Senin, 10 Oktober 2011

'ANAK TIRI' DITEMPAT UMUM: "MUSHOLLA"



Tulisan lepas:




Petunjuk arah ke Musholla

 Released by mastonie on Monday, October 10, 2011 at 2.00pm


Bangga menjadi Muslim Indonesia.

Sewaktu masih duduk dibangku Sekolah Rakyat (SR, kini SD), Guru Agama (Islam) saya sering bercerita tentang bagaimana Indonesia menjadi negara yang nyaris seluruh penduduknya beragama Islam. Konon (tahun 50an) hampir 90% lebih penduduk Indonesia menganut agama Islam.
Sebagai anak yang belum cukup umur, mendengar cerita itu saya bangga sekali menjadi seorang muslim. Walaupun pengetahuan saya tentang agama Islam pada saat itu pasti tidak ada seujung kuku.
Kini setelah lima dasawarsa lebih berlalu, kebanggaan saya sebagai seorang Muslim Indonesia masih tetap ada. 
Apalagi kalau melihat kuota (pembatasan jumlah) yang diberikan oleh pemerintah kerajaan Arab Saudi untuk Jemaah calon Haji Indonesia dari tahun ketahun (yang jumlahnya 1% dari jumlah seluruh penduduk setiap negara) juga terus meningkat. Bahkan sekarang untuk pergi ketanah suci menjalankan rukun Islam yang kelima itu, orang harus rela menunggu sekitar dua sampai tiga tahun lamanya dari saat mendaftar pergi haji secara reguler. 
Hal tersebut menunjukkan bahwa animo atau minat masyarakat untuk pergi haji tidak pernah surut. Belum lagi jumlah orang Islam yang setiap tahun pergi menjalankan ibadah Umroh.
Walaupun ada sedikit kegalauan kecil dalam hati saya: sekarang (tahun 2011) konon penduduk Indonesia telah meningkat pesat -kalau tidak boleh disebut ‘meledak’- jumlahnya menjadi sekitar 250 juta jiwa, tapi prosentase penduduk pemeluk agama Islam justru menurun menjadi kurang dari 90% (bahkan mungkin tinggal sekitar 80an% saja). Entah kenapa.

Musholla, tempat ibadah yang jadi ‘anak tiri’ ditempat umum

Tapi kebanggaan saya (sebagai seorang Muslim) itu berubah menjadi rasa prihatin kalau sedang berjalan-jalan atau masuk kedalam tempat perbelanjaan (Mal) yang banyak dibangun dikota-kota besar. Tidak terkecuali tempat-tempat yang menjadi tujuan  khalayak umum yang lain seperti Pasar (baik yang tradisional maupun yang modern), Stasiun Kereta Api, Terminal Bis, bahkan Bandar Udara.  Pemerintah dan para pengelola Mal serta tempat umum lainnya itu tampaknya menjadikan ‘Musholla’ (tempat sholat) sebagai tempat yang ‘kurang begitu perlu’, sehingga pembuatannya hanya sekedarnya saja. Yang penting ada. Mungkin perlu diingat bahwa setiap agama pasti mewajibkan penganutnya untuk menjalankan ibadah sesuai aturan agama. Walau  aturannya  tentu berbeda-beda. 
Khusus bagi pemeluk agama Islam memang mempunyai kewajiban harus melaksanakan sholat fardhu sehari lima kali. Dimanapun dia berada. Pasti jauh berbeda dengan kewajiban pemeluk agama lain yang mungkin hanya cukup seminggu sekali atau bahkan sekali sebulan, setahun atau setiap ada perayaan keagamaan saja. Walaupun kalau hanya untuk berdoa bisa dilakukan oleh pemeluk agama apa saja, kapan saja dan dimana saja serta tidak perlu memakan tempat. 
Tapi untuk mendirikan sholat memang dibutuhkan sebuah tempat yang khusus, bersih dan layak.


Hal yang sepele tapi sesungguhnya sangat penting ini tampaknya tidak pernah disadari oleh pihak yang berwenang memberikan ijin pembangunan sarana umum dan tempat-tempat hiburan dan pusat  perbelanjaan. Termasuk kesadaran dan kepedualian para perancang gedung (arsitek) dan para pemilik modal serta para pengelola gedungnya. Sebuah musholla seharusnya dibangun dengan memenuhi kriteria yang cukup pantas untuk sebuah tempat menjalankan ibadah wajib bagi seorang muslim guna bersujud kepada sang Maha Pencipta, Allah Subhanahu wa ta’ala. 
Faktor kesucian, kebersihan dan ketenangan seharusnya menjadi rujukan pertama dan utama. Ukuran ruang sebetulnya bukan menjadi masalah. Barangkali (maaf) banyak pengusaha atau pengelola Mal yang masih sangat memperhitungkan ukuran ruangan (tanah) yang berarti pemasukan uang dan keuntungan.
Oleh sebab itu tidak mengherankan jikalau dibanyak tempat umum, musholla selalu terletak berdampingan dengan toilet, kakus atau WC umum dengan ukuran dan kondisi "a la kadarnya" saja.




Di Ibukota Republik yang katanya sebuah kota Metropolitan, rata-rata keadaan tempat ibadah ditempat umum untuk para muslim itu sangat menyedihkan, apalagi dikota besar atau kota kecil lainnya diseantero Indonesia.
Jangankan di Terminal Bis atau Kereta Api, ditempat perbelanjaan (Mal) mewah bahkan digedung Perkantoran Swasta atau Pemerintah masih saja ada yang sampai hati tidak menyediakan ruangan yang dapat dipergunakan sebagai musholla secara layak.



Di Jakarta juga tidak kurang Mal yang hanya memberikan sebuah ruangan yang ala kadarnya untuk tempat sholat bagi para pengunjungnya. Walaupun banyak juga pengelola Mal yang rela memberikan ruangan yang cukup layak. Dibeberapa Pusat Pertokoan bahkan ada yang membangun sebuah masjid dilantai atasnya.
Didaerah Pasar Rebo Jakarta Timur ada sebuah tempat perkulakan dengan nama sangat beken yang membangun sebuah musholla yang sangat jauh letaknya dibelakang gedung. Tak terbayangkan bagi pengunjung yang tidak naik kendaraan pribadi bila tiba waktu sholat untuk menuju ketempat itu. Apalagi kalau cuaca sedang hujan, misalnya. 
Saya pernah bersikeras menanyakan tempat sholat yang lebih dekat. Jawabannya sangat mengejutkan:
”Didalam memang ada tempat sholat juga pak. Tapi KHUSUS buat para pegawai”. 
Masya Allah, saya baru tahu kalau ada sebuah musholla yang dibuat khusus untuk orang-orang tertentu seperti itu. Tempat ibadah koq pakai diskriminasi.

Kesadaran pihak berwajib dan para pengelola Pusat Pertokoan dan Mal tentang pentingnya sebuah tempat ibadah ditempat pelayanan umum  bagi kaum muslim (yang notabene adalah penganut agama mayoritas dinegeri ini)  agaknya masih perlu ditingkatkan.


Tentang letak sebuah musholla yang berada ditempat umum juga sangat memrihatinkan. 
Masyarakat sampai hafal dengan papan petunjuk arah yang ada di Mal maupun tempat umum lain yang bertulisan “TOILET, MUSHOLLA” yang selalu menunjuk kearah yang SAMA. 
Oleh karena itu carilah toilet apabila anda hendak mencari musholla!

Saya tidak akan menyebut nama, tapi dikota Bandung ada sebuah tempat perbelanjaan yang terletak sangat strategis dengan memakai nama julukan kota Bandung tempo doeloe. Ditempat perbelanjaan cukup mewah yang tempat parkirnya saja sampai tidak bisa menampung pengunjung (saking ramainya pengunjung bermobil) itu, ternyata pengelolanya hanya menyediakan musholla disebuah ruangan yang sangat kecil, nyaris tidak dapat memuat lebih dari LIMA orang! Musholla itu juga terletak didekat toilet umum, yang kita tahu tak akan pernah bisa bersih seperti yang kita harapkan. Sangat menyedihkan dan memprihatinkan.


Masjid "Al-Mi'raj" di Rest Area Km 97  Tol Padaleunyi

Namun sewaktu kembali dari Bandung menuju Jakarta, hati saya sangat terhibur. Melewati jalan Tol Padaleunyi (Cipularang) yang selalu padat diakhir minggu, mata saya tertarik sebuah bangunan yang berada di Rest Area (tempat istirahat/persinggahan). Terletak di Km 97, rest area tersebut ternyata memiliki sebuah Masjid yang walaupun berukuran tidak terlalu besar tetapi merupakan bangunan yang paling mencolok di kawasan itu.  Dan menyimpang dari kebiasaan yang ada, masjid bernama Al-Mi'raj yang mempunyai kubah berwarna emas dan dua buah menara itu terletak menyendiri dan jauh dari tempat peturasan atau toilet umum. 
Arsitektur masjid itu cukup menarik dan keberadaannya diujung pintu keluar membuatnya menjadi point of view didaerah yang penuh dengan warung, restoran, toko dan pompa bensin. 
Ternyata disepanjang jalan Tol Jakarta - Cikampek pun terdapat beberapa masjid yang bentuknya bagus-bagus. Semuanya dibangun didalam kawasan rest area. 
Hal tersebut menjadi bukti tentang kesadaran para pengelola rest area, bahwa mereka memang harus membuat sebuah tempat ibadah bagi kaum muslim, yang tidak hanya 'asal ada'. 
Masjid-masjid yang dibangun dalam kawasan rest area tersebut rata-rata mempunyai bentuk yang indah, menarik dan jelas memenuhi semua  persyaratan sebagai tempat beribadah. Alhamdulillah. 

Didaerah Jakarta Selatan ada sebuah pusat perbelanjaan mewah  yang pengelolanya sangat peduli pada saat merancang bangunan gedungnya. Entah arsitek atau memang pengelolanya yang merancangnya, tapi kenyataannya itulah musholla terbaik yang pernah saya temukan berada disebuah tempat perbelanjaan mewah.
Walaupun arahnya masih tetap sama dengan arah menuju peturasan, (dengan papan petunjuk khas “Toilet, Musholla”), tapi musholla yang terletak dilantai 3 gedung ini tampil sangat meyakinkan. Ruangannya tidak terlalu besar, tapi direncanakan dengan sangat baik. 
Terdiri dari 3 bagian, bagian pertama mirip sebuah reception desk (meja penerimaan tamu dihotel). Yang pertama menyambut para tamu yang akan mendirikan sholat adalah bau wangi ruangan yang sangat menenangkan. Di desk (meja) itu berdiri seorang petugas pria berseragam baju muslim lengkap berpeci yang akan menyambut kedatangan setiap tamu dengan senyuman dan kata sambutan ‘Assalamu’alaikum’. 
Kalau tamunya seorang wanita, dia akan bertanya apakah membawa mukena sendiri atau tidak. Jika tidak, dia akan  menawarkan sebuah mukena yang masih terlipat bersih untuk dipakai. Tempat sandal dan sepatu berupa sebuah rak kayu yang dibedakan tempatnya untuk tamu wanita dan pria. 
Yang mengesankan adalah dibagian ini terdapat juga tempat penyimpanan barang (locker) berkunci, walaupun jumlahnya tidak banyak. Disebelahnya ada sebuah meja panjang tempat menaruh beberapa botol minuman mineral dengan merk terkenal dan tiga pasang semir sepatu plus sikatnya, masing-masing berwarna hitam, coklat dan netral. Didinding tergantung sebuah televisi layar datar LCD ukuran 32 inchi, yang menyiarkan program-program agama Islam. Didinding seberangnya terletak bangku panjang yang bisa dipakai untuk menunggu sambil menonton siaran teve atau beristirahat sejenak. 
Harap diketahui, semua fasilitas (mukena, locker, semir dan air mineral) yang ada ditempat tersebut disediakan secara gratis, alias cuma-cuma!

Bagian kedua adalah tempat wudhu pria dan tempat sholat berkarpet hijau yang bisa menampung kurang lebih 4 shaf jama’ah masing-masing bisa diisi sampai sekitar 10 orang. 
Terdapat lemari penyimpanan kitab suci al-Qur’an bagi yang akan membacanya diruangan  full AC  itu.
Bagian ketiga tentu tempat wudhu dan sholat khusus bagi wanita, yang kondisinya nyaris tak berbeda. 
Ini yang perlu dicatat, kondisi ruangan di musholla itu bersih, dingin, nyaman dan wangi. 
Jauh dari aroma tak sedap yang biasanya muncul dari toilet umum.
Ketika pertama kali memasuki musholla ini, terus terang saya sungguh terkejut. Tak pernah terbayangkan ada musholla sebagus dan semenarik ini disebuah tempat perbelanjaaan! 
Subhanallah. Ternyata masih ada pengelola gedung yang tidak hanya memikirkan keuntungan atas kedatangan para tamunya. Mereka ternyata juga sangat peduli dan menghargai muslimin dan muslimah (siapa saja, tamu maupun karyawan toko didalam Mal itu) yang akan menjalankan kewajiban agamanya, dengan memberikan sarana dan prasarana yang lebih dari cukup.

Apakah mereka (arsitek atau pengelola gedung) seorang muslim atau bukan, saya tidak peduli, akan tetapi kedua jempol saya terangkat, seraya tak henti mengucap syukur kepada Allah Swt, masih ada orang yang mau dan mampu membuat sebuah tempat untuk bersujud kepada NYA disebuah Mal dengan standar yang jauh lebih dari cukup.
Semoga Allah memberikan pahala yang sesuai dengan niat mereka dan membuka mata para penguasa, pengelola tempat perbelanjaan, pertokoan dan tempat umum yang lain agar bisa mengikuti jejak pengelola yang mulia dan baik hati ini.

Aamiiin....

1 komentar:

  1. mastonie yth,
    saya setuju dengan pemikiran dan pandangan mastonie, yg brilliant. Ya.. negara Indonesia yg agamis, yg sebagian besar penduduknya beragama Islam sudah selayaknya para penguasa/pemimpin mempunyai pemikiran yg jauh kedepan, berhikmat dan bijaksana termasuk dalam penyediaan tempat beribadah ditempat umum untuk para muslim, baik dikota besar ataupun kota kecil diseantero Indonesia. Mudah-mudahan untuk kedepan, ada pemimpin yang berwawasan luas, baik itu lewat DepAg atau Perda, yg bisa bijaksana mengatur dan menerapkan idenya dalam hal penyediaan tempat beribadah untuk para muslim, bahwa: bagi barangsiapa yang akan membangun toko, kantor, Mal, pasar, stasiun, terminal, pom bensin n rest area ataupun tempat-tempat pendidikan, dan yang lainnya, agar disertai persyaratan untuk membangun kelengkapannya, yaitu tempat sholat yg LAYAK (dalam hal ini mungkin dapat disertakan standar ukuran luas yang layak sesuai dengan besar kecilnya ukuran tempat atau lingkungan yang dibangun/disediakan.
    Mohon maklum dan maaf untuk komen saya yang mungkin masih jauh dari sempurna.

    BalasHapus