MIMBAR Rasulullah SAW di Masjid Nabawi
Rasulullah SAW bersabda:
“Diantara rumah dan mimbarku adalah
taman dari taman-taman surga dan mimbarku diatas telagaku”
(Hadits riwayat Abu Hurairah RA)
“Raudah” : tempat makbulnya
doa
Ada satu tempat di Masjid Nabawi yang
diyakini sebagai tempat dimana segala doa akan terkabul. Itulah tempat yang
dinamakan “RAUDAH”, yang terletak ditempat paling ujung di Masjid Nabawi.
Raudah bisa dicapai dari arah mana saja, namun paling mudah jika masuk dari
pintu Babus Salam. Adapun yang
disebut sebagai Raudah (arti harafiahnya: taman sorga) adalah seperti apa
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA dalam hadits diatas, yaitu: daerah
yang terletak diantara mimbar dan tempat
yang dahulu merupakan kamar atau rumah
Rasulullah SAW.
Daerah ini ditandai dengan permadani tebal
berwarna hijau keabu-abuan, yang berbeda dengan permadani Masjid Nabawi yang
semuanya berwarna merah. Di Raudah inilah terdapat apa yang diyakini sebagai
Mimbar (tempat berkhotbah) Rasulullah dan Mihrabnya (tempat Rasulullah berdiri
memimpin sholat). Selain itu juga ada Mihrab Utsmani dan beberapa tiang yang
bersejarah.
Dalam buku “Sejarah Masjid Nabawi” yang
ditulis oleh Dr. Muhammad Ilyas Abdul Gani disebutkan bahwa sebenarnya dijaman
Rasulullah SAW maupun dijaman Khalifah penggantinya tidak ada yang namanya
mihrab (yang permanen). Tempat yang kini disebut sebagai “Mihrab Nabi” dan
sebagainya itu baru dibuat pada sekitar tahun 91 H. Yaitu pada saat perluasan Masjid Nabawi yang
dilakukan oleh Umar bin Abd al-Azis. Namun lokasi dimana mihrab itu diletakkan
adalah ditempat yang benar berdasarkan kesaksian tokoh-tokoh yang bisa
dipercaya.
Mihrab Rasulullah SAW
Disamping “Mihrab Nabi” menempel sebatang
tiang, yang disebut “Tiang al-Mukhollaqah”. Konon tiang tersebut dulunya adalah
tempat sebatang tonggak pohon kurma yang dipakai untuk menandai arah kiblat
saat Rasulullah mendirikan sholat.
Raudah hanya boleh dimasuki oleh jemaah
laki-laki saja. Sedangkan jemaah wanita hanya diijinkan melihat dari suatu
tempat khusus, yang waktunya diatur hanya pada jam-jam tertentu.
.
Pada tahun 1992 ketika saya naik haji
untuk pertama kali, jemaah wanita masih bisa masuk melewati pintu Babus Salam
dan kemudian berdoa didepan makam Rasulullah. Banyak jemaah wanita (bahkan
laki-laki) yang menangis sambil meratap-ratap seraya menyentuh dinding atau
pintu makam. Tindakan yang sebenarnya
sangat dilarang dalam ajaran murni agama Islam. Hal tersebut membuat suasana
menjadi agak kacau dan mengganggu kekhusyukan.
Kini tindakan tak terkendali itu sudah
dilarang keras. Jemaah wanita sama sekali tidak boleh masuk melalui pintu Babus
Salam. Jemaah laki-laki pun dilarang keras berhenti walau hanya sejenak didepan
makam Rasulullah. Semua harus terus berjalan pelan melewati makam. Doa kepada arwah
Rasulullah dan kedua sahabatnya hanya boleh dilakukan sambil berjalan. Ada
puluhan orang askar yang menjaga dengan ketat daerah ini.
Alhamdulillah,
sejak pertama kali memasuki Masjid Nabawi pada tahun 1992, saya telah beberapa
kali berhasil sholat didepan Mihrab Rasulullah.
Kesempatan tersebut saya dapatkan melalui perjuangan cukup keras. Banyak
sekali jemaah laki-laki yang sengaja datang lebih awal pada dinihari untuk bisa
masuk ke Raudah. Waktu sholat Subuh tiba, biasanya Raudah sudah penuh sesak,
sampai harus ditutup dengan pagar pembatas berwarna putih.
Pada waktu bulan haji, sangat susah masuk
kedaerah Raudah ini. Semua rela berdesakan hanya untuk bisa sholat dua rakaat
dimana saja asal didalam area Raudah. Apalagi kalau bisa sholat didepan Mihrab
Nabi. Khusus disekitar Mihrab dan Mimbar dijaga oleh beberapa orang Askar. Ada
yang berseragam opsir berwarna coklat memakai baret, ada juga yang memakai
gamis putih bersorban. Semuanya bertindak sebagai pengawas jamaah yang hampir
dipastikan setiap saat akan berebut tempat untuk sholat ditempat yang
dikeramatkan itu.
Restoran “Al-Rawdah” yang
hanya menyediakan masakan Indonesia
Hari Ahad pagi tanggal 28 April 2013, yang
merupakan hari pertama kegiatan ibadah
dikota Madinah diacarakan untuk berzaiarah kemakam Nabi (termasuk ke Raudah).
Ini tentu khusus untuk jamaah laki-laki. Sebab jemaah wanita hanya diberi
kesempatan melihat (tidak memasuki) Raudah pada waktu-waktu tertentu saja.
Sarapan pagi disiapkan oleh restoran hotel
Western mulai pukul 06.00 pagi waktu Madinah. Nama restorannya adalah “Al-Rawdah”. Pasti artinya “taman sorga’
juga. Terletak dilantai M1, yang berada satu lantai diatas Lobby hotel,
restoran ini berbentuk huruf L. Tidak terlalu luas, namun cukup menampung
puluhan jemaah umroh yang berasal dari bermacam Biro Travel.
Makanan di Restoran "Al-Rawdah"
Saya nyaris tak pernah mempermasalahkan
menu yang disajikan oleh restoran. Yang penting saya bisa makan kenyang. Ini
penting, sebab ibadah umroh (apalagi haji) memerlukan ketahanan fisik yang
sangat prima. Kalau tidak banyak makan
bisa mempengaruhi kondisi kesehatan tubuh. Setidaknya itu keyakinan pribadi
saya. Jadi apa saja yang ada dimeja prasmanan, langsung saya sikaaaat bleeeh........
Berziarah kemakam Rasulullah
SAW
Sesudah sarapan pagi, Ustad Syarif tampak
telah menunggu jamaah laki-laki dilobby hotel. Jemaah umroh laki-laki PT Bina
Travel hanya sebelas orang saja. Beberapa orang sudah pernah pergi ketanah suci
untuk berhaji atau umroh. Tapi ada beberapa yang baru pertama kalinya pergi
ketanah suci.
Rupanya beberapa orang yang telah sering
pergi ketanah suci sudah langsung berangkat sendiri. Mungkin menganggap sudah
biasa dan sudah mengenal medan. Jadi akhirnya yang dipandu oleh Ustad Syarif
hanya sekitar 5 atau 6 orang saja. Walaupun saya sudah beberapa kali datang ke
Madinah, tapi saya merasa perlu untuk pergi dengan dipandu oleh Ustad Syarif.
Menurut penilaian saya, sesuai dengan pendidikannya, beliau cukup menguasai
ilmu agama.
Pukul 9 pagi waktu setempat, ustad Syarif
mulai ‘menggiring’ jamaah untuk berziarah ke Makam Nabi. Tapi rombongan
berhenti sejenak dipelataran Masjid. Beberapa orang perlu mengambil air wudlu
dulu. Termasuk saya. Untuk diketahui, dipelataran Masjid Nabawi tersedia
beberapa tempat berwudlu (termasuk toilet) yang mudah dijangkau. Kalau dari
arah hotel Western atau hotel Movenpick, ada dua lokasi toilet laki-laki yang
terdekat, yaitu no 8 dan no 9..
Payung dipelataran Masjid Nabawi dimalam hari
Sesudah itu beberapa jemaah mengajak
‘narsis’ bersama dibawah payung raksasa Masjid Nabawi. Ini memang momen yang
tidak boleh disia-siakan. Siapa sih yang tahu umur manusia? Jadi mumpung sempat, ya harus diabadikan.
Karena hampir semua memiliki kamera, maka
terpaksa salah seorang mengalah untuk mengambil foto. Dan yang mengalah itu
pasti............Ustad Syarif.
Ya
iyaaalaaaah, masa
ya iyaaa doooong? Pak Ustad (yang ternyata usianya lebih muda dari anak
sulung saya) kan tinggal di Mekah dan pasti sudah sering datang ke Madinah.
“Maafin kita ya Tad?”
(Eeeh ...nganuu...bagaimana
sih sebenarnya cara yang “halalan wa thoyiban” untuk memanggil Ustad?).
Bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar