Rabu, 21 Desember 2011

MENGAPA HARUS ADA "HARI IBU"?

Tulisan lepas:

Persembahan untuk almarhumah bunda tercinta:

 Ibu Hj. Soelarti binti H. Soelarso Hadiwisastro



Ibu, tiga kali lebih tinggi kehormatannya dari seorang Bapak.

Alkisah ada seorang lelaki yang bertanya kepada Rasulullah, SAW:
“Ya Rasulullah, siapakah diantara anggota keluargaku yang paling berhak menerima baktiku?”
Rasulullah menjawab: 
“Ibumu”,
“Kemudian siapa?”
“Ibumu”
“Setelah itu siapa?”
“Ibumu”
“Lalu siapa lagi ya Rasul?”
“Bapakmu” (HR. Muslim, seperti diriwayatkan oleh Abu Huroiroh, RA).

Bahwa penghormatan kepada seorang Ibu tiga kali lebih utama daripada kepada seorang Bapak, itulah setidaknya yang diajarkan agama (Islam) kepada umatnya.
Mengapa demikian? 

Dilihat secara umum, Ibu menjalankan peran yang sangat besar artinya bagi seorang anak. Ibu lah yang mengandung janin anaknya selama sembilan bulan lebih sepuluh hari. Ibu pula yang menyusui anaknya setidaknya sampai usia dua tahun. Dan Ibu juga yang sehari-hari lebih dekat hubungan (terutama emosional) nya dengan anaknya. Karena tugas seorang Ibu yang harus merawat bayinya selama nyaris dua puluh empat jam dalam sehari.
Walaupun sekarang tentu banyak terjadi perkecualian karena tidak sedikit Ibu yang ikut bekerja.  Namun bekerja itu juga pasti untuk tambahan nafkah buat keluarganya.
Sedemikian besar jasa seorang Ibu, sehingga seorang Bapakpun harus rela mengakuinya. Sekalipun seorang Bapak membanting tulang bekerja keras mencari nafkah, namun hal itu masih belum sebanding dengan tugas seorang ibu.
Tidak heran bahwa kemudian ada niat atau keinginan untuk membuat satu hari yang khusus dipersembahkan bagi seorang Ibu. Keinginan itu bersifat universal. Karena lebih dari 75 negara didunia (termasuk Amerika Serikat) sepakat menetapkan minggu kedua bulan Mei sebagai “Hari Ibu” (Mother’s Day). 

Kecuali beberapa negara Eropa dan Timur Tengah yang memperingati “Hari Ibu” pada bulan Maret setiap tahunnya.

Dan ternyata Indonesia juga mempunyai "Hari Ibu" sendiri.
Sejak sebelum Indonesia merdeka, para perempuan ‘pribumi’ telah menyadari pentingnya kedudukan seorang perempuan dalam keluarga dan masyarakat. Oleh sebab itu pada tanggal 22 – 25 Desember tahun 1928 diadakanlah “Konggres Perempoean Indonesia” yang pertama. 
Diikuti oleh 30 Organisasi Perempoean dari 12 kota di Jawa dan Sumatra, konggres dilangsungkan di nDalem Djajadipoeran, Yogyakarta (kini Kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional, Jl. Brigjen Katamso). Hasil dari Konggres tersebut adalah terbentuknya “Perikatan Perkoempoelan Perempoean Indonesia” (PPPI). Inilah perkumpulan perempuan yang kelak menjadi KOWANI (Konggres Wanita Indonesia).
Merasa bahwa ‘Konggres Perempoean Indonesia’ pada tanggal 22 – 25 Desember 1928 adalah tonggak bangkitnya perempoean Indonesia, maka Presiden Soekarno kemudian menerbitkan Dekrit (Keputusan Presiden).  Dekrit atau Keppres no 316, tanggal 16 Desember tahun 1959 tersebut memutuskan bahwa tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai “HARI IBU”. Disebutkan juga bahwa HARI IBU adalah hari yang harus diperingati secara nasional meskipun bukan hari libur.

Bunga Melati lambang seorang Ibu

Sekuntum melati lambang kasih nan suci
Ibu Indonesia pembina tunas bangsa
Berkorban sadar cita tercapai dengan giat bekerja
Merdeka laksanakan bakti pada ibu pertiwi

Wanita Indonesia s'bagai Ibu Bangsa
Ibu Indonesia pembina tunas bangsa
Merdeka laksanakan darma 'tuk mencapai cita-cita
Indonesia nan jaya adil makmur merata


Itulah bait dari lagu "Hymne Hari Ibu", yang diciptakan oleh komponis N. Simanungkalit.
Jauh sebelum bunga Melati ditetapkan sebagai Puspa Bangsa, bunga berwarna putih bersih ini sudah dijadikan lambang Hari Ibu. Warna putih kita ketahui adalah lambang kesucian. Apalagi bunga Melati juga harum mewangi baunya. 
Namun sejatinya bunga Melati diambil sebagai lambang dari 3 hal yang sangat menonjol dari seorang ibu. 
Adapun 3 hal tersebut adalah:
Yang pertama: Kasih sayang kodrati antara ibu dan anak. Sudah banyak kita dengar tentang kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, yang kalau dikisahkan semuanya akan menjadi sangat panjang.
Yang kedua: melambangkan kekuatan, kesucian dan pengorbanan seorang ibu kepada anaknya.
Yang ketiga: perlambang dari kesadaran perempuan menggalang kesatuan dan persatuan serta ikhlas berbakti kepada bangsa dan negara.
Bukan dengan maksud akan merendahkan martabat para Bapak, karena tulisan ini hanyalah sebagai bentuk penghargaan kepada kaum Ibu Indonesia (dan juga kaum Ibu dimana saja).
Kita semua juga tahu, bahwa predikat sebagai seorang “IBU” hanya didapat karena ia adalah isteri dari seorang “BAPAK”. Tanpa kehadiran Bapak, apakah seorang perempuan layak disebut sebagai IBU? Secara normal, seorang perempuan hanya bisa melahirkan seorang anak (dan dengan demikian ia disebut sebagai seorang ‘ibu’) karena adanya seorang lelaki (yang setelah mempunyai anak disebut sebagai ‘bapak’). 
Namun kita semua tetap maklum, bahwa peran seorang ibu dalam mendidik anaknya, jauh lebih berat daripada peran seorang bapak. Apalagi dijaman sekarang ternyata banyak sekali Ibu yang berperan ganda dalam menopang nafkah keluarganya.
Dikota Yogya ada seorang istri yang karena suaminya jatuh sakit permanen, rela menggantikan peran suaminya. Walaupun peran yang digantikannya adalah....menarik becak. Peran itu dilakukannya tanpa pernah mengeluh. Dari usahanya menarik becak itulah ia membiayai anak-anaknya sekolah. Tentu juga sekaligus menghidupi keluarganya. Jadilah ia tiang keluarga dalam arti kiasan dan sesungguhnya. 

Dipasar tradisional yang ada dikota manapun juga, lebih dari setengahnya adalah para pedagang perempuan. Mereka berjualan sejak sebelum matahari terbit (terkadang) sampai senja tiba. Inilah sejatinya potret kaum perempuan Indonesia yang layak kita apresiasi keteguhan hatinya. Perempuan yang sepenuh hati mencari nafkah dengan jalan yang halal, untuk memenuhi nafkah keluarganya. Tanpa mengeluh, tanpa deraian airmata. Menerima nasibnya dengan ikhlas.

Hampir sama dengan yang terjadi dikota-kota besar. Banyak perempuan yang juga ikut membanting tulang untuk menegakkan tiang rumah tanggamya. Tantangan yang dihadapi dikota besar tentu juga jauh lebih besar. Karena kehidupan kota besar yang gemerlapan bisa menghancurkan sendi-sendi keimanan seorang wanita. Jauh lebih rentan daripada kendala dan godaan yang dihadapi kaum lelaki.

Kalau kita renungkan semua itu, sangat pantas kita memberikan penghargaan kepada kaum perempuan. Baktinya kepada anak-anak, keluarga dan andilnya dalam membangun sebuah bangsa sungguh tak ternilai. Rasanya pantas kalau ada sebuah hari (dalam satu tahun) yang kita persembahkan  kepada kaum perempuan. 
Diantara para perempuan itu adalah IBU yang melahirkan kita kedunia. 
Perempuan perkasa yang gigih menegakkan tiang keluarga, rumah tangga dan bangsanya.

Dirgahayu perempuan dan Ibu Indonesia. 

Selamat Hari Ibu.
 

9 komentar:

  1. Makasih ya mas Koes semoga hari Ibu mampu menjadi penyemangat bagi kaum wanita Indonesia dalam bekarya....salam buat mbakyu Koes.

    BalasHapus
  2. Trm ksh jengTut, eh jengKoes,
    Masih berkenan memberikan komen pada tulisan di blog saya. Selamat Hari Ibu......semoga menjadi Ibu teladan dan panutan bagi putra/putri tercinta....salam untuk Pak Koes juga......

    BalasHapus
  3. woouuw.. tulisan yang perfect dan indah sebagai persembahan untuk almarhumah bunda-nya yang tercinta. Semoga para ibu di Indonesia menyadari tugasnya sebagai pembina bangsa, penuh cinta kasih yang hanya memberi. Terimakasih MasTonie yang telah mengingatkannya melalui tulisan yang indah ini. Dirgahayu Ibu Indonesia.

    BalasHapus
  4. Selamat Hari Ibu buat semua ibu-ibu Indonesia. Berjuanglah agar anak-anak yg diasuh menjadi manusia Indonesia yg berguna bagi nusa dan bangsa.

    Tulisan mas Tonny senang gaya bahasanya dan keluasan wawasannya. Nanti kalau ini jadi tulisan dalam buku yang akan terbit jika diimbuhi dengan teori pengasuhan anak, sosialisasi nilai-nilai luhur dalam keluarga, dengan kasus latar belakang kebudayaan Jawa baik di pedesaan, diperkotaan, di lingkungan keraton hasilnya pasti dahsyat.

    BalasHapus
  5. OmaRumi yth,
    Saya selalu tersandung..eh tersanjung dgn setiap komentar oma, sepertinya saya tak pernah keliru menulis. Padahal buuaaaanyaaaaak sekali kekurangan disana sini. Btw, spirit dan semangat oma selalu menjadi lecutan cambuk utk terus menulis. trm ksh atas waktunya utk membaca dan memberi komentar. Selamat Hari Ibu dan selamat merayakan Natal bersama keluarga.
    Salam hangat saya,

    BalasHapus
  6. Bang Onyx yth,
    Wiiidhiiiiiih......saya merinding membaca komentar bang Onyx. Sejak semula saya hanya bisa menulis SEADANYA, sesuai dengan apa yang saya ketahui saja. Saya jarang sekali memakai referensi buku ilmiah (krn memang tdk punya). Sejauh ini referensi saya paling dr internet saja.
    Sy akan sgt bersyukur kalau bang Onyx berkenan memberikan masukan ttg hal2 yang abang sebutkan diatas. Insya Allah saya akan perbaiki untuk tulisan mendatang.
    Terima kasih atas kesediaan terus membaca dan berkomentar. Semoga tidak jadi bosan.....
    Salam hangat selalu,

    BalasHapus
  7. waktu 22 desember, anakku nge tweet :

    I don't need a mother's day to love my mother. It's a daily, ongoing, forever love. One day is not enough to express my sincere thanks. :)

    BalasHapus
  8. Alhamdulillah, walaupun belum secara resmi "berkenalan", bu Hajjah telah berkenan membaca dan memberikan komentar pada tulisan2 saya.
    Saya setuju dengan tweet putra/i ibu. Memang cinta kepada seorang Ibu tak cukup hanya dicurahkan pada sebuah hari saja. Tapi sebenarnya ekspresi secara 'massal' memang harus dinyatakan. Dan itulah sebabnya dunia juga mengakui pentingnya "Mother's day". Setidaknya mata dunia terbuka tentang kasih sayang abadi seorang Ibu yang tak tergantikan.
    Sekali lagi trima kasih telah berkenan mampir bu Hajjah. Insya Allah saya akan berkunjung juga ke blog ibu. Salam kenal.
    NB. sekiranya tak berkebertan mohon bu Hajjah berkenan mengisi buku tamu.

    BalasHapus
  9. Tak bisa terlukiskan dengan kata2 betapa tulus dan kasih seorang ibu. Ibu ... Nanda selalu mengenang dan mengingatmu disaat senang dan susah. Ibuu kami sayang ibu. Selamat hari Ibu. Trimakasih dik Tonny yg telah mewakili perasaanku sbg putrinya.

    BalasHapus