-Bagian Kelimabelas-
(Ditulis pada hari Sabtu, 14 September 2013)
Pedagang Kurma di Bukit Uhud
Rasulullah
SAW bersabda: “Barangsiapa diwaktu pagi makan 7 (tujuh) butir kurma ‘Ajwah,
maka pada hari itu ia tidak akan kena racun maupun sihir”
(HR.
Shahih Bukhari)
Madinah dan kebun kurma
Setelah berziarah ke Masjid Quba’,
rombongan jemaah umroh PT. Bina diajak keliling kelokasi masjid-masjid lain
yang juga bersejarah. Antara lain Masjid Qiblatain (dua kiblat). Sebagaimana
namanya, masjid ini (pernah) mempunyai dua arah kiblat. Yang pertama menuju
arah Masjidil Aqsa, inilah kiblat sholat sebelum turun wahyu dari Allah SWT
yang bunyinya:
“Wa min
haisu kharajta fa walli wajhaka syatral masjidil-haraam, wa innahuulal-haqqumir
rabbik, wa mallaahu bi gaafilin’ammaa ta’maluun”
(dan dari
manapun engkau -Muhammad- keluar, hadapkanlah wajahmu kearah Masjidil Haram,
sesungguhnya itu benar-benar ketentuan dari Tuhanmu. Allah tidak lengah
terhadap apa yang kamu kerjakan. surah Al-Baqarah, QS 2:149).
Konon ayat tersebut diwahyukan pada saat
Rasulullah sedang sholat Dhuhur dimasjid ini. Mendapat wahyu itu, dengan
seketika beliau langsung mengubah arah sholatnya menghadap ke Masjidil Haram.
Inilah kiblat sholat umat muslim sedunia sampai saat ini.
Semua jemaah yang berziarah kekota Madinah
al-Munawaroh, pasti tak akan ketinggalan ‘memborong’ buah kurma (latin: Phoenix Dactylifera) asli kota
Madinah. Apabila waktunya mencukupi, biasanya para jemaah akan dibawa tur
keliling kota. Selain berziarah ketempat bersejarah, juga pergi ke kebun kurma
atau ke pasar kurma.
Kurma adalah buah khas tanah Arab dan negara
Timur Tengah lain yang punya gurun pasir
gersang. Namun diperkirakan pohon kurma berasal dari daerah Teluk Persia. Para pedagang dijaman Mesir kunolah yang punya
andil menyebarkan tanaman ini sampai kebenua-benua lain.
Akan tetapi bagi umat muslim, kurma asal
kota Madinah rupanya dianggap yang terbaik. Terutama kurma “Ajwah” yang juga disebut
sebagai “Kurma Nabi”. Jenis kurma ini paling mahal harganya. Padahal secara
kasatmata, bentuknya justru yang paling kurang menarik. Akan tetapi kurma
‘Ajwah yang berwarna hitam dan keriput ini dipercaya sangat berkhasiat untuk
menangkal racun dan sihir ataupun santet.
Kurma Ajwah
Ada banyak sekali macam dan jenis kurma.
Para jemaah biasanya akan bisa melihat semua jenis kurma dikebun kurma atau
dipasar kurma yang ada dikota Madinah. Dari harga yang paling murah sampai
kurma yang paling mahal. Dari yang masih asli sampai kurma yang sudah diisi
dengan buah kenari dan sebagainya.
Kalau anda sedang beruntung, datang kekota Madinah tepat pada waktu sedang
musim kurma berbuah, maka akan mendapati juga kurma yang disebut “rutop”.
Ini adalah kurma segar yang matang pohon. Warnanya merah tua seperti buah
anggur akan tetapi bentuknya lonjong dan sedkikit lebih besar. Rasanya manis agak
sedikit sepet tapi sangat menyegarkan.
Tahun 2007 saya pernah beruntung
mendapatkan rutop dijajakan ditoko-toko maupun dipinggir jalan sepanjang Pasar
Seng (yang kini sudah almarhum). Harga dijalanan lebih murah daripada ditoko.
Para pedagang kaki lima didepan Masjid Quba’ menjual rutop dengan harga sekitar
lima sampai sepuluh real perkilo.
Kurma Rutop (mentah)
Sayang agak susah membawa rutop segar untuk
dibawa pulang ketanah air. Apalagi kalau masih harus bermalam beberapa hari
lagi dikota Madinah atau Mekah. Saya biasanya hanya membeli rutop atau kurma
segar yang sudah dikemas dalam kotak plastik dan disimpan didalam freezer. Itupun harus membeli pada
saat-saat hari terakhir akan meninggalkan tanah suci, agar terjaga tidak mudah
busuk. Maklum, perjalanan pulang ketanah air bisa lebih dari dua belas jam
(termasuk waktu menunggu saat boarding dan menunggu bagasi keluar saat ditanah
air).
Bersiap meninggalkan Madinah
menuju Mekah
Hari Selasa tanggal 30 April 2003 adalah
hari terakhir dikota Madinah. Pagi hari acara bebas. Jemaah bisa mengisinya
dengan berjalan-jalan menikmati keramaian para penjual dikaki lima ataupun
kios-kios yang ada diemperan hotel. Kalau masih punya banyak uang bisa pula
berbelanja oleh-oleh untuk sanak saudara.
Sesudah sholat Subuh di Masjid Nabawi dan
makan pagi di restoran Al-Rawdah, saya bergegas mandi sunah untuk ber ihrom.
Saya sendiri memilih berada didalam kamar hotel untuk menata kembali barang
bawaan kedalam koper. Kemarin saya sudah membeli alat timbangan koper digital
di Bin Dawood. Harganya ‘cuma’ sekitar 50 real saja (tidak sampai seratus
limapuluh ribu perak). Lebih murah dibanding alat serupa yang akan dibelikan
oleh anak laki-laki saya sewaktu di Jakarta. Alat ini saya anggap penting agar
koper tidak melebihi aturan berat yang ditetapkan maskapai penerbangan.
Sejak makan pagi di Al-Rawdah, hati saya
sudah tidak tenang. Rasa sedih akan segera meninggalkan kota Madinah
al-Munawaroh bercampur aduk dengan segala rasa kekhawatiran. Nasi goreng yang
dihidangkan dengan ayam goreng dan telor serta lalapan, tidak serta merta
menghilangkan selaput duka. Padahal nasi goreng adalah makanan favorit saya.
Pagi hari itu sarapan saya sikat tanpa semangat berkobar seperti biasanya.
Isteri saya pamit akan jalan keluar
bersama teman-temannya. Saya tetap berada dikamar untuk bebenah. Pukul sembilan
pagi nanti koper yang akan masuk bagasi
bis sudah harus siap.
Pukul 11.00 siang saya berjalan ke Masjid
Nabawi. Gontai saja. Pikiran saya kusut masai. Saya tunaikan beberapa raka’at
sholat sunah didalam masjid. Saya sempatkan pula mengambil beberapa foto dan
video. Saya dzikir dan bershalawat kepada sang empunya masjid, Rasulullah SAW.
Menanti saat adzan Dhuhur di Masjid Nabawi
Air mata saya memang susah sekali menetes,
tapi hati saya menangis. Apalagi ketika selesai sholat Dhuhur berjamaah dan
saya teruskan dengan sholat Ashar yang dijamak qosor (disingkat) karena akan
melakukan perjalanan jauh. Bayangan aneka macam berkelebat. Tentang penyakit
yang saya derita. Tentang kekhawatiran apakah masih diijinkan Allah SWT untuk
bisa ketanah suci Nya lagi. Dan lain-lain dan sebagainya.
Singkat kata, hari itu saya bersimpuh di Masjid Nabawi dengan sejuta
rasa lara. Kalau menurut lagu anak-anak: “hatiku
sangat KACAU....”. Kalau menurut istilah abege jaman sekarang: “Akyu sedang
GALAU.....”
CIYUUUS
MIAPAAAH???
Astagfirullaaah......
Bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar