Senin, 08 Agustus 2011

"ANEKA BOGA PENGGUGAH SELERA" (1)


Tulisan bersambung:

(Catatan tentang kuliner dari yang biasa sampai yang “aeng-aeng”)
-Bahan dan foto dari berbagai sumber-


Bagian Pertama


 Seporsi Gudeg komplit

“Didunia ini hanya diisi oleh dua tipe manusia saja: yang pertama tipe manusia yang makan untuk hidup dan yang kedua tipe manusia yang hidup untuk makan.”
(Bon Bon Saribon, tukang wisata kuliner)


Dari yang tak bergizi sampai yang diburu kaum lelaki.......

     Sepanjang hidup manusia, makanan akan selalu menjadi sesuatu yang penting dan utama untuk dicari. Kalau perlu bahkan untuk diperebutkan. Tapi itu duluuuuuuuuuuuuu….., sekarang dijaman modern, dimana manusia sudah sangat pandai ber inovasi, makanan telah berubah jadi komoditi yang sangat menguntungkan.
Tak pelak, makanan (apa saja, dari makanan ringan sampai berat) bisa mendapatkan  tempat yang sangat layak, sekiranya bisa memenuhi hajat dan selera orang banyak. Uniknya. Daerah dimana makanan itu pertama kali diperkenalkan bisa menjadi sebuah ‘trade mark’ yang abadi.
    Tak pernah ada penjual gudeg yang tidak menyertakan kata “Yogya” dibelakangnya, kalau tidak ingin gudegnya tak diminati pembeli.
Anda pasti malah akan heran kalau menemukan resto atau warung makan yang menjual “Gudeg Merauke”, misalnya. Kecuali anda seorang petualang kuliner yang justru ingin mencoba makanan-makanan  yang aneh bin ajaib. Tapi orang seperti itu sekarang pasti sangat langka.
Alhasil nama “Gudeg Yogya” seolah sudah jadi merek dagang yang tak tergoyahkan. Saya bahkan pernah menemukan menu itu di sebuah resto (yang menyajikan aneka menu Indonesia) dikota Amsterdam dan New York. Tidak jelas kokinya dapat nangka darimana. Sampai saat ini tak pernah ada yang meng’klaim’ nama ‘Gudeg Yogya’ sebagai miliknya, walaupun dipakai oleh siapa saja, dimana saja, kapan saja.
     Begitulah ‘nasib baik’ yang menimpa gudeg Yogya.
Bahan utama pembuat gudeg adalah buah nangka yang dimasak sangat lama sampai berubah warna jadi kecoklatan. Menurut pakar gizi, karena waktu masaknya yang sangat lama itu, gudeg termasuk makanan yang  sudah hilang nilai gizinya.
Tapi entah mengapa gudeg malah terbukti bisa membuat "judeg" (pusing). Penggemar gudeg akan pusing kalau lama tidak menyantap makanan yang bisa membikin lidah kebanyakan orang bergoyang itu.
Bahkan ada orang yang sampai ketagihan.Istilah kerennya "Gudeg addicted". Hehehehe....


Kalau anda bukan wong Yogya asli yang sedang berwisata kekota Yogyakarta, anda pasti akan bingung melihat begitu banyak resto atau warung yang menjual gudeg Yogya. Itu karena banyak macamnya nama yang bikin bingung.
Dari “Gudeg Yu Siyem” , “Gudeg Yu Djum” sampai Yu Yu yang lain. (“Yu” adalah potongan dari kata bahasa Jawa “mbakYU”, artinya kakak perempuan. Selain untuk memanggil kakak perempuan, juga biasa dipakai untuk memanggil para wanita yang profesinya berjualan apa saja).
Lalu, manakah resto atau warung yang gudegnya paling mak joossss? Ah, kalau soal selera (makan dan apa saja) sih jangan diperdebatkan. Yang pasti hampir semua warung gudeg Yogya (di kota Yogya) laris manis tanjung kimpul. Lauk yang rasanya agak manis dan sangat khas itu didaerah asalnya sendiri konon telah menghidupi banyak sekali keluarga.

 Soto Kudus
     Demikian pula dengan “Soto”. Makanan sejenis sup berisi (sedikit) tauge dan daging (sapi, ayam atau kambing) ini sangat terkenal. Yang paling umum dan banyak dicari adalah yang bernama “Soto Kudus” dan atau “Soto Madura”.
Walaupun koki atau warungnya ada dikota mana saja.
Namun ternyata di Jawa masih banyak terdapat jenis soto-soto lain yang tak kalah lezat dan populernya. Sebut saja “Soto Betawi” (Jakarta) yang kuahnya penuh santan atau susu dengan daging (atau kaki) kambing atau sapi.

     Ada juga soto asli Pekalongan yang kuahnya pekat karena dicampur “tauco” sehingga namanya terpeleset jadi “Tauto”, (padahal konon tauco yang terbuat dari kedelai dan dibuat jadi seperti pasta itu yang paling enak berasal dari daerah Cianjur). Seperti soto Kudus, tauto Pekalongan didaerah asalnya selalu memakai daging kerbau. Didaerah lain disesuaikan dengan selera masyarakat setempat.
Mungkin biar terdengar agak lain, orang Banyumas menyebut sotonya dengan “Sroto”. Yang paling terkenal berlabel “Sroto Sokaraja” (kota kecil didaerah Banyumas yang juga beken dengan makanan “gethuk goreng”nya).
     Untuk membedakan siapa koki atau yang menjual soto, maka biasanya dibelakangnya akan ditambahkan nama daerah, nama koki atau si empunya resto dan warung.
Yang lucu, di Semarang paling banyak ditemukan “Soto Kudus Pak No”, walaupun satu sama lain tidak bersaudara. Bahkan tidak saling mengenal. Tak perlu ribut dan bertikai, karena nama orang Jawa memang banyak yang berakhiran dengan kata “NO”.  
Jadi No Problem lah.
Tapi yang paling melegenda di ibukota Provinsi Jawa Tengah itu adalah soto yang berlabel: “Soto Bangkong”, karena warungnya (yang pertama) terletak di jalan Bangkong, Semarang.
Soto yang resep aslinya juga berasal dari soto kudus ini sekarang sudah membuka puluhan cabang diberbagai kota di Indonesia.

Soto Madura
Kalau soto Kudus biasanya memakai daging ayam sebagai bahan dasarnya, maka Soto Madura justru kebanyakan memakai bahan dasar daging sapi. Disajikan dengan nasi ditambah beberapa iris telor rebus (bagi yang suka), soto Madura terasa sangat sedap dengan kuahnya yang berwarna kuning keemasan itu.
Demikian pula soto Padang, soto Medan dan coto Makasar (mungkin orang Makasar lebih suka huruf "C" daripada huruf "S"?) yang memakai bahan daging ‘sandung lamur’ (sapi). Masing-masing punya ciri khas sendiri.
Jadi mana yang lebih sedap? Sekali lagi, kalau soal selera jangan dipertentangkan, bah!
Agaknya melihat selera rata-rata masyarakat Indonesia terhadap soto yang tak pernah surut, maka bermunculanlah nama soto-soto gaya baru, seperti Soto Lamongan, Soto Ambengan, dan lain lain. 
Rasanya hampir semua kota besar di Indonesia merasa punya resep soto khas yang dijadikan “unggulan” kota masing-masing.

Sate Ayam

     Makanan lain yang juga sangat digemari sebagian besar masyarakat dari Sabang sampai Merauke (bahkan sampai luar negeri) adalah “sate”.
Menu berupa daging (ayam, kambing atau sapi) yang dimasak dengan cara dibakar diatas bara arang ini begitu ‘meraja-lela’.
Anehnya yang konon terkenal paling disukai (karena rasanya cocok hampir disemua lidah orang Indonesia) adalah “Sate Madura”, “Sate Ponorogo”, “Sate Cirebon” serta “Sate Tegal”.
Kecuali sate Tegal yang bahannya dari daging kambing, sate lainnya berbahan dasar daging ayam.
     Sate Madura berpeluang paling kondang dan jadi juara karena biasa dijajakan keliling kampung oleh para ‘pejuang’ berkaos loreng bercelana komprang hitam dengan teriakan khasnya: “Teeee…. sateeeee…”.  
Dek remah sampiyaaaan cak.
Nyatanya selama ini saya belum pernah bertemu penjual sate Ponorogo atau sate Cirebon dan sate Tegal yang jualan berkeliling, baik memakai gerobak ataupun dengan cara dipikul.
     Satu lagi sate yang sangat disukai masyarakat, utamanya orang Minang (Sumatera Barat),  adalah “Sate Padang”. Sate dengan bumbu penuh rempah-rempah dan (biasanya) sangat pedas rasanya ini terbuat dari bahan ‘jerohan’ (bagian dalam) sapi, antara lain paru, usus, limpa, hati dan lain-lain. Oleh sebab itu walaupun dibeberapa daerah ada juga tukang sate Padang yang berjualan keliling, tapi karena  ada sebagian orang yang menganggap sate ini “full cholesterol” , maka mereka memilih untuk lebih baik tidak membelinya. 

Sate Kambing
     Adapun sate  (yang berbahan dasar daging) kambing, yang paling kondang adalah “Sate Tegal” yang katanya selalu memakai daging kambing muda. Didaerah asalnya (Tegal, Slawi dan sekitarnya), sate kambing muda tidak dijual per sepuluh tusuk seperti lazimnya ditempat lain, tapi dijual per‘kodi’. Satu kodi jumlahnya 20 tusuk. Konon sate kambing muda ini sangat disukai, sampai diburu para lelaki karena menurut  'kabar burung' bisa mendongkrak libido pria yang loyo.
Sate Tegal disajikan dengan nasi atau lontong dan teh melati asli yang diseduh dalam poci plus gula batu. 
Benar-benar bisa bikin lelaki jadi terbayang-bayang wajah isteri, tapi malah lupa dengan mertua.
Alamaaak....


bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar