by mastonie on Monday, May 17, 2010 at 10:08am
“Sesungguhnya lidah seorang mukmin berada dibelakang hatinya. (yaitu) Apabila akan mengatakan sesuatu maka ia akan mempertimbangkannya (dahulu) dengan hatinya, baru ia laksanakan dengan lidahnya (bicara). Sebaliknya lidah orang munafik itu berada didepan hatinya. Jika ia menginginkan sesuatu maka ia langsung melaksanakan dengan lidahnya tanpa mempertimbangkan dengan hatinya” (HR. M. Khorothi)
Anda pasti pernah mendengar pepatah ini: “Mulut mu, harimau mu”.
Serem amat sih. Atau seperti lagu ‘jadul’ yang pernah populer dinyanyikan oleh Bob Tutupoly : “Memang lidah tak bertulang”.
Serem amat sih. Atau seperti lagu ‘jadul’ yang pernah populer dinyanyikan oleh Bob Tutupoly : “Memang lidah tak bertulang”.
Ya, keduanya bermakna peringatan akan adanya ‘bahaya mengancam’ yang keluar dari mulut kita.
Konon Rasulullah SAW juga pernah mengingatkan dengan bersabda:
“Jikalau anak Adam (manusia) bangun tidur, maka seluruh anggota tubuhnya akan berpesan kepada lidah (lisan) agar berhati-hati: Wahai lidah (lisan) bertaqwalah kepada Allah dalam membawa kami. Kami bergantung kepadamu, jika kamu lurus, maka lurus pulalah kami. Jika kamu bengkok, niscaya kami juga akan bengkok”. (HR. Tirmidzi).
“Jikalau anak Adam (manusia) bangun tidur, maka seluruh anggota tubuhnya akan berpesan kepada lidah (lisan) agar berhati-hati: Wahai lidah (lisan) bertaqwalah kepada Allah dalam membawa kami. Kami bergantung kepadamu, jika kamu lurus, maka lurus pulalah kami. Jika kamu bengkok, niscaya kami juga akan bengkok”. (HR. Tirmidzi).
Sebegitu pentingnyakah ‘sepotong daging’ yang ada didalam rongga mulut kita itu?
Jawabnya: SANGAT. Kita tahu bahwa lidah merupakan salah satu organ ‘vital’ bagi manusia. Karena hanya dengan lidah kita bisa merasakan nikmatnya makanan atau minuman yang kita santap. Lidah adalah indera pengecap yang merupakan anugerah Allah Swt dan merupakan benda yang begitu istimewa buat kita .
Hanya lidah yang mempunyai kemampuan untuk merasakan bahwa rasa gula itu manis, garam asin dan jamu itu pahit. Bisa anda bayangkan kalau manusia tidak punya lidah. Selain tidak dapat merasakan nikmatnya makanan, ia juga pasti tidak akan bisa berbicara.
Pentingnya menjaga lidah
Nah. Disinilah letak duduk perkaranya mengapa kita harus menjaga lidah kita. Karena apa? Karena -seperti kata pepatah diatas tadi- lidah kan ‘tidak bertulang’. Lunak dong kalau begitu? Memang. Saking lunaknya, lidah bisa dipergunakan untuk memutar balikkan kata-kata, bahkan bisa ‘memelintirnya’. Seperti yang sering dikatakan oleh almarhum Gus Dur, ‘pelintiran kata’ itu niscaya bisa menjadi sangat berbahaya.
Disamping itu, lidahpun bisa menjadi keras, lebih keras dari batu granit. Lidah juga bisa menjadi tajam, sangat tajam, bahkan lebih tajam dari sembilu. Dua hal inilah (keras dan tajam) yang paling sering menimbulkan masalah, yang pada akhirnya juga dapat mendatangkan musibah bagi si empunya lidah.
Orang dikatakan ‘pandai bersilat lidah’, jika ia pintar omong, pandai berdebat dan ahli beradu argumen (seperti layaknya para pengacara). Apakah tidak boleh? Boleh saja. Dengan satu syarat, ‘silat lidah’ nya dilakukan ditempat yang semestinya. Sebab kalau dilakukan ditempat yang tidak seharusnya, bisa jadi masalah serius. Susahnya, sekali kita mengeluarkan kata-kata atau ucapan -tentu dengan mulut dimana ada si lidah-, seyogyanya kita harus dapat mempertanggung-jawabkan apa yang telah kita ucapkan tadi. Kebanyakan dari kita justru seringkali mengalami ‘blunder’ dengan lidah yang hanya satu ini.
Seberapa banyak dendam, sakit hati, bahkan luka jiwa (ini serius, karena orang bisa trauma pada anda, gara-gara kata-kata yang anda ucapkan) dan banyak lagi hal negatif yang bisa timbul akibat kita ‘keseleo lidah’, yang istilah kerennya ‘slip of tongue’.
Jika kata sudah terlanjur terucapkan, akan menjadi sangat susah untuk meralat atau memperbaikinya. Dikalangan masyarakat Jawa bahkan terkenal istilah: “Sabdo pandito ratu”. Maksudnya kurang lebih adalah: pantang mencabut kembali kata-kata yang telah diucapkan. Ini semua hanya untuk menegaskan betapa kita harus berhati-hati dalam berbicara, agar tidak perlu menarik kembali kata yang telah terlanjur diucapkan. Karena kata-kata kita tadi ternyata malah membuat masalah, meskipun sebetulnya bukan hal itu yang kita maksudkan.
Pada masa sekarang ini banyak kita jumpai konflik -vertikal maupun horisontal- yang terjadi disekitar kita hanya gara-gara masing-masing tak dapat menjaga lidah dengan baik. Main ‘silat lidah’ ditempat yang tidak semestinya, seperti yang pernah terjadi antar sesama anggota Dewan yang terhormat itu, misalnya. Dan sebagainya. Memang ada yang bilang: “Diam itu emas” yang konon terjemahan dari pepatah bahasa Inggris: "Silent is golden", ada betulnya juga. Lalu ada juga pepatah lama (yang ini asli Indonesia): “sedikit bicara, banyak bekerja”. (Yang saya yakin kalau pepatah ini pasti tidak bakal berlaku buat para Pengacara dan Politisi).
Didalam ajaran agama Islam sendiri 'DIAM' dianggap lebih baik daripada bicara yang tak tentu rimbanya. Abu Hurairah r.a bersaksi bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda:
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berbicara yang baik atau (kalau ia tidak tahu) lebih baik DIAM" (HR. Tirmidzi dan Muslim)
Tapi jangan salah, kalau anda selalu diaaam saja, jangan-jangan malah ada yang bilang: “Diam itu bego”, karena anda terus-menerus tak pernah mau merespons dengan baik dan sewajarnya atas sesuatu yang sepatutnya harus anda tanggapi. Susah juga ya?
Berhati-hatilah dengan lidah anda
Jadi sebaiknya bagaimana? Ya yang wajar-wajar sajalah kita menggunakan ‘organ vital’ yang ada dimulut kita itu. Pepatah “mulut mu harimau mu” itu sebenarnya adalah peringatan bagi kita agar dapat menjaga tutur kata -yang keluar dari mulut- kita. Karena kalau tidak, ucapan atau perkataan kita bisa menjadi sesuatu yang justru membahayakan orang lain dan berimbas ‘balik’: mencelakakan diri kita sendiri.
Maka sebagai insan yang taqwa kepada Allah Swt, marilah kita terus berusaha untuk selalu ‘jaga kendali mutu’ atas setiap ucapan dan perkataan kita kepada orang lain. Adapun inti dari hadits Rasulullah Saw yang saya kutip diawal tulisan ini adalah: “Berpikirlah dahulu sebelum berbicara”. Bukan sebaliknya.
Namun masih dengan satu syarat: asal saat anda berpikir jangan sampai membuat lawan bicara anda mengantuk menunggu pembicaraan anda. Itu sih namanya ‘telmi’, telat mikir.
Walau bagaimanapun, kita syukuri saja anugerah Allah Swt berupa ‘lidah yang tak bertulang’ ini. Dapatkah anda bayangkan seandainya kita punya ‘lidah yang bertulang’ didalam mulut kita? Malah repot kan?
Bak mengulum sebilah papan. Tak percaya? Coba saja masukkan ‘secuil’ kepingan kayu -yang seukuran lidah- didalam mulut anda. Pasti anda akan kerepotan. Dijamin!
Tapi yang ini ‘just joke’ lho ya. Hanya bercanda.
Kalau kata 'abege' jaman sekarang sih: “Peace man, peace”.
Padahal yang dia maksud: “Santai sajalah bung”.
Tapi yang ini ‘just joke’ lho ya. Hanya bercanda.
Kalau kata 'abege' jaman sekarang sih: “Peace man, peace”.
Padahal yang dia maksud: “Santai sajalah bung”.
Walah! Memang dasar lidah tak bertulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar