Released by mastonie on Friday, May 21, 2010 at 9:37pm
Rasulullah Saw bersabda:
Sesungguhnya Allah berfirman kepadaku:
"Berinfaqlah kamu. AKU akan memberikan ganti kepadamu".
(HR. Muslim dari Abu Hurairah r.a)
Uang yang beredar dilingkungan berbeda
Walaupun dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada tahun pembuatan (Emisi) yang sama, akan tetapi peredaran uang Rp. 1.000,= (terbilang seribu rupiah) dan Rp. 100.000,= (terbilang seratus ribu rupiah) memang harus kita akui berbeda sangat jauh lingkungan dan ‘daerah jelajah’ nya.
Dalam kurun waktu yang lumayan singkat uang seribuan sudah beredar luas diwilayah ‘bawah’ dan kaum marjinal.
Mulai dari pedagang kaki lima, pedagang pasar tradisional, tukang parkir, kernet dan sopir angkot sampai para ‘gepeng’ (gelandangan dan pengemis).
Sedangkan uang seratus ribuan lebih banyak beredar dikalangan ‘atas’ yang lebih elit dan kaum 'the haves' alias kaum berpunya.
'Uang besar' itupun biasa dibelanjakan ditoko perhiasan, pasar swalayan dan pasar modern (supermarket) serta tempat perbelanjaan mewah setingkat Mal.
Oleh sebab itu tidak mengherankan kalau uang ribuan lebih cepat ‘lecek’ dan lusuh. Gara-gara sering berpindah tangan dikalangan ‘akar rumput’. Uang rakyat jelata ini bahkan tak sempat disimpan di dompet (yang juga kumuh) dalam waktu lama.
Sebab kalau disimpan terlalu lama didompet, toh hanya akan bikin penuh dan cuma bikin tebal saja. Padahal nilainya (saat ini) tetap saja tak seberapa. (Apalagi kalau dikurs dengan uang dolar Amerika).
Sungguh sangat lain dengan nasib saudara kandungnya yang bernilai seratus kali lipat itu.
Karena uang ratusan ribu -pada umumnya- beredar dikalangan ‘atas’ -high society-, maka uang orang gedongan dan para elit itu agak lebih awet tampilannya. Jarang yang tampak lusuh atau kusam.
(Harap maklum, ATM yang mengeluarkan pecahan uang "Cepek Ceng" alias seratus ribu rupiah inipun biasanya dihindari oleh orang kebanyakan).
Mulai dari pedagang kaki lima, pedagang pasar tradisional, tukang parkir, kernet dan sopir angkot sampai para ‘gepeng’ (gelandangan dan pengemis).
Sedangkan uang seratus ribuan lebih banyak beredar dikalangan ‘atas’ yang lebih elit dan kaum 'the haves' alias kaum berpunya.
'Uang besar' itupun biasa dibelanjakan ditoko perhiasan, pasar swalayan dan pasar modern (supermarket) serta tempat perbelanjaan mewah setingkat Mal.
Oleh sebab itu tidak mengherankan kalau uang ribuan lebih cepat ‘lecek’ dan lusuh. Gara-gara sering berpindah tangan dikalangan ‘akar rumput’. Uang rakyat jelata ini bahkan tak sempat disimpan di dompet (yang juga kumuh) dalam waktu lama.
Sebab kalau disimpan terlalu lama didompet, toh hanya akan bikin penuh dan cuma bikin tebal saja. Padahal nilainya (saat ini) tetap saja tak seberapa. (Apalagi kalau dikurs dengan uang dolar Amerika).
Sungguh sangat lain dengan nasib saudara kandungnya yang bernilai seratus kali lipat itu.
Karena uang ratusan ribu -pada umumnya- beredar dikalangan ‘atas’ -high society-, maka uang orang gedongan dan para elit itu agak lebih awet tampilannya. Jarang yang tampak lusuh atau kusam.
(Harap maklum, ATM yang mengeluarkan pecahan uang "Cepek Ceng" alias seratus ribu rupiah inipun biasanya dihindari oleh orang kebanyakan).
Hanya mereka yang berkantong tebal dan berdompet bagus (serta bermerk) saja yang gemar menyimpan uang ratusan ribu dalam dompetnya. Kadang malah sampai jutaan rupiah.
Entah untuk gengsi atau entah karena memang tak ada tempat lagi bagi uang receh didompet kalangan ‘the haves’ ini.
Entah untuk gengsi atau entah karena memang tak ada tempat lagi bagi uang receh didompet kalangan ‘the haves’ ini.
Uang mana yang lebih banyak ada didalam kotak amal?
Akan tetapi keadaan seolah-olah jadi terbalik 180 derajat apabila kita lihat uang yang berada didalam kotak-kotak amal.
Baik yang ada di tempat ibadah maupun yang disediakan ditempat tertentu untuk bantuan pembangunan mushola, masjid atau sumbangan korban bencana alam dan lain-lain.
Dikotak yang (biasanya) terbuat dari kaca transparan ini, yang tampak mencolok berada didalamnya adalah sekumpulan uang seribu rupiah dalam berbagai bentuk. Lusuh, kumal, lecek. Hanya sebagian yang warnanya masih ‘jelas’. Kadang terselip juga diantaranya beberapa uang yang bernilai lima atau sepuluh kali lipatnya. Tapi kemanakah gerangan perginya si ‘flamboyan’ yang bernilai seratus ribu itu?
Nyaris tak tampak selembarpun wajah ‘si merah nan menawan’ dikotak-kotak amal itu. Mungkin kalau diambil perbandingannya, bisa seribu kotak berbanding satu, yang didalamnya terdapat “uang elit” itu.
(Maaf, konon uang inipun ‘salah masuk’, karena mungkin si empunya ‘salah ambil’ dari dompetnya. Begitu seloroh atau gurauan orang).
Sesungguhnya, apakah ‘si cepek ceng’ itu begitu congkaknya sehingga enggan bercampur dengan saudaranya 'si seceng' yang (kebanyakan) memang punya wajah 3 KU, KUmuh-KUsam-KUmal itu?
Atau mungkinkah keengganan itu -atau lebih parah lagi mungkin ke tidak relaan- berasal dari sebagian besar orang-orang yang menjadi pemiliknya (yaitu para hartawan, orang kaya dan kaum berpunya)?
Naudzubillah......
Allah SWT yang akan mengganti infaq kita
Saudaraku kaum muslim yang dirahmati Allah Swt, sungguh sangat disayangkan jikalau para hartawan itu masih merasa berat untuk mengeluarkan uang seratusan ribu (yang sampai saat sekarang masih merupakan uang dengan nilai tertinggi di republik ini), dari dompetnya yang indah dan mahal untuk disumbangkan.
Apalagi kalau itu untuk keperluan infaq, sedekah atau amal yang pada hakikatnya adalah untuk meringankan nasib mereka, saudara-saudara kita kaum dhuafa yang masih kurang beruntung hidupnya.
Jadi, misalnya saja kita ambil perumpamaan, andaikata ada ‘balapan’ uang untuk berlomba-lomba masuk sorga, mungkin uang seribuan lusuh ini akan lebih cepat sampai disana serta lebih banyak jumlahnya dibanding rekannya yang seratusan ribu.
Meskipun si 'cepek ceng' itu lebih besar nilainya, lebih cantik dan lebih molek wajahnya.
Wallahu a'lam....
Wahai saudaraku, oleh karena itu ingatlah selalu kutipan sabda Rasulullah Saw diatas:
"Sesungguhnya Allah berfirman kepadaku:
Meskipun si 'cepek ceng' itu lebih besar nilainya, lebih cantik dan lebih molek wajahnya.
Wallahu a'lam....
Wahai saudaraku, oleh karena itu ingatlah selalu kutipan sabda Rasulullah Saw diatas:
"Sesungguhnya Allah berfirman kepadaku:
"Berinfaqlah kamu. AKU (yang) akan memberikan ganti kepadamu".
Sejatinyalah, Allah Swt tidak akan pernah ingkar janji.
Maha Benar Allah dengan segala firman NYA.
Sejatinyalah, Allah Swt tidak akan pernah ingkar janji.
Maha Benar Allah dengan segala firman NYA.
-disadur dari "surel (surat elektronik/email) berantai" yang beredar di internet-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar