Senin, 23 Mei 2011

"SHOLAT PINDAH TEMPAT DAN JALAN 'ATRET' DI MASJIDIL HARAM"



(cuplikan dari: “kisah2 spiritual” mastonie)

( 17 )

 Ka'bah dimalam hari


Released by mastonie on Monday, May 23, 2011 at 09.10 pm


Tawaf dan sholat a’la jemaah Timur Tengah..

Bagi anda yang baru pertama kali pergi ketanah suci (entah dalam rangka Umroh ataupun menunaikan ibadah haji), pasti akan terheran-heran bin tersongong-songong menyaksikan aneka tingkah laku para jemaah yang berasal dari segenap penjuru dunia itu. Terutama kalau sedang beribadah di Masjidil Haram.
Jemaah calon haji dari Indonesia terkenal paling banyak jumlahnya. Begitu juga terkenal adab sopan santunnya. Namun demikian jumlahnya masih kalah banyak oleh jemaah calon haji dari Negara-negara Timur Tengah (bila digabung). Mungkin  karena kesamaaan bahasa (Arab), dan jarak yang tak terlalu jauh dicapai dari Negara mereka. Selain itu mereka juga mudah terlihat dari postur tubuhnya yang tinggi besar. Bahkan sampai ke jemaah wanitanya juga punya body yang size nya rata-rata lebih besar dari ukuran badan jemaah Indonesia.
Tapi yang lebih mencengangkan adalah perilaku mereka dalam melakukan ibadah. Banyak hal aneh dan lucu yang saya jumpai. Setidaknya menurut pola pikir dan keyakinan orang Indonesia. Misalnya orang yang sholat tanpa bersidekap. Atau yang sholat dengan wajah menengadah. Ada pula yang melakukan tawaf dengan ‘gegap gempita’ dipimpin oleh seorang mutawif yang membawa tongkat dengan atribut dan bendera Negara masing-masing. Sang mutawif ini biasanya memimpin tawaf sambil membaca doa dengan suara sangat keras. Barangkali untuk mengalahkan suara ribuan jemaah lain yang memang bergemuruh suaranya. Jemaah haji dari Iran atau Irak lebih ‘heboh’ lagi. Sepanjang jalan menuju ke Masjidil Haram mereka berbondong berjalan beriringan sambil mengibarkan bendera Negara maupun lambang lain atau bahkan ‘mengibarkan’ sandal diatas sebatang tongkat seraya berteriak-teriak (dalam bahasa Arab tentu saja). Persis seperti orang sedang unjuk rasa.  Konon hal seperti itu sekarang sudah dilarang oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

Pada suatu siang ketika sedang melaksanakan tawaf sunah, saya menyaksikan seorang jemaah haji yang sedang sholat didepan “Maqom Ibrahim”. Banyak yang salah menafsirkan tempat ini sebagai makam Nabi Ibrahim AS. Padahal bukan. Berbentuk mirip sebuah sangkar burung berwarna emas, didalamnya terdapat sebuah batu dimana terdapat bekas telapak kaki Nabi Ibrahim. Batu bekas telapak kaki Ibrahim, itulah sejatinya arti “Maqom Ibrahim”. Konon inilah sebuah batu ajaib yang dikirim oleh Allah SWT untuk membantu Nabi Ibrahim membangun Ka’bah. Batu (yang disebutkan oleh Ibnu Abbas, RA sebagai batu dari surga) itu berlaku seperti sebuah lift yang membawa Nabi Ibrahim naik turun pada saat membangun dinding Ka’bah. Konon dengan menaiki batu itu pula, Nabi Ibrahim AS melayang keatas bukit untuk menyerukan panggilan berhaji bagi umat manusia, baik yang sudah lahir maupun belum. Barangsiapa pada saat itu menjawab panggilannya, maka kelak (entah kapan) suatu ketika dia akan bisa pergi haji.   Wallahu’alam.
Selain Hajar Aswad, Multazam dan Hijir Ismail, “Batu dalam sangkar” ini termasuk tempat yang paling diminati oleh ribuan jemaah haji maupun umroh untuk didekati. Banyak yang berusaha untuk menjamah, bahkan berusaha memegang batu yang terkurung rapat itu. Ada Askar yang menjaga tempat itu, yang akan melarang jemaah menjamah, apalagi sholat (sunah) didepan tempat yang terletak hanya beberapa meter saja disamping kiri depan pintu Ka’bah. Larangan itu diberlakukan karena apabila banyak jemaah yang berkerumun di Maqom Ibrahim, maka akan mengganggu jalannya jemaah yang sedang tawaf. Tapi larangan tinggal larangan. Buktinya siang itu saya melihat seorang jemaah pria lanjut usia berpakaian gamis putih dengan kopiah haji dikepalanya memaksakan diri sholat didekat Maqom Ibrahim. Entah bagaimana tak ada Askar yang melihat orang yang sholat ditempat ‘verboden’ itu. Tapi tentu saja dia terganggu sholatnya dengan banyaknya orang yang sedang melakukan tawaf mengelilingi Ka’bah.
Disinilah terjadi kelucuan. Pria lanjut usia berjenggot putih itu meletakkan barang bawaannya dihadapannya untuk menandai batas tempat dia sholat. Dia berdiri dengan mengacungkan tangan kirinya lurus kedepan, maksudnya untuk melarang orang lewat didepannya. Sedangkan tangan kanannya bersidekap seperti layaknya orang sholat. Tapi mana ada orang yang peduli dengan ‘larangan’nya itu. Tetap saja orang lewat dihadapannya, karena begitu banyaknya jemaah yang sedang melakukan tawaf. Maka sambil tetap sholat dia sibuk mengibaskan tangan kirinya untuk mencegah orang lewat.  Suatu saat barang bawaan yang ada dihadapannya tertendang oleh jemaah lain yang lewat ditempat itu. Benda semacam tas itu kemudian terus tertendang oleh kaki kaki jemaah lain sehingga makin menjauh dari tempat asalnya. Yang membuat saya geli sehingga hampir tertawa ‘ngakak’ adalah ulah pria nekat itu yang kemudian melakukan tindakan yang (bagi saya) sangat menggelikan. Sambil terus mengacungkan tangan kirinya kedepan dan tetap dalam posisi sedang sholat, dia berjalan miring mengejar barang bawaannya yang makin menjauh. Kaki kanannya berusaha menggapai-gapai miliknya itu, tapi dia bersikukuh tetap tidak membatalkan sholatnya! Akhirnya kaki kanannya berhasil juga menginjak benda miliknya itu, maka berhentilah pengembaraan barang itu. Dan posisi akhir dari lelaki itu meledakkan tawa saya. Pria lanjut usia itu sholat dalam posisi masih mengacungkan tangan kirinya kedepan, sementara kaki kanannya terentang kearah samping depan menginjak barang bawaannya. Dia sudah bergerak sekitar dua meter lebih dari tempat awalnya, tapi dia tetap keukeuh sholat!
Saya tidak tahu apakah sholat (sambil bergerak) seperti itu syah atau tidak. Entah kalau dimasukkan sebagai kategori darurat!


“Atret” (jalan mundur) sambil melambaikan tangan kearah Ka’bah…..

 Tawaf,    foto2 by mastonie
Tawaf Wada’ adalah salah satu wajib haji. Tawaf perpisahan ini harus dilakukan oleh jemaah haji  beberapa saat sebelum meninggalkan kota Mekah al-Mukaromah. Kalau tidak dilakukan maka jemaah haji itu harus membayar Dam. Setelah melaksanakan tawaf wada' para jemaah harus segera meninggalkan Masjidil Haram dan kota Mekah. Tidak boleh lagi tinggal di Masjid apalagi masih bermalam dikota Mekah.
Bersama dengan istri, saya berniat melakukan tawaf wada’ pada hari menjelang keberangkatan menuju kota Madinah al-Munawaroh. Saya sengaja berdiam di Masjidil Haram sesudah sholat subuh, agar setelah hari agak terang bisa melaksanakan wajib haji yang terakhir itu. Kurang lebih pukul enam pagi waktu setempat, saya bersama istri mengambil air wudhu dan bersiap-siap menjalankan tawaf wada’. Cuaca kota Mekah pada pagi hari yang cerah itu cukup dingin. Tapi baru beberapa langkah memasuki pelataran didalam Masjidil haram dimana Ka’bah berdiri dengan megah, saya (maaf) buang angin. Lucunya istri saya juga mengalami hal yang sama. Maka dengan segera saya balik lagi mencari tempat wudhu terdekat. Tapi kejadian yang sama terulang lagi, bahkan sampai tiga kali! Astagfirullah, saya beristigfar memohon ampun atas segala dosa. Saya putuskan untuk kembali saja kehotel (yang hanya sekitar 200 meter jauhnya dari Masjidil Haram) untuk minum obat. Siapa tahu bisa mencegah buang angin yang terus-terusan itu.
Sudah sekitar pukul setengah delapan pagi ketika akhirnya saya bersama istri kembali ke Masjidil Haram untuk memulai kembali tawaf wada’.  Jadwal keberangkatan ke kota Madinah adalah pukul sembilan. Masih ada waktu tersisa sekitar satu setengah jam. Selama ini saya catat waktu untuk tawaf (tujuh putaran) ditambah sholat sunah dua raka’at, kurang lebih satu sampai satu setengah jam. Tergantung keadaan penuh atau tidaknya jemaah yang melakukan tawaf. Jadi saya yakin bisa menepati jadwal waktu. Beruntung pada saat itu saya tidak tahu bahwa kami berdua adalah  jemaah yang paling akhir melakukan tawaf wada’ dalam rombongan kami. Jadi saya tidak merasa terbebani. Berdua dengan istri saya menjalankan tawaf wada’ dengan panduan alat pemutar doa tawaf yang bisa kita dengarkan bersama sambil sekaligus menirukan  lewat stereo earphones. Kemajuan alat elektronika buatan manusia yang sangat memudahkan umat untuk beribadah.
Subhanallah, sekitar pukul setengah sembilan pagi saya sudah selesai melaksanakan shalat sunah dua raka’at sesudah tawaf. Saya selalu berusaha mengambil tempat sholat (wajib ataupun sunah) yang lurus dengan arah multazam. Saya senantiasa meyakini sabda Rasulullah SAW:  
“ Antara Rukun Aswad (sudut dimana terletak Hajar Aswad) dan Pintu Ka’bah, disebut Multazam. Tidak ada orang yang berdoa memohon sesuatu (kepada Allah) di Multazam, melainkan akan dikabulkan permohonannya itu oleh Allah SWT” (HR. Baihaqi dan Ibnu Abbas)
Sebelum meninggalkan Masjidil Haram saya sempat melihat pemandangan yang bagi saya terlihat unik dan menarik. Serombongan jemaah haji (entah dari Negara mana) tampak berbaris rapi meninggalkan Masjidil Haram melalui salah satu pintunya. Kalau hanya berbaris begitu saja tentu tidak aneh. Tapi rombongan ini berbaris sambil ‘atret’ (berjalan mundur)! Semua wajah tampak tak berkedip menatap Ka’bah sambil mulutnya tak berhenti  melantunkan doa. Sesekali mereka melambaikan tangan kearah Baitullah. Saya melihat beberapa orang diantara mereka tampak meneteskan airmata. Pasti airmata haru karena harus berpisah dengan Rumah Allah. Perasaan saya campur aduk. Antara takjub, geli dan tersentuh. 
Beberapa waktu kemudian ketika saya bertanya kepada pembimbing haji Anubi tentang perilaku aneh itu, saya baru mendengar cerita bahwa memang ada ‘ritual’ Tawaf Wada’ semacam itu (harus meninggalkan Masjidil Haram dengan berjalan mundur, karena harus tetap dapat melihat Ka’bah sampai keluar dari masjid) yang dilakukan oleh jemaah haji dari beberapa Negara. 
Tapi ritual itu tidak jelas bersumber darimana dan entah dari aliran apa.  


bersambung…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar