum biasa tinggal disini kalau banyak bergerak pasti akan cepat kehabisan nafas.”
Astagfirullah. Itu rupanya penyebabnya. Kenapa penjelasan lengkapnya baru diberikan setelah saya ‘megap-megap’? Tapi saya sudah tidak bisa berpikir panjang lagi. Kekurangan oksigen itu membuat seluruh kontrol ditubuh jadi tidak selaras lagi. Kepala saya makin pusing, mata berkunang-kunang. Untung saja saya tidak jatuh pingsan. Staf Protokol itu kembali bercerita, bahwa ternyata ada juga ajudan seorang Menteri yang pernah mengalami hal seperti saya. Dan akibatnya lebih parah dari saya, karena dia ‘sukses’ menjadi pingsan! Padahal dia seorang anggota tentara. 
Dalam hati saya menggerutu dan agak menyesal karena mendapatkan informasi yang sepotong-sepotong, ditambah rasa percaya diri saya yang terkadang memang agak kelewat tinggi.
Rupanya inilah sambutan ‘mesra’ Mexico City terhadap kedatangan saya.
Siang hari itu juga selepas dari Bandara, Pak Dubes mengajak rombongan untuk meninjau Museum di Mexico City.
Didalam mobil Pak Pardjo bertanya kepada saya:
Jij sakit ya Ton?”
“Mboten (tidak) Pak” jawab saya singkat. Padahal kepala saya masih nyut-nyutan.
Pak Dubes langsung tanggap:
“Pasti tadi banyak gerak ya? Hati-hati, disini oksigen sangat tipis. Sekarang istirahat saja. Nanti juga sembuh sendiri”
“Iya Pak Duta. Terima kasih, sekarang sudah agak lumayan” jawab saya.
Ibukota Mexico ini ternyata (pada tahun 1990an) termasuk kota yang berpenduduk paling padat didunia. Apalagi polusi udaranya juga termasuk yang terbesar.

Untuk ukuran kota metropolitan maka pada tahun 1990 itu Mexico City sudah hampir sama macetnya dengan Jakarta. Saya melihat banyak sekali mobil VW kodok maupun Combi disini.   
Ternyata Mexico punya pabrik perakitan mobil VW sendiri. Lucunya banyak VW kodok yang dipergunakan sebagai taksi.
Yang mencengangkan saya adalah, penduduk Mexico ternyata sangat gemar minum softdrink. Konsumsi minuman ringan rata-rata penduduknya konon jauh lebih besar dari air minum biasa. Yang paling mereka sukai adalah merk “CC”. Dimana saja, kapan saja, siapa saja minum….. dia! Para pekerja kantor, pejalan kaki, anak sekolah bahkan kuli bangunan dimana-mana tampak menenteng kaleng atau botol minuman ringan berwarna ungu kehitaman itu. Meski minuman ringan tidak memabukkan tapi ternyata membuat orang ketagihan.




      Acapulco, pantai indah idaman para pesohor…..

Setelah semalam menginap dikediaman resmi Dubes RI untuk Mexico, hari berikutnya Bapak dan ibu Soepardjo diajak Pak David Napitupulu beserta istri untuk rekreasi kekota Acapulco. Kota yang berada disebelah barat daya Mexico City ini adalah pelabuhan alamiah yang jadi tujuan pariwisata. Terletak dipantai Samudra Pasifik, pantai Acapulco adalah daerah wisata yang sangat terkenal dengan atraksi terjun bebas dari ketinggian bukit langsung masuk keair laut Samudra Pasifik. Acara terjun bebas ini dilakukan oleh para pemuda, remaja, bahkan anak-anak dari ketinggian sekitar 15 -20 meter!. Untuk menyaksikan acara yang mendebarkan jantung ini disediakan tempat khusus diketinggian. Tentu kita harus membeli tiket untuk bisa masuk ketempat pertunjukkan yang spektakuler itu.
Pelabuhan alam Acapulco merupakan pelabuhan persinggahan kapal-kapal niaga dari dan ke Panama serta San Fransisco. Begitu masyhurnya pantai Acapulco, sehingga banyak artis film ternama dari Holywood yang sering berlibur di pantai ini. Konon pasangan pengantin baru John F. Kennedy dan Jacqueline L. Bouvier juga pernah menghabiskan masa bulan madunya dipantai indah dipinggir Lautan Teduh ini.
Saya sempat membandingkan dengan pantai dikota Valparaiso Chili yang baru beberapa hari silam juga telah saya datangi. Walaupun sama-sama terletak dipesisir Samudra Pasifik, Pantai Acapulco jelas sudah lebih tertata dan berhasil dengan sukses ‘dijual’ oleh pemerintah Mexico kepada para wisatawan dalam dan luar negeri. Ini terlihat dari banyaknya  jaringan  hotel berbintang dan bertaraf internasional yang berdiri disepanjang pantai. Menurut leaflet yang tersedia dihotel, dalam kurun waktu satu dekade (1980 – 1990) saja, pendapatan rata-rata per tahun pemerintah Republik Federal Mexico dari sektor Pariwisata ini mencapai lebih dari 900 juta dolar AS! Promosi yang gencar dilakukan Dinas Pariwisata Mexico sangat terasa di Acapulco. Semua spanduk promosi digelar dengan tampilan mencolok menarik mata. Semua produk kerajinan tangan asli Mexico dijajakan dari kaki lima sampai toko-toko cinderamata dengan cara atraktif. Jangan pulang dari Acapulco tanpa membawa topi “Sombrero” (dari kata bahasa Spanyol ‘Sombra’: terlindung). Ini adalah topi lebar tradisional khas Mexicano, yang lingkarannya bisa sampai 60 sentimeter. Biasa dipakai para penduduk Mexico (dan Spanyol) untuk melindungi kepala dari sengatan  matahari dimusim panas. Konon topi para “cowboy” (gembala sapi) di Amerika terinspirasi dari topi Sombrero yang telah dimodifikasi sesuai selera orang Amerika. Bagi anda yang suka minum minuman keras, jangan lupa pula mencoba minum “Tequila” (arak Mexico). Asal jangan sampai anda jadi  “teler”!
Pantai Acapulco nun jauh disana....
Sehari semalam kita berlibur dipantai pelabuhan alam yang indah itu. Tentu saja Pak Dubes tidak lupa menyewa kapal pesiar untuk berkeliling kesekitar pantai dan pelabuhan alamnya. Diatas kapal pesiar kita dihibur pemain musik yang melantunkan lagu-lagu sentimentil ‘a la’ Hawaiian band. Hampir semua lagu dinyanyikan dalam bahasa…..Spanyol! Kerajaan Spanyol dahulu kala rupanya pernah menancapkan kuku kekuasaannya hampir keseluruh benua Amerika dan Amerika Latin. Dan sampai saat sekarang masih meninggalkan bekas-bekas kebudayaan dan bahkan bahasanya.

Pantai Acapulco……..Ah, sungguh sebuah liburan dan hiburan yang sangat mengesankan.
Benar-benar “Unforgettable moment”. Saat yang tak terlupakan.



bersambung.....



Tidak ada komentar:

Posting Komentar