(dari draft buku: "catatan seorang mantan Ajudan" oleh mastonie)
Tulisan bersambung (8)
Akhirnya saya “ngemsi” juga….
Dua hari setelah melapor untuk pindah tugas ke bagian Protokol, Saya sudah dicoba oleh Pak Rasiman untuk bertugas mengantar tamu. Bayangkan! Pada waktu jadi pegawai ‘honda’ di Kwarda Pramuka saya biasanya hanya mengurusi Perkemahan Pramuka dan ‘tetek bengek’nya. Kini saya ditugaskan mengantar tamu. Tamu Asing lagi. Kalau saya tidak salah ingat, Tamu asing pertama yang saya antar adalah Duta Besar Amerika Serikat. Didampingi Bapak Roewijo, seorang Staf Protokol senior (yang bahasa Inggrisnya ‘ancur’), saya laksanakan tugas perdana itu. Mungkin laporan Pak Roe kepada Pak Rasiman -tentang hasil kerja perdana saya- semuanya mengenai hal yang baik-baik saja. Soalnya sesudah itu, tugas untuk mengantar Tamu dari luar negeri akhirnya selalu jadi ‘jatah’ saya.
Tapi sesungguhnya yang menjadi impian dan cita-cita saya (karena merupakan hobi saya) adalah bertugas sebagai seorang Announcer/Master of Ceremony, MC atau Pembawa Acara.
Walau bagaimanapun saya tetap tidak bisa mengingkari minat saya terhadap seni “Announcing” (penyiaran), yang sudah lama saya geluti semenjak masih duduk di bangku SMA.
Ketika saya masuk menjadi Staf di Bagian Protokol, ada seorang announcer pria yang handal dan berpengalaman. Dan memang hanya beliau satu-satunya announcer pria yang ada di Bagian Protokol pada waktu itu. Beliau adalah staf Bagian Protokol yang paling senior. Saya diam-diam sering memerhatikan gaya Pak Yadi -nama lengkapnya Abdullah Ayadi- jika sedang bertugas membawakan acara. Sambil diam-diam pula berharap pada suatu ketika saya mendapat kepercayaan untuk menjadi announcer juga. Saya akan buktikan bahwa saya bisa ‘ngemsi’ juga dan mampu menyamai Pak Yadi. Setidaknya dari modal suara saja.
Kesempatan ngemsi itu datang secara tidak langsung. Pada suatu saat ketika ada Upacara Bendera 17-an di halaman kantor Pemda, saya ditugaskan untuk menjadi Petugas Pembaca Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Yang menjadi IRUP (Inspektur Upacara) adalah Pak Wahyudi. Sedangkan Pak Yadi jadi MC nya. Mungkin Pak Wahyudi (dan tentu saja juga Pak Yadi) tertarik mendengar ‘warna’ suara saya di pengeras suara. (Jelek-jelek saya kan sudah lulus jadi Calon Penyiar RRI Studio Semarang. Jadi ‘so pasti’ suara saya terdengar ‘mikrofonis’).
Akhirnya pada Upacara 17-an bulan berikutnya saya dicoba menjadi pembawa acara. Barangkali saya dapat nilai lumayan, karena saya kemudian sering mendapat tugas membawakan acara-acara mendampingi Pak Yadi. Akhirnya Pak Yadi malah menyerahkan (hampir) semua tugas-tugas Pembawa Acara pada Upacara dan event yang penting kepada saya.
Yang mengejutkan adalah bahwa ternyata Pak Wahyudi juga tampaknya terus memantau sepak terjang saya selama bertugas di Bagian Protokol. Sejak saat itu saya selalu mendapat tugas sebagai Pembawa Acara pada Acara-Acara yang penting. Baik yang berskala Daerah maupun Nasional yang diselenggarakan di Jawa Tengah. Acara pelantikan Bupati/Walikota Madya ataupun Upacara-Upacara peringatan hari besar yang dihadiri oleh Bapak Gubernur, hampir dapat dipastikan sayalah Pembawa Acaranya. Harus saya akui bahwa kematangan dan kepercayaan diri saya dalam bertugas sebagai Pembawa Acara, terlatih dan terasah dengan baik di Bagian Protokol Pemda Provinsi Jawa Tengah. Terutama karena Bapak Gubernur Soepardjo sangat memerhatikan acara-acara yang bersifat protokoler. Petunjuk dan terutama koreksi beliau yang kadang disampaikan secara langsung, menjadi cambuk bagi semua staf Bagian Protokol untuk bekerja lebih baik dan lebih baik lagi. Belum lagi -sebagai seorang prajurit- Pak Gub senantiasa memberikan contoh tentang bagaimana disiplin harus ditegakkan. Maklum, disiplin dikalangan pegawai negeri sipil (dimanapun) memang sering kelihatan agak ‘kendor’. Mungkin karena tidak terlatih dengan baik. Apalagi kalau dibandingkan dengan disiplin para prajurit ABRI (sekarang TNI dan Polri), yang lingkungan kerjanya penuh dengan kata yang selalu “siaaap grak” itu.
bersambung.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar