(dari draft buku: "Catatan seorang mantan Ajudan" oleh mastonie)
Tulisan bersambung (30)
by mastonie on Friday, September 3, 2010 at 11:16pm
(Ini hanya sebuah "ceritera latar" yang -mudah-mudahan- bisa menjawab beberapa pertanyaan teman, tentang betapa mudahnya saya bisa pergi "kemana-mana". Namun secara logika saya tetap tidak pernah memercayainya. Wallahu a'lam)
"Ramalan" seorang Kiai.
Dimasa awal karir saya sebagai Ajudan Gubernur Jawa Tengah Soepardjo Roestam, kira-kira sekitar tahun 1979, saya mempunyai pengalaman berjumpa dengan seorang tamu ‘nyentrik’ yang akan menghadap Pak Gubernur di Puri Gedeh. Tamu ini mengaku sebagai seorang Kiai (dari sebuah Pondok Pesantren terkenal di Jawa Timur) yang menurut ‘katanya’ sendiri sangat ahli membaca peruntungan seseorang.
Sewaktu bersalaman dengan saya, ‘Pak Kiai’ itu tampak memerhatikan wajah saya. Kemudian ia meminta saya untuk membuka kedua telapak tangan.
Dengan mimik sangat serius ia seolah sedang ‘membaca’ telapak tangan saya.
Dengan mimik sangat serius ia seolah sedang ‘membaca’ telapak tangan saya.
“Wah sampeyan mesti bersyukur kepada Allah SWT. Sampeyan orang yang sangat beruntung karena akan bisa ‘Njajah desa milang kori’ dan ‘muteri donya’ (keliling dunia)” katanya tak kurang serius.
Saya terkejut mendengar ucapannya yang menurut saya agak ‘keluar garis’ itu. Tapi tetap saja yang keluar dari mulut saya hanya ucapan: “Aamiiin”.
Saya terkejut mendengar ucapannya yang menurut saya agak ‘keluar garis’ itu. Tapi tetap saja yang keluar dari mulut saya hanya ucapan: “Aamiiin”.
Meskipun saya tidak sepenuhnya percaya pada ramalan, tapi siapa tahu waktu itu ada malaikat yang sedang lewat dan ikut meng'aamiiini'. Sehingga -barangkali- saya bisa jadi orang yang benar-benar beruntung seperti kata Pak Kiai tadi. Saya anggap saja ramalan itu sebagai doa.
Tapi saya kaget juga ketika selesai bertemu dengan Pak Pardjo, beliau menghampiri saya lagi.
“Mas, saya punya sabuk yang bisa melindungi dan mendatangkan keberuntungan pada sampeyan” ujarnya bersungguh-sungguh seraya memberikan sebuah sabuk (ikat pinggang) berwarna cokelat terbuat dari kulit. Saya -tentu saja- tak bisa menolak. Saya terima pemberiannya dengan mengucapkan terima kasih.
“Kalau sudah jadi penggede (pembesar), jangan lupa pada saya ya?” katanya berseloroh.
Saya jadi penggede? He he he gede kepala barangkali.
Wong saya jelas cuma seorang kapiten eh, Ajudan saja gitu lho.
Wong saya jelas cuma seorang kapiten eh, Ajudan saja gitu lho.
Sepeninggal ‘Pak Kiai’ saya jadi agak bimbang. Masak iya sebuah sabuk bisa melindungi dan memberikan keberuntungan pada seseorang? Saya merasa ada sedikit bau ‘syirik’ (menyekutukan Tuhan) disini. Walaupun sabuk itu saya peroleh dari seorang yang ‘katanya’ adalah seorang Kiai.
Sampai sekarang sabuk itu tetap saya simpan saja dilemari (bagaimanapun itu adalah sebuah pemberian dari seseorang dan saya anggap saja sebagai amanah). Tapi tak pernah saya pakai walau hanya sekali.
Sampai sekarang sabuk itu tetap saya simpan saja dilemari (bagaimanapun itu adalah sebuah pemberian dari seseorang dan saya anggap saja sebagai amanah). Tapi tak pernah saya pakai walau hanya sekali.
Saya sangat percaya yang bisa memberikan perlindungan dan keberuntungan hanyalah Allah SWT.
Terbukti bisa "Njajah desa milang kori".
(peribahasa Jawa, arti harafiahnya: berkelana kepelosok desa menghitung pintu. Maksudnya: bisa pergi berkelana kemana saja)
Kalau (sekarang) saya pikir-pikir, boleh dikatakan saya memang termasuk salah seorang yang ‘lumayan’ beruntung. Sebab selama masa pengabdian saya sebagai pegawai negeri, saya telah mendapat banyak kesempatan, sehingga bisa pergi kemana-mana. Malah tanpa harus mengeluarkan biaya dari kantong saya sendiri. Semuanya serba 'Abidin' alias Atas BIaya DINas.
Sewaktu masih berstatus sebagai pegawai ‘honda’ (HONorer DAerah) di Kwarda Pramuka Jawa Tengahpun, saya sudah bisa pergi mengunjungi beberapa kota di Jawa Tengah. Bahkan beberapa kota diluar Jawa, untuk ikut (baik sebagai panitia maupun sebagai peserta) perkemahan Pramuka.
Setelah menjadi staf Bagian Protokol, apalagi kemudian ditugaskan menjadi Ajudan Gubernur Jawa Tengah, saya mempunyai kesempatan yang lebih besar lagi untuk pergi berkeliling (tentu dalam rangka dinas) kekota-kota besar maupun kecil yang berada di wilayah Jawa Tengah.
Seluruh ibukota Kabupaten dan Kotamadya di Jawa Tengah (yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 6 Kotamadya) telah saya kunjungi. Masing-masing bahkan lebih dari sekali. Belum lagi kota-kota kecil lainnya.
Seluruh ibukota Kabupaten dan Kotamadya di Jawa Tengah (yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 6 Kotamadya) telah saya kunjungi. Masing-masing bahkan lebih dari sekali. Belum lagi kota-kota kecil lainnya.
Selain itu, karena Pak Pardjo termasuk pejabat yang tidak segan-segan melakukan kunjungan sampai kepelosok desa, sayapun mendapat kesempatan pula untuk ikut dalam kunjungan itu. Daerah terpencil dilereng gunung seperti desa Petungkriyono (terletak dikabupaten Pekalongan), Karangkobar (di Kabupaten Banjarnegara), Kaligesing (Purworejo), Selo (antara Boyolali dan Magelang) sampai daerah didekat perbatasan Jawa Barat (Wanareja dan Dayeuh luhur) dan lain-lainnya.
Bahkan sampai kedaerah atau desa yang terisolirpun pernah saya kunjungi. Semuanya menjadi sebuah pengalaman yang sangat berharga dalam sejarah kehidupan saya. Saya bersyukur kepada Allah Swt, karena menyadari bahwa tidak setiap orang bisa mendapatkan kesempatan seperti yang saya peroleh.
Bahkan sampai kedaerah atau desa yang terisolirpun pernah saya kunjungi. Semuanya menjadi sebuah pengalaman yang sangat berharga dalam sejarah kehidupan saya. Saya bersyukur kepada Allah Swt, karena menyadari bahwa tidak setiap orang bisa mendapatkan kesempatan seperti yang saya peroleh.
Sebagai Ajudan Gubernur, saya juga punya kesempatan untuk mengikuti kunjungan Pak Gub kekota atau daerah lain yang terletak di luar Provinsi Jawa Tengah. Baik yang masih berada dipulau Jawa ataupun diluar Jawa.
Seperti yang telah saya tulis, saya mengikuti Pak Pardjo sebagai peserta Latgab ABRI tahun 1979 di Pekanbaru, Provinsi Riau. Kemudian juga pada saat Latgab ABRI tahun 1981 yang digelar dikota-kota yang berada di 4 atau 5 Provinsi sekaligus, Denpasar Bali, Dili dan Baucau di Timor Timur, Biak di Irian Jaya, Ambon di Maluku dan Makasar (atau Ujungpandang) di Sulawesi Selatan.
Selain daripada itu, Pak Pardjo sebagai Gubernur Jawa Tengah juga sering mengadakan studi banding ke Provinsi lain. Saya tentu saja ikut mendapat kesempatan untuk nebeng (ikut) pergi juga.
Begitulah, dalam kurun waktu sekitar 8 tahun lebih (akhir 1974 sampai awal 1983), saya boleh dikatakan telah pergi ‘njajah desa milang kori’ (pergi keliling kemana-mana) dengan cara ‘abidin’ -atas biaya dinas-.
Seperti yang telah saya tulis, saya mengikuti Pak Pardjo sebagai peserta Latgab ABRI tahun 1979 di Pekanbaru, Provinsi Riau. Kemudian juga pada saat Latgab ABRI tahun 1981 yang digelar dikota-kota yang berada di 4 atau 5 Provinsi sekaligus, Denpasar Bali, Dili dan Baucau di Timor Timur, Biak di Irian Jaya, Ambon di Maluku dan Makasar (atau Ujungpandang) di Sulawesi Selatan.
Selain daripada itu, Pak Pardjo sebagai Gubernur Jawa Tengah juga sering mengadakan studi banding ke Provinsi lain. Saya tentu saja ikut mendapat kesempatan untuk nebeng (ikut) pergi juga.
Begitulah, dalam kurun waktu sekitar 8 tahun lebih (akhir 1974 sampai awal 1983), saya boleh dikatakan telah pergi ‘njajah desa milang kori’ (pergi keliling kemana-mana) dengan cara ‘abidin’ -atas biaya dinas-.
Sebuah kesempatan emas yang harus saya catat secara khusus dalam lembaran sejarah hidup saya. Karena (sekali lagi) belum tentu keberuntungan itu bisa didapatkan oleh semua orang.
Saya haqul yakin bahwa segala sesuatu pasti hanya bisa terjadi atas perkenan Allah SWT.
Saya haqul yakin bahwa segala sesuatu pasti hanya bisa terjadi atas perkenan Allah SWT.
Bagi saya pribadi, kemujuran atau -mungkin- ‘nasib baik’ itu saya anggap selain sebagai sebuah pelajaran dalam hidup, juga sekaligus menguji kadar ketakwaan saya kepadaNya dalam menerima berkah.
Saya sebut sebagai berkah dan bukan karunia, sebab karunia belum tentu membawa berkah. Sedangkan sebuah berkah sudah pasti merupakan suatu karunia dari Allah SWT sang Maha Pencipta. Alhamdulillah.
(Subhanallah. dimasa mendatang dalam tugas pengabdian saya sebagai PNS selama hampir 34 tahun, ternyata saya memang mendapat kesempatan untuk bisa pergi lebih jauh lagi. 'Terbang’ mengunjungi beberapa puluh Negara yang berada diseluruh penjuru dunia. Termasuk beberapa kali pergi ke Tanah Suci, yang akan saya kisahkan pada tulisan-tulisan saya berikutnya. Insya Allah)
bersambung.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar