-Bagian Kesebelas-
(Ditulis pada hari Sabtu, 15 Juni 2013)
(Ditulis pada hari Sabtu, 15 Juni 2013)
Bagian kiri dari "Raudah", dibelakang Makam Rasulullah SAW
“Sesungguhnya
Allah dan para MalaikatNya bershalawat atas Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah atasnya (Nabi) dan berilah salam (kepadanya) dengan sesungguhnya”
(QS.
al-Ahzaab, 31 : 56)
“Pintu (untuk mengucap)
Salam” yang dibuka 24 jam
Sesudah puas ’narsis’ (maksudnya:
foto-foto) bersama dibawah lindungan “payung fantasi” dihalaman Masjid, ustad
Syarif mengajak rombongan kecil untuk memasuki Masjid Nabawi melalui pintu ”Babus
Salam”. Disebut demikian karena
letak pintu ini sejajar dengan tempat untuk mengucapkan salam kepada jasad
Rasulullah SAW. Inilah satu-satunya
pintu di Masjid Nabawi yang menurut ustad Syarif dibuka selama 24.
'Mejeng' dibawah lindungan payung Masjid Nabawi
Setiap muslim mengetahui ada adab (aturan)
untuk memasuki masjid. Namun untuk memasuki Masjid Nabi yang satu ini ada
hal-hal sangat khusus yang perlu ditambahkan. Artinya aturannya agak berbeda
dengan apabila kita akan memasuki masjid lain.
Aturan memasuki masjid tentu termasuk
bersiwak (sekarang disebut sikat gigi), bersuci atau berwudhu dan memakai
pakaian yang pantas serta bersih. Ketika masuk masjid harus mendahulukan kaki
kanan, mengucap basmalah serta berjalan
dengan tenang, tidak boleh tergopoh-gopoh.
Khusus untuk memasuki Masjid Nabawi
ditambah dengan anjuran kepada para jemaah agar mengucapkan salam kepada
Rasulullah (sebagai pemilik masjid) dan membaca doa:
“Allahumma
iftah li abwaaba rahmatika”
(Ya Allah, bukakanlah
untukku pintu-pintu rahmat-Mu)
Hal pertama yang harus dilakukan setelah
berada didalam Masjid Nabawi adalah
melakukan sholat Tahiyatul Masjid. Dan apabila tujuannya adalah untuk berziarah
kemakam Rasulullah SAW, maka segera setelah sholat dua raka’at, hendaknya kita segera
menuju ke makam Rasulullah dan dua orang sahabatnya (Abu Bakar RA dan Umar bin
Khattab RA).
Sholat diantara Mimbar dan
rumah Nabi
Jalan menuju makam Nabi harus melewati
Raudah. Oleh sebab itu dianjurkan juga untuk mendirikan sholat sunah didaerah
Raudah ini. Yang paling afdol apabila bisa sholat didepan Mihrab Nabi, atau
paling tidak didaerah antara Mimbar dan rumah Nabi (sesungguhnya rumah ini
milik Siti Aisyah RA yang kemudian dijadikan makam Nabi dan kedua sahabatnya).
Konon segala doa yang kita panjatkan
disekitar Raudah ini akan dikabulkan Allah SWT. Itu sebabnya sangat susah
sholat disini, karena selalu penuh dengan jemaah yang semuanya bertujuan sama,
minimal bisa sholat dua raka’at.
Mihrab Rasulullah SAW di Masjid Nabawi
Saya sudah beberapa kali mendapat kesempatan sholat sunah dua raka’at tepat didepan mihrab Nabi. Siang itu karena antrian jemaah berjubel didepan Mihrab, saya putuskan untuk shalat disebelah makam Rasulullah. Masih termasuk daerah antara Mimbar dan rumah (yang sekarang menjadi makam) Nabi.
Mihrab Rasulullah SAW di Masjid Nabawi
Saya sudah beberapa kali mendapat kesempatan sholat sunah dua raka’at tepat didepan mihrab Nabi. Siang itu karena antrian jemaah berjubel didepan Mihrab, saya putuskan untuk shalat disebelah makam Rasulullah. Masih termasuk daerah antara Mimbar dan rumah (yang sekarang menjadi makam) Nabi.
Terlihat banyak sekali Askar yang
mengawasi orang-orang yang sedang sholat. Jika terlihat ada yang mencoba sholat
berlama-lama (lebih dari dua raka’at),
maka orang tersebut pasti akan segera “diusir” dari tempatnya untuk
digantikan orang lain yang sudah menunggu. Disinilah ujian kesabaran terjadi
lagi. Termasuk didalamnya ujian untuk bertenggang rasa dan sifat mau menang
sendiri.
Saya mempunyai ‘resep’untuk bisa
berlama-lama berada di dalam Raudah,
yaitu dengan memanjangkan doa ketika bersujud. Baik sujud diraka’at pertama,
terlebih lagi diraka’at kedua. Diwaktu itulah selain membaca shalawat untuk
Nabi, saya baca juga segala macam doa yang saya anggap perlu untuk saya
mohonkan kepada Allah SWT.
Alhamdulillah
pada hari itu saya bahkan bisa sholat lebih dari dua raka’at hanya dengan cara
bergeser beberapa langkah saja. Saya tahu diawasi dengan ketat oleh beberapa
Askar, namun saya tetap berusaha untuk sholat lagi. Ketika akan mencoba untuk
yang ketiga kali, barulah bahu saya ditarik oleh Askar sambil diberitahu: “Halas, haji, halas” (sudah, sudah).
Sayapun patuh karena menyadari masih banyak pula jemaah lain yang ingin sholat
ditempat paling makbul itu.
Mengucapkan salam didepan makam Rasulullah
Ustad Syarif menunggu ‘anak asuh’nya
dijalan yang menuju makam Rasulullah. Setelah terkumpul semua, maka diajaknya
kita berjalan perlahan menuju makam sambil terus membaca shalawat untuk Nabi
dan mengucapkan salam kita kepada beliau. Walaupun ada larangan berhenti didepan makam Nabi, namun
ustad Syraif bisa menemukan tempat dipinggir jalan didepan makam, dimana kita bisa sejenak berhenti,
menghadap kemakam untuk (sekali
lagi) mengucapkan salam..
Pada saat itulah semua “titipan” salam
dari sanak saudara, kerabat dan handai tolan saya sampaikan kepada Rasulullah.
Saya teringat kepada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA,
bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak seorangpun yang memberikan
salam kepadaku, melainkan Allah akan mengembalikan ruhku, agar aku bisa
membalas salamnya”.
Usai ziarah kemakam Rasulullah (atap Hijau)
Usai mengucapkan salam kepada Baginda Rasulullah,
kita kemudian berjalan bergeser beberapa langkah untuk mengucap
salam kepada dua sahabat Rasulullah, yaitu Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Baru setelah semua salam kita
sampaikan, ustad Syarif mengajak kita keluar lewat pintu Baqi.
Sesudah berada diluar masjid, namun masih berada
dipelatarannya, kitapun diajak berdoa dengan menghadap ke arah
kiblat. Banyak jemaah yang rupanya masih tidak faham atau kurang mengerti, bahwa ada larangan membaca doa dengan
menghadap ke makam Rasulullah. Karena sesungguhnya doa yang afdol harus dibaca
dengan menengadahkan kedua tangan seraya menghadap ke arah
kiblat
(yaitu Ka’bah di Masjidil Haram).
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar