Senin, 26 September 2011

"ANEKA BOGA PENGGUGAH SELERA" (11)

(Catatan tentang kuliner dari yang biasa sampai yang “aeng-aeng”)
-Bahan dan foto dari berbagai sumber-

Bagian Kesebelas

Ikan Hiu Raksasa ( Lat: Cetorhinus Maximus)


Hewan laut yang masih jarang dikonsumsi masyarakat Indonesia.

     Sesungguhnya perairan Indonesia lebih luas dibanding dengan daratannya. Sekitar lebih dari 70 %  keseluruhan wilayah Indonesia terdiri dari lautan dan atau perairan.
Itu sebabnya Indonesia disebut sebagai Negeri Maritim.
Lautan yang luas itu mengandung kekayaan alam yang sangat luar biasa. Tentu yang terbanyak adalah jenis ikannya disamping biota laut lainnya.
Begitu kayanya, sehingga laut Indonesia mengundang nelayan-nelayan dari negeri jiran untuk ikut menikmati keuntungan dari kekayaan lautnya. Pasti secara illegal, karena mereka menangkap ikan diluar wilayahnya.

     Namun sayang melimpahnya kekayaan hasil laut itu belum dimanfaatkan secara maksimal oleh sebagian besar penduduk Indonesia.
Kecuali hanya dijadikan mata pencaharian utama bagi para nelayan.
Data dari ahli pangan IPB menyatakan bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia yang gemar makan ikan per kapita per tahun masih tergolong rendah. Yang paling tinggi adalah orang Maluku (72 kg/orang/tahun). Sedangkan penduduk Yogyakarta menjadi yang paling rendah konsumsinya terhadap ikan (hanya 5kg/orang/tahun).
Mungkin letak geografis daerahnya ikut mempengaruhi animo masyarakat makan ikan.
Karena semakin jauh letak kotanya dari laut, semakin jarang ikan laut dan dengan demikian semakin mahal harganya. Sehingga tidak mengherankan jika ikan dianggap termasuk kedalam golongan makanan enak tapi ‘mewah’, dibanding dengan tahu dan tempe, misalnya.
     Bahwa ikan termasuk bahan makanan yang mengandung asam lemak omega 3 yang baik untuk melindungi kesehatan jantung, adalah sesuatu hal yang mungkin saja belum diketahui atau disadari oleh masyarakat luas.
Bagaimana mengubah animo masyarakat untuk gemar makan ikan? Pertanyaan yang sangat mudah, tapi sangat sukar dicari jawabannya. Karena masalahnya sangat komplek.
Sangat ironis bahwa keluarga nelayan sendiri mungkin lebih suka makanan instan (siap saji) daripada makan ikan, yang setiap hari tampak didepan mata. Alasannya sederhana saja: bosan tauk?

Laut Indonesia surganya ‘seafood’

     Perairan laut Indonesia sangat terkenal mempunyai begitu banyak jenis dan macam ikan. Hal itu juga diketahui oleh orang luar negeri, terutama para nelayan asing yang gemar main “selonong boy”, maling ikan diperairan kita.
Laut Indonesia memang penghasil bermacam ikan yang punya potensi ekonomi tinggi.
Yang paling mudah didapat dipasar dan relatip murah harganya biasanya adalah: Bandeng (lat: chanos-chanos), yang tidak akan saya bahas lagi disini karena sudah saya kupas habis dalam tulisan saya terdahulu.
Di pasar tradisional juga mudah didapat ikan Tuna sirip biru, Tongkol (lat: Thunnus Maccoyii) atau Cakalang  (lat: Katsuwonus Pelamis). Ketiga jenis ikan itu banyak terdapat diperairan sekitar pulau Sulawesi.

Tuna sirip biru yang berkualitas super biasanya diekspor ke Jepang.
Tuna, tongkol atau cakalang mempunyai tekstur daging sangat padat. Duri hanya terdapat dibagian tengah saja. Di Manado cakalang biasa dibikin rica-rica yang rasanya pedas. Di Jawa tongkol dibuat gulai, demikian juga di Sumatra Barat.


     Kemudian ada Kakap (lat: Lates Calcalifer) baik merah ataupun putih.
Menu paling hot direstoran Padang biasanya adalah gulai kepala ikan (kakap). Walaupun orang Betawi juga ternyata sangat suka makan masakan pedas berlemak dan bersantan ini. Mungkin karena bumbu rempah-rempahnya yang sangat terasa dan asyiknya mencari daging disela-sela tulang kepala ikan itu.
Tetapi jangan salah, gulai kepala ikan (Kakap) itu konon aslinya adalah masakan dari India yang dinamakan Curry (Kari atau Kare). Serdadu Portugis, Inggris bahkan Belanda yang pernah ‘meraja-lela’ di tanah air kita punya banyak sekali anggota pasukan yang berasal dari India. Merekalah yang membawa resep masakan dengan rempah-rempah pekat yang menimbulkan aroma sangat menggoda dan membangkitkan selera itu.

Ingat Kakap tentu ingat Teri. Karena didunia kriminal biasanya ada istilah penjahat kelas Kakap (besar) dan kelas Teri (kecil).
Teri (lat: Stolephorus Commersonii) atau Bilis Eha, adalah ikan yang ukurannya sangat kecil dan hidup berkelompok. Mustahil bisa menangkap ikan ini sendirian. Karena selama ini sudah umum diketahui tidak ada teri yang besar nyali nya sehingga berani kelayapan sendiri dilautan. Namanya juga teri gitu loh!
Jadi ikan itu pasti akan selalu tertangkap bersama ‘geng’ nya dalam setiap razia penangkapan ikan yang dilakukan oleh para nelayan dengan memakai jaring.
Selain dijual sebagai teri basah, teri kebanyakan dijual sebagai ikan yang sudah diasinkan. Walau bentuknya kecil, jangan tanya soal rasanya. Gurih dan kemripik (renyah) kalau digoreng atau dibikin rempeyek. Yang tersohor namanya adalah Teri Medan yang berwarna putih bersih seperti nasi. Oleh sebab itu yang ditemukan diluar daerah seputar Medan lalu disebut sebagai ‘teri nasi’. Harganya juga lumayan mahal.
Kalau di Jawa Tengah (khususnya daerah sekitar Pantura) selain dibuat ikan asin ada yang menjual teri basah dalam kedaan sudah dibuat semacam bulatan sebesar kelereng. Namanya “Blenyik”.

     Dilautan bebas ternyata ada sejenis ikan buas menakutkan yang sejak dulu kala sudah menjadi buruan manusia.
Namanya Hiu atau Cucut (Ingg: Shark, lat: Sphyrnidae).
Padahal ikan ini termasuk jenis karnivora buas yang memakan nyaris semua hewan isi lautan. Kecuali beberapa jenis cucut yang hanya memakan plankton.
Sejak lama hiu diburu untuk tidak saja diambil dagingnya, tetapi yang terutama adalah hati dan siripnya. Daging ikan hiu atau cucut sendiri tidak terlalu disukai, kecuali dibeberapa wilayah yang termasuk daerah penghasil ikan cucut.
Minyak ikan yang terkenal sebagai “Cod Liver” yang kaya asam lemak Omega 3 dan DHA selain berasal dari ikan laut yang lain, juga berasal dari bagian tubuh ikan cucut ini.
Sudah sejak jaman dulu kala, koki bangsa Cina mempunyai resep masakan yang terbuat dari sirip hiu (cina: Hisit). Masakan itu terkenal diseluruh dunia sebagai “Sup sirip ikan hiu” (shark fin soup) yang disajikan di resto internasional ternama dengan banderol harga sangat mahal. Apalagi kalau ditambah dengan sarang burung (dari burung walet, burung layang-layang, Jw: Sriti, Lat: Collacalia Fuciphaga).
                                                                                   
“Kwartet” yang paling banyak dipajang diwarung kaki lima.

     Ada hewan penghuni laut yang bukan termasuk keluarga ikan, tapi sangat disukai oleh manusia (terutama yang tinggal dikota besar) untuk dijadikan santapan.
Antara lain yang sangat terkenal kelezatan dagingnya diseantero dunia adalah Udang.
Termasuk dalam kelas Crustaceae, hewan yang disebut sebagai golongan sefalotoraks (karena kepalanya menyatu dengan dada) ini terdapat nyaris diseluruh bagian dunia dan mempunyai sekitar lebih dari 30.500 jenis.  
Udang selain mempunyai potensi ekonomi sangat tinggi juga terkenal sebagai hewan yang berprotein tinggi. Oleh karena itu mereka yang cenderung punya bakat penyakit hyper cholesterol (kolesterol tinggi), harap hati-hati memakan hewan lezat ini.

Yang terkenal sangat mahal harganya adalah Udang Barong atau Udang Karang (Ingg: Lobster). Adapun yang banyak dijual dipasar dengan harga lumayan tinggi adalah Udang Putih, Udang Api-Api dan Udang Windu serta Udang Galah (dua yang terakhir itu berasal dari perairan tawar, payau, tambak dan kali atau sungai).
Selain itu laut juga menghasilkan Cumi-cumi, atau Gurita (Jw: Nus. Btw; Sotong, Juhi, Ingg: Squid, Lat: Loliginidae). Hewan ber’tangan’ banyak yang pernah sangat kondang karena jadi ‘monster’ dalam film “The Pirates of the Caribbean” ini mempunyai senjata andalan berupa kantong tinta hitam yang siap disemprotkan kapan saja, dimana saja dan kepada siapa saja yang dianggap musuhnya.
Tapi dengan atau tanpa tintapun, cumi-cumi tetap lezat kalau dimasak. Apalagi kalau sudah disajikan direstoran kelas atas dan diberi label nama“Calamari”.

     Ada hewan laut berkaki sepuluh yang termasuk jenis udang-udangan (Lat: Crustaceae)  yang disebut sebagai Rajungan.
Mahluk yang sulit dicari dimana gerangan kepalanya berada ini (hayo siapa yang bisa menemukan kepala rajungan atau Kepiting?) hidup diperairan laut bebas dan tentu saja halal dimakan.

     Namun pernah ada yang memperdebatkan tentang halal atau tidaknya memakan hewan sejenis Rajungan ini. Namanya Kepiting (Ingg: Crab, Lat: Scylla Serrata), yang  hidup diperairan dekat pantai, hutan bakau berair payau dan tambak. Hewan ini sejenis dengan Ketam yang hidup dipematang sawah dan pinggir kali (Jw: Yuyu). Oleh sebab itu dia dicurigai sebagai binatang amfibi yang mampu hidup didua dunia (darat dan laut).
Sekarang sudah ada fatwa ulama yang jelas menyatakan bahwa kepiting termasuk makanan yang halal, karena kebanyakan hidupnya berada diair (laut).
     Hewan laut lain yang populer dan disukai dagingnya adalah Kerang (Ingg: Shell, Oyster, Lat: Ostreidae). Binatang dari kelompok hewan bertubuh lunak (Lat: Mollusca) tapi berlindung dibalik cangkang yang keras ini kerapkali menjadi ‘mitos’, karena dianggap mempunyai semacam zat afrodisiak (perangsang) yang bisa meningkatkan libido (hasrat seks) kaum lelaki.

     Selain ikan laut, kwartet (empat) hewan laut yang saya sebutkan terakhir adalah primadona restoran ataupun warung tenda kaki lima yang menjual sea food (makanan yang berasal dari laut). Nyaris tak ada resto ataupun  warung tenda kaki lima yang berani memasang tanda “Disini tersedia macam-macam sea food”, jikalau tidak menyediakan empat jenis hewan laut yang menjadi hidangan favorit khalayak ramai itu.

     Cumi biasa dimasak dengan cara digoreng, dibakar atau dibumbui asam manis, saos tirem atau saos Padang yang pedas rasanya. Demikian pula dengan Udang ataupun Kepiting. Sedangkan kerang (baik kerang darah atau kerang hijau) yang dijual diwarung tenda kaki lima, biasanya hanya direbus lengkap dengan cangkangnya dengan bumbu seadanya seperti bawang putih dan rimpang (temu) kunci yang diiris tipis. Kerang rebus ini disajikan panas panas dengan ditemani sambal kacang yang diberi campuran nanas parut.  
Kerang juga biasa dibuat menjadi sate (setelah ditumis dengan bumbu kecap) untuk menemani makan soto ayam atau soto Kudus.

     Jangan bertanya dulu tentang resep memasak ikan dan teman-temannya ya?
Akan saya sajikan resepnya tersendiri dalam tulisan berikutnya.
Harap sabar menanti.


bersambung…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar