Kamis, 06 Oktober 2011

"ANEKA BOGA PENGGUGAH SELERA" (12)



(Catatan tentang kuliner dari yang biasa sampai yang “aeng-aeng”)
-Bahan dan foto dari berbagai sumber-

Ikan Peda (Kembung/blowfish)

Bagian Keduabelas

released by mastonie on Thursday, October 6, 2011 at 4.33 pm


Makanan atau bumbu hasil olahan ‘sampingan’ dari laut.

     Kota-kota dipantai laut Jawa pun juga dikota pantai manapun di Indonesia, tersohor mempunyai hasil olahan  (terbuat dari) ikan laut yang banyak sekali jenis dan ragamnya. Akan tetapi yang paling terkenal dan menjadi hasil sampingan nomor satu tetap saja ikan asin alias gereh. Nyaris semua ikan laut bisa dijadikan ikan asin.
Sebenarnya ide pertama membuat hasil olahan yang merupakan hasil sampingan itu berasal dari ikan-ikan sortiran ataupun ikan yang over produksi sehingga nilai jualnya sangat merosot. Daripada dibuang sayang, lebih baik diasinkan atau diolah lagi menjadi komoditi lain yang masih ada harganya.

Ikan asin yang paling sering dijumpai dipasar tradisonal adalah ikan teri, pethek, bulu ayam, kembung (blowfish, sarden, peda) dan ikan lain yang bentuknya besar, sehingga dijual dalam potongan daging saja seperti tiga waja, kakap, jambal, tongkol dan cucut.
Karena harganya sangat ekonomis, ikan asin disukai oleh banyak kalangan. Ikan asin yang bagus mutunya sebetulnya hanya dibumbui dengan garam (NaCl, Natrium chlorida) saja tanpa bahan pengawet lain. Akan tetapi entah mengapa dijaman modern ini ada saja pembuat ikan asin yang sampai hati menambahkan bahan pengawet lain seperti boraks dan bahkan formalin yang tidak lain adalah bahan kimia pengawet mayat! Mereka hanya tergiur menekan ongkos produksi tanpa mengingat akibat buruknya bagi konsumen.
     Oleh sebab itu, tanpa bermaksud mencari kambing hitam,  sebaiknya mulai dari sekarang anda harus berhati-hati memakan ikan asin. Sebab mengkonsumsi ikan asin secara rutin bisa cenderung membuat seseorang terserang penyakit hipertensi (tekanan darah tinggi). Apalagi kalau ikan asinnya ternyata diawetkan dengan boraks atau formalin.
Adapun hewan laut lain yang juga sering diasinkan diantaranya adalah cumi atau sotong dan udang kecil (ebi).
Seiring dengan kemajuan jaman dan teknologi,  kemudian ada juga ikan-ikan yang justru dipilih atau diseleksi untuk diolah menjadi makanan dalam bentuk lain, seperti sarden dan ikan kaleng lainnya.

Si “kriuk-kriuk’ yang merambah dunia
Kerupuk Udang
     Hasil olahan yang paling luas dikenal dan disukai khalayak ramai adalah kerupuk. 
Makanan (yang bila digigit mengeluarkan bunyi) ‘kriuk-kriuk’ ini, harus digoreng lebih dulu sebelum disajikan. Begitu fantastis nya sensasi makan kerupuk ini, sehingga sangat terkenal sampai ke mancanegara. Awalnya kerupuk adalah lauk penyerta sebagai teman pendamping lauk utama yang lain. Namun kini ia bahkan sudah digolongkan sebagai makanan cemilan (snack), yang biasa disantap untuk menemani nonton teve atau sembari nongkrong ‘ngalamun’ diteras depan rumah.
     Begitu banyak variasi bahan yang bisa dibuat menjadi kerupuk. Bisa dari ikan, udang, teripang, ubur-ubur bahkan ada yang terbuat dari rumput laut, bawang dan sayuran!
Kerupuk yang baik terbuat dari adonan tepung (terigu) yang dicampur dengan daging udang atau ikan (atau bahan campuran lain) yang telah dilumatkan, kemudian dibuat menjadi adonan dalam bentuk gulungan lalu diiris tipis-tipis. Bahan berupa irisan itu kemudian  dikeringkan dengan dijemur sinar matahari atau dipanaskan dengan sistem pemanasan massal (oven) berteknologi tinggi.
Adapula yang bahan adonannya dibuat seperti bentuk mi (bakmi), kemudian di'pintal' menjadi bulatan mirip sarang burung. Ini biasa disebut sebagai kerupuk 'terung'. Bisa berwarna putih atau diwarnai sesuai selera pembuatnya.
     Tentu saja rasa dan mutu kerupuk sangat tergantung dari bahan yang digunakan. Karena sekarang banyak pabrik kerupuk rumahan yang mencampur tepung dan ikan (udang) nya dengan bahan lain agar bisa menekan ongkos produksi tapi dengan tetap mengharapkan mendapat keuntungan yang tinggi.
Yang paling banyak disukai orang adalah kerupuk udang, yang biasa disajikan untuk teman makan rawon, sambal goreng  ataupun lontong ‘cap go meh’.
Kerupuk Terung
Adapun kerupuk ikan yang paling terkenal adalah kerupuk Palembang. Biasanya dijual dalam kemasan plastik transparan dan dijajakan di toko, warung, supermarket bahkan merambah sampai dikaki lima, dipinggir-pinggir atau diperempatan jalan.
Saking masyhurnya sampai ada julukan “Krupal”, singkatan dari Kerupuk Palembang.
Krupal yang rasanya enak dan asli biasanya dibuat dari ikan tenggiri.

Bumbu dapur yang bisa menyebabkan lidah menari ‘salsa’

     Selain kerupuk ada juga olahan sampingan dari hasil hewan laut berwujud bumbu masak yang dinamakan petis dan terasi.
Petis adalah bumbu dapur yang berbentuk semacam pasta, berwarna cokelat atau hitam mengkilat. Rasa dan bau atau aromanya sangat khas,  tergantung dari bahan apa petis itu dibuat. Lazimnya Petis dibuat dari ikan atau udang. Ikan atau udang (biasanya dari hasil sortiran) ditumbuk sampai menjadi halus, kemudian dicampur dengan rebusan air abu merang (tangkai padi kering) dan diberi bumbu. Campuran bahan tersebut dimasak terus sampai menjadi adonan semacam pasta. Air merang itulah yang menyebabkan petis berwarna hitam.

     Petis disukai untuk bumbu rujak cingur dan masakan lain yang membutuhkan rasa ikan atau udang yang sangat kental.
Yang sangat enak dimasak dengan bumbu petis ini biasanya adalah ayam, ikan dan tahu.
Kota-kota di Pantura biasanya menjadi produsen petis. Tapi salah satu yang terkenal adalah Petis Gresik, kota Kabupaten didekat kota Surabaya.
Dikota Semarang malah terkenal ada makanan yang diberi nama “Tahu Petis” dan “Tahu Gimbal”. Tahu petis adalah tahu yang digoreng, kemudian dibelah dan ditengahnya diberi petis. Dimakan panas panas dengan lalap cabe rawit. Yang makan tahu itu lalu mendesis: “hoh haaah…hoh haaaah….”
Karena keenakan, kepanasan sekaligus juga kepedesan……
Adapun tahu gimbal adalah makanan yang bahan utamanya (tentu saja) adalah tahu dan gimbal (rempeyek udang). Disajikan dengan irisan daun kol dengan bumbu sambal kacang yang dicampur dengan kecap dan petis.

     Sebelum mengenal bumbu penyedap rasa seperti mecin atau yang lebih dikenal dengan moto (MSG, Mono Sodium Glutamate), orang Jawa (mungkin juga daerah lain diluar Jawa) telah mengenal bumbu masak yang bernama terasi atau belacan.
Bumbu dapur (untuk memasak) yang satu ini sudah sangat kondang ke seantero negeri menjadi bumbu wajib untuk membuat sambal. Bagi kaum pecinta sambal sejati, sambal yang dibuat tanpa terasi akan terasa ‘ampang’ (hambar) belaka dimulut.
     Terasi yang baik dibuat dari ikan atau udang segar (walaupun ada juga yang memakai bahan sortiran) yang dihaluskan sedemikian rupa lalu diperam atau difermentasikan kemudian dipadatkan dan dikeringkan. Proses pembuatananya cukup lama. Bisa memakan waktu lebih dari dua minggu. Terasi udang biasanya berwarna coklat kemerahan sedangkan terasi ikan berwarna agak kehitaman.
Keduanya dijual dalam kemasan berbentuk kotak persegi panjang atau bulatan seperti lontong.
Saking sengitnya persaingan usaha, banyak juga terasi yang dibuat dengan campuran bahan lain. Bahkan ada pabrik pembuat terasi yang konon menambah dengan bahan pengawet (seperti boraks) dan penyedap rasa!
Padahal aslinya terasi sendiri adalah bumbu penyedap rasa yang seharusnya alami.

Terasi paling terkenal di Jawa tengah adalah terasi dari daerah Lasem, di Kabupaten Rembang (pantai utara Jawa). Sedangkan di Jawa Timur yang tersohor sangat nikmat rasanya adalah terasi dari daerah Puger, di Kabupaten Jember (pantai selatan Jawa).
Apapun lauknya, yang penting sambelnya wajib memakai terasi.
Konon itulah semboyan orang Jawa pecinta sambel terasi.




bersambung…..

1 komentar:

  1. yth. mastonie,
    ada tambahan lagi, ikan asin dalam penjemurannya jg ada yg disemprot baygon, hati-hati lho, biasanya ikan yg berdaging tebal, mis. ikan jambal, kakap.
    Kalau makan tahu petis di Solo n Jogya, petisnya terbuat dari hasil sampingan pembuatan dendeng sapi bukan petis ikan or udang.
    Salam n sukses selalu.

    BalasHapus