Selasa, 09 Agustus 2011

"ANEKA BOGA PENGGUGAH SELERA" ( 2 )

Tulisan bersambung:


(Catatan tentang kuliner dari yang biasa sampai yang “aeng-aeng”)
-Bahan dan foto dari berbagai sumber-


Bagian Kedua

Nasi Goreng

"Geef mij maar Nasi Goreng................"
("Beri saya nasi goreng", cuplikan lagu berbahasa Belanda oleh Anneke G)


Dari nasgor rumahan, nasgor kelas dunia sampai nasi campur apa saja……

     Almarhumah nenek dan ibu saya punya resep nasi goreng yang (menurut lidah saya) paling uenak sedunia. Itu sebabnya saya tumbuh menjadi seorang ‘pecinta nasgor sejati’. Padahal setahu saya rahasianya sederhana, yaitu bumbu nasi goreng  seperti biasa: cabe, tomat, bawang putih dan bawang merah ditambah dengan terasi (belacan) dan garam atau kecap (jika anda suka) secukupnya.
Konon terasi inilah yang membuat rasa nasi goreng menjadi semakin sedap.
     Satu hal lagi yang saya perhatikan, nasinya harus ‘pera’ (tidak lembek) dan tidak boleh nasi yang baru matang. Lebih bagus nasi yang sudah ‘menginap’ setidaknya semalam, asal belum sampai basi. Setelah itu nasi plus bumbunya harus digoreng dengan memakai minyak ‘jelantah’ (minyak kelapa yang sudah bekas pakai). Itu saja.
Tapi barangkali faktor tangan yang ‘mengulek’ bumbu ikut berpengaruh juga. Siapa tahu?

     Semenjak kelas 2 SMP saya hidup ‘ngenger’ dirumah Simbah Kakung dan Putri. Nasi goreng (tanpa telor) pun sudah merupakan hidangan paling mewah yang bisa saya nikmati. Sayapun sudah mulai belajar membuat nasi goreng sendiri. Kadang saya harus main improvisasi, menyesuaikan dengan bumbu yang bisa saya dapatkan di dapur.

Nasgor Kampung
Oleh sebab itu ketika saya sudah bisa mencari uang sendiri, kalau masuk ke warung atau restoran, yang saya pesan pasti nasi goreng.
Saya seperti tak pernah bosan dengan menu yang satu itu.
Dikota Semarang ada penjual "Nasi Goreng Babat" yang membuat saya 'kedanan' (tergila-gila). Warungnya terletak didekat Jembatan Kali Mberok, disebelah 'Gedung Papak'. Disitulah anda bisa memesan nasi goreng yang dicampur jerohan sapi sesuka anda. Ada Babat, usus, paru, limpa dan lain-lain. Telurnya bisa dicampur, diceplok atau dibuat dadar. Tergantung pesanan. Rasanya? Wah, jangan tanya deh, lebih baik kalau anda berkesempatan pergi ke Semarang, coba saja anda pergi kesana. Pasti anda akan ketagihan.
Rupanya pecinta nasgor bukan saya sendiri. Buktinya orang-orang Belanda (dan orang asing lainnya) yang pernah hidup atau tinggal lama di Indonesia juga sangat ‘gandrung’ pada nasi goreng.

     Sewaktu sempat berkunjung kenegeri Belanda, saya sering mendengar lagu yang kalau tidak salah ingat, dinyanyikan oleh Anneke Gronlog, yang berkisah tentang nasi goreng dan kerupuk udang. Ternyata orang Belanda (dinegeri Belanda) memang sangat suka dengan nasi goreng. Terutama nasi goreng a la Indonesia. Harap maklum direstoran internasional biasanya tersedia berbagai macam menu nasi goreng atau ‘fried rice’, dengan berbagai istilah pula. Ada “Thai Fried Rice” ada “Chinese Fried Rice”, “European Fried Rice” dan lain sebagainya.
Oleh karena itu sampai sekarang saya masih tidak mengerti apakah nasi goreng itu sebetulnya menu asli Indonesia atau menu adaptasi dari mancanegara.

Sego Gurih (Nasi Uduk)
     Yang jelas saya tahu pasti resep asli Indonesia adalah “sego gurih” (nasi -yang rasanya- gurih). Orang Betawi menyebutnya dengan nama “Nasi Uduk”. Jika anda kebetulan berdomisili disekitar ‘Jabedetabog’ (Jakarta, Bekasi, Depok, Tangerang dan Bogor) maka pasti anda tak asing dengan menu yang bisa kita temukan sehari-hari dimana saja. Nasi yang dimasak dengan bumbu santan dan (kadang-kadang diberi) daun pandan ini biasa dimakan dengan lauk yang digoreng. Bisa tempe, tahu, ayam, daging, jerohan sapi (paru, babat, usus, limpa dan teman-temannya) serta telor. Lalapannya daun kemangi dan timun ditaburi dengan bawang goreng.
Nasi uduk bisa kita temukan nyaris dimana saja dan bisa dimakan kapan saja, pagi, siang, sore, malam bahkan tengah malam.

 Nasi Kuning
Kalau sego gurih (nasi uduk) berwarna putih, maka ada menu lain lagi yang sesuai dengan  namanya yaitu “sego kuning” (nasi kuning) yang memang berwarna kuning.
Dalam adat tradisional Jawa, nasi kuning biasa dipakai untuk ‘selamatan’ (kenduri) guna memperingati sesuatu. Misalnya untuk ulang tahun dan sebagainya. Nasi ini dimasak dengan ditambahi air kunyit sehingga berwarna kuning. Tapi tidak jarang ada yang menambah dengan santan sehingga rasanyapun jadi gurih.
     Nasi kuning biasa disajikan dengan lauk opor atau ingkung ayam, sambal goreng hati dan ampela, udang atau tahu, oseng tempe, perkedel kentang dan telur dadar yang diiris tipis. Tidak lupa kerupuk udang atau kadang ada yang menambah dengan ‘gereh’ (ikan asin). Pokoknya tergantung selera. Agar tampak lebih serasi, dihias juga dengan kemangi dan timun yang bisa dimakan sebagai lalapan.
Nasi kuning juga sering dijadikan nasi “Tumpeng” (nasi yang dibentuk seperti kerucut), untuk peringatan atau peresmian suatu proyek yang dihadiri oleh Pejabat dan banyak tamu undangan.

Nasi Rames
      Ada lagi menu nasi yang tidak kalah populernya, yang juga disenangi oleh banyak orang. Namanya “Nasi Rames”. Rames berasal dari bahasa Jawa yang artinya kurang lebih: ‘dicampur segala macam’. Jadi nasi rames ini adalah nasi putih yang diberi lauk pauk segala macam. Lauk yang ‘segala macam’ itu hampir mirip dengan yang dipakai untuk nasi kuning, ada kering/oseng tempe, sambel goreng, telor pindang atau telor dadar ditambah dengan ‘serundeng’ (kelapa parut yang disangrai dengan bumbu dan gula merah atau gula Jawa). Tak ketinggalan biasanya ada kerupuk udang, tapi tanpa lalapan.
Pokoknya nasi rames ini boleh disebut juga ‘nasi campur’. Tentu karena lauknya yang campur-campur itu.

Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain pula ikannya. Begitu kata pepatah.
Maka kalau di Jawa dikenal sebagai ‘nasi rames’, dipulau Bali juga dikenal adanya menu nasi yang berlauk pauk segala macam. Namanya “Nasi Campur Bali”.

Sama dengan nasi rames Jawa, nasi campur Bali juga diberi laup pauk aneka rupa.
Yang biasa dijual di  restoran dan warung sebagai nasi campur Bali terdiri dari nasi putih, kacang goreng, sate tusuk, sate lilit, urab, lawar, tum ayam, pepes ikan, ayam sisit, udang bumbu bali, telur, ares, dan sambal matah. Yang disebut sebagai “sate lilit’ adalah sate yang menjadi kebanggan masyarakat Bali. Proses pembuatan sate ini termasuk cukup rumit dan butuh seorang yang ahli untuk mengerjakannya. Bahannya adalah daging ayam giling (sebetulnya bisa daging apa saja) yang diberi bumbu kelapa parut, lada hitam dan gula merah serta daun jeruk. Setelah semua bahan dicampur, maka bahan tersebut akan dililitkan pada sebuah tusuk sate atau yang lebih eksklusif lagi dililitkan pada sebuah batang sereh, kemudian baru dibakar. Adapun yang disebut sambal matah adalah sambal khas Bali yang dibuat dari cabe rawit yang dipotong-potong, kemudian digoreng dalam minyak kelapa sampai setengah layu. Karena dibuat dari cabe rawit, tidak heran kalau sambal ini rasanya sangat pedas dan bisa  menimbulkan selera makan.
     Tidak hanya di Bali, Di Jakartapun sekarang banyak restoran yang menyajikan menu nasi campur Bali ini. Bahkan terkadang kita dapati menu spesial ini disajikan dalam gubug khusus di perjamuan pesta perkawinan. Biasanya nasi campur Bali ini disajikan dalam piring yang terbuat dari anyaman bambu dengan diberi alas daun pisang.
Sangat menarik sekaligus menggugah selera.




bersambung…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar