Kamis, 26 Mei 2011

"NABAWI.......MASJID NABI YANG RUUUUARRRRR....BIASAAAA.."



(cuplikan dari: “kisah2 spiritual” mastonie)

( 19 )

 Masjid Nabawi

Released by mastonie on Tuesday, May 26 , 2011 at  1.14 pm


Keindahan sebuah masjid buatan manusia….

Ketika Rasulullah SAW melakukan perjalanan hijrah dari kota Mekah ke kota Yatsrib (kemudian diganti jadi Madinah), beliau sempat singgah sejenak disebuah tempat bernama Quba. Disinilah Rasulullah membangun masjidnya yang pertama, yang kemudian terkenal dengan nama Masjid Quba. 
Begitu memasuki kota Madinah, Rasulullah juga langsung membangun sebuah masjid. Inilah masjid yang kemudian sangat terkenal dengan nama Masjid Nabawi.  
Masjid yang dibangun Rasulullah ditahun pertama Hijrah ini (tahun 621 M) masih sangat sederhana, atapnya yang terbuat dari pelepah kurma hanya setinggi 2,5 meter dengan luas tanah sekitar 35 x 30 meter (1.050 meter persegi) saja. Kiblatnya juga masih mengarah ke Baitul Maqdis. 
Baru setelah kurang lebih 16 bulan kemudian, turun wahyu berisi ayat yang bunyinya:
“Wa min haisu kharajta fa walli wajhaka syatral masjidil-haraam, wa innahuulal-haqqumir rabbik, wa mallaahu bi gaafilin’ammaa ta’maluun”
(dan dari manapun engkau -Muhammad- keluar, hadapkanlah wajahmu kearah Masjidil Haram, sesungguhnya itu benar-benar ketentuan dari Tuhanmu. Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan. surah Al-Baqarah, QS 2:149).
Maka sejak itulah Kiblat Masjid Nabawi lalu diubah oleh Rasulullah, diarahkan ke Ka’bah.  
Sampai saat ini Ka'bah (Baitullah) adalah kiblat bagi  umat muslim  diseluruh penjuru dunia. 
Begitu mulianya Masjid Nabawi sehingga untuk Masjid yang dibuatnya dikota Madinah ini, Rasulullah pernah bersabda:
“Sholat dimasjidku ini lebih utama (afdhol) 1000 kali dibanding sholat ditempat lain, kecuali di Masjidil Haram” (HR. Bukhari). 

Tiang2 Masjid Nabawi                     fotos: mastonie
Dalam perjalanan waktu selanjutnya, tidak kurang dari 8 kali Masjid Nabawi di Madinah mengalami perbaikan ataupun renovasi, bahkan restorasi besar-besaran. Yang terakhir dilakukan restorasi (perbaikan dan penambahan) nyaris total atas perintah Raja Fahd Abd Al-Aziz yang memakan waktu sepuluh tahun (1405 – 1414 H atau 1984 – 1994 M) dan menghabiskan biaya sampai 72 Milyar Real Saudi. 
Setelah restorasi itu, kini Masjid Nabawi mempunyai 27 kubah raksasa yang masing-masing beratnya 30 ton (!) dan 12 payung raksasa yang dipasang di plaza terbuka ditengah masjid. 
Kubah-kubah  raksasa itu bisa digeser, demikian pula dengan payung raksasa yang bisa dibuka dan ditutup sesuai kebutuhan. Semua pergerakan itu dikendalikan oleh operator  secara elektris.
Ketika saya berziarah pada tahun 2007,  Masjid Nabawi  sudah mempunyai lantai dasar seluas kurang lebih 98.326 meter persegi yang bisa menampung 178.000 jemaah. 
Lantai atasnya seluas 67.000 meter persegi, terbagi untuk area shalat seluas 58.250 meter persegi yang dapat menampung 90.000 jemaah. Sisanya yang 8.750 meter persegi dipakai untuk 27 kubah raksasa yang dapat bergeser itu.  
Secara keseluruhan luas area yang bisa dipergunakan untuk sholat adalah 156.576 meter persegi dan bisa menampung 268.000 orang jemaah. Disamping itu masih ada halaman masjid seluas 235.000 meter persegi, dimana area seluas 135.000 meter persegi bisa dipergunakan sebagai tempat sholat bagi 43.000 orang jemaah. Sisanya untuk toilet dan lain-lain.
Jadi anda bisa membandingkan dengan luas awal Masjid pada saat dibangun oleh Rasulullah yang luasnya hanya sekitar 1.050 meter persegi saja. 
(Menurut penuturan teman yang pergi umroh pada tahun 2011, kini seluruh halaman Masjid Nabawi juga sudah dipasangi Payung-payung raksasa seperti yang ada didalam, sehingga pelataran Masjidpun kini sudah ternaungi dari sengatan panas matahari. Subhanallah).
Raja Fahd Abd Al-Azis pastilah seorang yang memiliki selera seni yang tinggi. Interior Masjid Nabawi terbuat dari marmer bermutu tinggi yang didatangkan dari berbagai Negara penghasil marmer berkualitas dunia. Oleh sebab itu interior Masjid Nabawi kini tampak sangat indah dan mengagumkan. 

 "Raudah"

Salah satu tempat didalam Masjid Nabawi yang sungguh sangat indah bergemerlapan adalah  Raudah (arti harafiahnya adalah Taman Surga). Disinilah  terdapat (bekas) Mihrab/Mimbar dimana dahulu Rasulullah dan para Khalifah sesudahnya berkhotbah. 
Di Raudah inilah biasanya para jemaah rela berdesakan antri untuk bisa mendekat guna melakukan sholat sunah didepan bekas mihrab atau mimbar Nabi. Konon doa yang dipanjatkan di Raudah ini akan dikabulkan oleh Allah SWT. Wallahu a'lam.
Untuk menghindari penuh sesaknya Raudah, kini pengurus Masjid Nabawi memberi batas dengan semacam sketsel berwarna putih setinggi pinggang orang dewasa. 
Raudah juga dijaga oleh Askar guna menghindari jemaah yang kadang bertindak diluar batas yang diijinkan oleh syariat agama.

Mihrab Rasulullah
Dibatasi oleh dinding tinggi dan berpintu ukiran sangat indah terdapat bekas rumah ‘Aisyah RA yang kini jadi makam Rasulullah beserta dua sahabatnya:  Abu Bakar, RA dan Umar ibn Khattab RA
Para jemaah kini hanya boleh berdoa sambil melewati pintu makam Rasulullah saja.  
Pada tahun 1992 ketika saya menunaikan ibadah haji yang pertama, saya masih sempat menyaksikan jemaah berdesakan menempel dipintu makam Rasulullah sambil menangis. Bahkan sampai ada yang meratap dan menangis meraung-raung. Kini suasana sudah agak tertib karena Askar bertindak sangat tegas. 
Jemaah harus berjalan antri dengan tertib dan rapi. 
Apalagi kini jemaah wanita disediakan waktu khusus oleh pengurus masjid. Jadi mereka tidak setiap saat  bisa mengunjungi Raudah dan makam Rasulullah.  Waktu itu istri saya hanya mendapat kesempatan mengunjungi Raudah sekitar pukul 10 sampai 11 pagi saja. 
Entah dibuka pada hari apa saja yang khusus untuk ziarah jemaah wanita.

 "Kubah Hijau" diatas makam Rasulullah
Diatas makam Rasulullah itulah dibangun sebuah kubah yang dicat warna hijau. Apabila dilihat dari luar, maka kubah hijau itu akan nampak dengan jelas berada diantara tiang-tiang Masjid Nabawi. Sebuah penanda yang mudah dikenali sebagai hasil pemikiran yang cerdas.
Memang ada perbedaan yang cangat mencolok antara Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Di Masjidil Haram jemaah pria dan wanita bisa bercampur bebas tanpa batasan pada saat melakukan ibadah Tawaf maupun Sa’i. Kecuali pada saat melakukan sholat wajib, jemaah wanita diatur ditempat tersendiri agar tidak berada didepan jemaah pria. Tetapi jika melakukan sholat sunah, jemaah wanita bisa saja bercampur dengan jemaah pria. Bahkan kadang-kadang ada wanita yang sholat didepan laki-laki.  Inilah yang sering menimbulkan keributan kecil. 
Di Masjid Nabawi hal itu tidak akan pernah terjadi, karena adanya aturan yang tegas memisahkan jemaah wanita dengan jemaah pria. Untuk itu ada pintu masuk yang disediakan khusus bagi jemaah wanita. 
Jadi pada waktu mau masuk ke Masjid, jemaah wanita sudah mulai dipisah dari jemaah pria. 
Oleh karena itu tempat sholat jemaah wanita juga terpisah dari jemaah pria.
Selain itu Masjid Nabawi juga tidak dibuka selama 24 jam. Ada waktu tertentu setelah sholat Isya (menjelang tengah malam) pintu Masjid Nabawi akan ditutup dan baru dibuka lagi menjelang sholat Subuh. 
Sedangkan Masjidil Haram terbuka selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu alias terbuka hampir setiap waktu. Sehingga baik jemaah pria maupun wanita bebas keluar masuk untuk beribadah tanpa kendala waktu. 
Banyak jemaah haji ‘backpacker’ (jemaah yang berangkat haji sendiri dengan biaya sangat minim) dari beberapa Negara yang bahkan menginap di Masjidil Haram dengan bebasnya.
Oleh sebab itu tidak heran kalau suasana Masjid Nabawi terasa lebih tertib dibanding dengan suasana di Masjidil Haram. Sebuah hal yang tak bisa dielakkan mengingat hampir semua kegiatan ritual wajib dan rukun haji terpusat di Masjidil Haram. Sedangkan ritual di Masjid Nabawi hanya bersifat ziarah saja. 
Kegiatan di Masjid Nabawi yang disebut sebagai Sholat Arbain (Sholat wajib  lima waktu yang harus dilakukan berjamaah berturutan tanpa terputus selama 8 hari, sehingga berjumlah 40 raka’at), tampaknya hanya dikenal oleh jemaah haji asal Indonesia dan beberapa Negara Asia Tenggara saja.
Walaupun demikian setiap musim haji Masjid Nabawi juga selalu penuh sesak dengan jemaah. Namun suasana dan serba tertib teraturnya  itu membuat jemaah bisa sangat khusyuk beribadah. 
Masyarakat Madinah terkenal sebagai orang yang santun dan halus budi pekertinya. Konon mereka sangat terinspirasi oleh perilaku Rasulullah SAW. Oleh sebab itu jika anda berlaku kurang senonoh didalam masjid, mereka akan memperingatkan dengan tutur kata halus atau hanya isyarat tangan saja. Selama ini saya nyaris tak pernah menemui keributan di Masjid Nabawi seperti apa yang pernah saya saksikan di Masjidil Haram. Kalau di Masjid Nabawi anda ditegur orang secara kasar, dapat dipastikan yang menegur tadi bukan orang Madinah, mungkin jemaah yang berasal dari Negara Timur Tengah lain yang kadang memang berlaku keras dan kasar tingkahnya. 

Saya diantara tiang Masjid Nabawi
Suasana khusyuk beribadah itu juga didukung oleh peralatan modern yang dipunyai oleh Masjid Nabawi. Alat pendingin udaranya dipasang dihampir setiap tiang yang ada didalam masjid. Dimusim panas, alat ini sangat menolong para jemaah yang diluar masjid telah terkena sengatan panas matahari yang kadang suhunya bisa mendekati 45 derajat Celcius. Bahkan bisa lebih. Namun dimusim dingin, jangan coba-coba bersandar didekat tiang, karena semburan hawa dinginnya bisa membuat badan menggigil dan bisa membikin tubuh meriang saknalika



Terjebak suhu dingin.....

Selain daripada itu, amplitudo (perbedaan suhu udara antara siang dan malam) dikota Madinah juga sering kali sangat besar. Saya pernah mengalami ‘terjebak’ fenomena ini. 
Pada suatu siang saya berangkat untuk melaksanakan sholat Dhuhur di Masjid Nabawi. Cuaca diluar cukup panas sehingga saya hanya mengenakan celana panjang biasa (bukan jeans) dengan baju Koko putih tipis yang saya beli di pasar Tanah Abang. Selesai sholat saya lari pulang kehotel yang hanya dua blok jauhnya, untuk makan siang bersama istri yang sudah menunggu. Maklum selama beribadah di Masjid Nabawi kita seringkali berangkat sendiri-sendiri karena pintu masuknya juga berbeda. 
Selesai makan, masih dengan pakaian yang sama saya kembali ke Masjid untuk menunggu sholat Ashar. Sesudah Ashar saya memutuskan untuk I’tikaf (berdiam) di Masjid menunggu sholat Magrib dan Isya berjamaah. Satu dan lain hal karena saya juga termasuk yang akan mencoba mendapatkan Arbain. Daripada wira-wiri dari masjid kehotel PP, mending menunggu saat sholat didalam masjid yang sejuk dingin. Begitu perhitungan saya. 
Ketika sholat Isya berjamaah telah selesai, saya bergegas kembali kehotel. Keluar dari pintu Umar ibn Khattab saya mendadak sontak terkejut luar biasa. Astagfirullah!! Sekonyong hawa dingin menyergap yang terasa langsung menusuk tulang. Saya seperti masuk kedalam cold storage! Baru tersadar bahwa dari tadi siang saya hanya mengenakan celana dan baju yang sangat tipis. Sama sekali tak pernah terpikir bahwa suhu udara  malam hari di Madinah bisa drop sedemikian rendah. Disertai dengan angin yang bertiup kencang, menambah ‘gigitan’ dinginnya kebadan.  
Saya perkirakan suhu dibawah 10 derajat Celcius, karena saya juga pernah mengalami  sergapan hawa dingin dan hujan salju di Washington, DC tahun1992, tapi saat itu saya berpakaian lengkap plus overcoat. Jadi udara dingin tak jadi masalah. 
Kini saya boleh dikata under dressed! Tapi saya kan harus pulang ke hotel, istri saya pasti sudah menunggu direstoran hotel bersama teman-teman yang lain untuk makan malam. Badan saya sudah menggigil, bahkan gigi sudah mulai bergemeretukan menahan dingin. 
Hotel Sofra Al-Huda yang saya tempati terletak hanya dua blok saja. Kalau saya berlari pulang barangkali tidak sampai lima menit. Maka dengan mengatupkan mulut erat-erat, sayapun bersegera lari-lari kecil kembali ke hotel. Sialnya, saya juga tidak memakai tutup kepala, jadi hawa  dingin yang menyergap terasa semakin menyakitkan. Tubuh saya terasa seperti dibungkus dengan es. Mungkin seperti ini rasanya berada di kutub. Perjalanan yang tidak sampai sepuluh menit itu rasanya sudah seperti merontokkan tulang belulang saya. Sewaktu memasuki restoran hotel, semua tercengang melihat bibir saya yang berwarna kebiruan dengan kondisi badan yang menggigil. Beberapa teman menyarankan agar saya masuk kekamar dulu untuk berganti pakaian yang lebih hangat. Istri saya tampak cemas sekali memikirkan kondisi kesehatan saya yang memang agak terganggu sejak saat mabit di Mina.
Sebuah pengalaman berharga baru saja saya pelajari dikota Nabi. 
Barangkali ini juga sebuah peringatan dari Allah SWT agar saya tidak terlalu percaya diri. 
Subhanallah.



bersambung…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar