Senin, 26 Desember 2011

"TENTANG KIAMAT" ( 2 )


Tulisan bersambung: (bagian kedua)

BENCANA AKIBAT ULAH MANUSIA

Es Kutub Utara mencair karena pemanasan global

 Released by mastonie, on Friday, December 24, 2010 at 11.13 pm

“Wa idzaa aradnaa an nuhlika qaryatan amarnaa mutrafiihaa fa fasaquu fiihaa fa haqqa ‘alaihal qaulu fa dammarnaahaa tadmiiraa”
(Surah Al-Israa’, QS. 17 : 16)
(Dan apabila Kami menghendaki untuk membinasakan suatu negeri, Kami menyuruh orang-orang yang hidup mewah -supaya taat kepada Allah-, lalu mereka berbuat kedurhakaan dalam negeri itu, maka benarlah berlaku atasnya ketentuan Allah -siksa Nya-, lalu Kami hancurkan -negeri itu- sehancur-hancurnya).

       Dengan tanpa bermaksud menghubung-hubungkan firman Allah SWT, mohon anda simak ayat Al-Qur’an tersebut diatas. Ayat itu adalah kutipan dari surah Al-Israa’, surah ke 17 ayat ke 16 atau biasa ditulis ( QS. 17:16 ). 

Merapi meletus Oktober 2010
Seperti kita ketahui, negeri kita Indonesia sangat sering tertimpa musibah bencana alam. Hari Selasa sore, 25 Oktober 2010  Gunung Merapi meletus dahsyat. Gunung yang berada diwilayah empat kabupaten itu (Sleman, Magelang, Boyolali dan Klaten) kali ini mengambil korban lebih banyak didaerah Kabupaten Sleman.  Konon menelan ratusan korban jiwa manusia, hewan dan harta benda. Termasuk jiwa Mbah Maridjan,  Juru Kunci Merapi yang di iklan selalu bilang “Rosa...rosa.....rosa” itu. 
 

Gempa bumi dahsyat yang paling akhir terjadi di Pulau Sumatera berkekuatan 7,6 SR (Skala Richter). Bencana alam  ini telah meluluh lantakkan daerah-daerah di Provinsi Sumatra Barat (Padang, Pariaman) disusul kemudian dengan gempa lain di Provinsi Jambi dan sekitarnya. Mohon anda perhatikan: gempa bumi di Sumatra Barat pada hari Rabu tanggal 30 September 2009, sangat kebetulan sekali terjadi tepat pada pukul 17:16 WIB! Hal itu langsung menimbulkan spekulasi dan rumor. Rumor yang langsung menyebar luas itu menghubungkan angka-angka (17:16) dengan ayat-ayat yang ada didalam kitab suci Al-Qur’an. 
Padahal ilmu “otak atik gathuk” (rekayasa untuk mencocokkan angka dan nomer) itu sejatinya cenderung berbau mistik. Ini berbahaya karena mistik sangat dekat dengan syirik.
Naudzubillahi min dzalik.
Yang jelas bencana alam itu adalah iradat yang memang dikehendaki dan atas ijin  Allah SWT. Apakah kejadian itu juga sebuah tanda untuk memperingatkan penguasa negeri ini?
 
Dalam kitab Al-Qur’an Terjemah Indonesia yang diterbitkan oleh PT Sari Agung, diberikan penjelasan khusus tentang ayat tersebut. Catatan itu menyebutkan bahwa yang dimaksud Allah SWT (dalam ayat itu) adalah: kehancuran suatu bangsa atau sebuah negeri bisa disebabkan antara lain karena kedurhakaan para pemimpinnya. 

Sesungguhnyalah saya kutipkan ayat Al-Qur’an diatas hanya sebagai semacam pengingat bagi kita. Bagi umat manusia pada umumnya dan bangsa Indonesia pada khususnya. Yaitu tentang peringatan akan datangnya azab Allah SWT terhadap sebuah negeri.
Dan azab yang sangat pedih itu akan dijatuhkan kepada suatu negeri,  apabila para pemimpinnya (mulai) suka hidup dan pesta bermewah-mewah. Ditambah dengan kelakuan yang ingkar kepada Allah SWT dan (apalagi) berbuat durhaka (terhadap rakyatnya).

 Tsunami Aceh, Desember 2004

Beberapa tahun belakangan ini beberapa daerah di tanah air kita yang tercinta, mendapatkan ‘cobaan’ berbagai bencana alam. Gempa bumi, tsunami, gunung meletus, tanah longsor dan banjir bandang adalah bencana yang paling sering melanda negeri kita. Menurut harian Kompas, pada kurun waktu antara bulan Desember tahun 2004 sampai Februari 2008, di jalur barat pulau Sumatera saja setidaknya telah terjadi 9 kali gempa bumi besar yang berkekuatan antara 7,0 SR sampai 8,9 SR. Seringnya terjadi bencana alam (terutama gempa bumi)  adalah  karena letak geografis gugus kepulauan Indonesia memang berada didaerah rawan gempa.  Demikian menurut para ahli geologi dan para ahli gempa Indonesia. Daerah yang membentang di pantai barat pulau Sumatera, pesisir selatan pulau Jawa sampai Nusa Tenggara adalah daerah paling rawan. Hal itu disebabkan karena daerah tersebut merupakan subduksi lempeng Eurasia yang menghunjam ke lempeng Indo-Australia dengan perkiraan kecepatan sekitar 5 – 7 cm per tahun. Angka tersebut menunjukkan  aktivitas yang cukup tinggi.   
Sesuai namanya. bencana alam itu boleh disebut sebagai bencana  yang terjadi karena faktor alam.
Namun ternyata ada faktor lain yang juga bisa mengakibatkan bencana alam.
Dan boleh percaya boleh tidak, faktor itu adalah ‘ulah’ manusia!

     Sejatinya, manusia adalah mahluk yang paling utama dan mulia didunia, meski diciptakan oleh Allah SWT hanya dari segumpal darah. (Al-‘Alaq, QS. 96 : 2).
Untuk menjamin kehidupan umat manusia didunia, Allah SWT juga menciptakan alam semesta sebagai ‘sarana pendukung’. Diantaranya adalah tanah, air, udara, tetumbuhan, binatang dan lain-lain. (An-Nahl, QS. 16 : 5-6)
Mengapa ciptaan Allah SWT yang lain itu bisa kita sebut sebagai sarana pendukung bagi kehidupan umat manusia didunia? Jawabnya sederhana saja. Apakah manusia bisa hidup tanpa air dan udara? Bisakah ia bertahan hidup tanpa makan dan minum? Dan dari manakah manusia mendapatkan bahan makanan dan minumannya kalau bukan dari alam semesta?
Bisakah manusia hidup tanpa udara (O2, oksigen)? Udara bisa kita nikmati sepuasnya untuk bernapas. Kapan saja, dimana saja, berapa saja. Udara disediakan (oleh Allah) berlimpah secara gratis. Apakah manusia mampu hidup tanpa udara (bernapas)?
Dua modal utama itu adalah hal paling pokok sebelum manusia berkembang biak dengan pesat seiring berkembangnya otak dan kemampuan nalarnya. Selain itu, akal budi,  pikiran dan nalar juga dihadiahkan Allah SWT kepada manusia. Akal dan nalar itulah yang kemudian dipakai manusia untuk memanfaatkan apa yang ada dialam sekitarnya. Bahkan tidak hanya untuk sekedar bertahan hidup.
Mari kita tengok kebelakang, mulai dari evolusi kehidupan manusia sejak jaman prasejarah dan seterusnya. Semula manusia adalah mahluk herbifora -pemakan tumbuhan-. Lalu kemudian berkembang menjadi mahluk omnifora -pemakan segala-. Harap dicatat,  yang disebut dengan “segala” itu dijaman sekarang bisa berupa aspal, semen, besi, bahkan alat-alat kantor! Itulah yang disebut dengan korupsi.
Justru karena manusia mendapat ‘hadiah’ akal dan pikiran, menjadikannya tidak pernah merasa puas. Kecerdasan otak yang dianugerahkan oleh Sang Pencipta dipergunakan manusia semaksimal dan seoptimal mungkin. Akal dan pikiran manusia didaya gunakan  untuk mencapai tingkat kehidupan yang semakin lama semakin tinggi tuntutannya. Antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya.
Diawal jaman, manusia hanya berbugil ria (maaf), sampai akhirnya bisa menutup aurat dengan daun dan kulit kayu. Kemudian lebih maju lagi, bisa membuat kulit binatang buruannya menjadi pakaian untuk menutup tubuhnya. Dan seterusnya sampai ditemukannya alat untuk memintal dan menenun benang.
Dari mana saja manusia mendapatkan bahan itu semua? Dari alam! Tapi pernahkah mahluk yang bernama manusia itu berterima kasih kepada alam semesta? Sebagian besar umat manusia malah cenderung kufur nikmat. Tidak pernah mensyukuri karunia yang dilimpahkan oleh Allah SWT, Sang Maha Pencipta. Manusia bahkan lebih mengutamakan sifat rakusnya dengan cara terus menerus ‘memerkosa’ alam untuk memenuhi hajat hidupnya yang semakin tak terpuaskan.

Hutan hutan dibabat tanpa ampun. Kita juga sering mendengar cerita tentang adanya pembalakan liar dihutan-hutan perawan. Terkadang malah ada yang dengan sengaja membakar hutan untuk sekedar memperoleh lahan untuk bermukim atau bercocok tanam. Atau hanya nafsu segelintir manusia yang ingin menguasai lahan untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Semua itu adalah bukti yang lain lagi dari keserakahan manusia. Yang dipikirkan oleh manusia hanyalah keuntungan materi, tanpa pernah memikirkan dampak dan   akibatnya pada ekologi dan lingkungan hidup.
Tambang-tambang terus digali seolah tak akan pernah habis cadangannya. Pemerintah dengan sengaja mengundang investor pertambangan dari luar negeri. Mereka diharapkan mendatangkan   keuntungan yang sebesar-besarnya. Entah untuk keuntungan siapa. Padahal semua hasil tambang  itu milik alam (ciptaan Allah) yang diperoleh dengan cuma-cuma.
Alam tak pernah meminta bayaran (mungkin hanya Alam -adik Vetty Vera- penyanyi dangdut yang minta bayaran, kalau diminta manggung).  Alam pasrah saja menyerahkan ‘harta kekayaannya’ kepada manusia. Manusia adalah satu-satunya mahluk yang memang ditakdirkan Allah SWT mendapat (walau hanya setitik) ilmu dari Sang Maha Pencipta. Oleh sebab itu manusia mampu menciptakan teknologi untuk mengeksplorasi alam. 
Sewaktu masih bocah saya sering disuruh simbah mengisi kendi dengan air masak. Kendi itu lalu diletakkan dipagar depan rumah. Siapapun yang lewat dan sedang haus boleh minum air dari kendi itu. Seratus persen gartis. 

Tapi dijaman sekarang, air (minum) saja sudah menjadi bahan komoditas yang sangat menguntungkan. Pernahkah  kita bayangkan  bahwa (sekarang ini) harga segelas air -dalam jumlah yang sama- bisa lebih mahal harganya dari minyak?
Keuntungan yang didapat dari bisnis air yang kemudian diembel embeli dengan predikat “mineral”, begitu menggiurkan. Maka bermunculanlah pabrik air mineral dimana-mana. Semua pabrik ‘air mineral’ mengaku mendapatkan air murni dari sumber air digunung. Entah dari gunung mana. Maka sumber mata air dari alampun disedot tanpa ampun.
Namun apakah para investor dan pemilik pabrik air mineral ini, pernah merasa  berhutang budi pada alam dan sekitarnya? Padahal mereka telah mendapatkan keuntungan materiil  yang sangat banyak.

Dijaman yang serba cepat ini, produksi kendaraan bermotor, baik sebagai alat transportasi (darat, laut, udara) maupun alat untuk persenjataan  semakin meningkat. Dan kendaraan-kendaraan bermotor itu mengeluarkan gas buang yang menyebabkan polusi udara. Bahkan berpotensi merusak ozon yang melindungi atmosfer kita. 
Pemanasan global (global warming) adalah contoh lain dari kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh manusia. Bongkahan es abadi di kutub mencair tak semestinya. Ini menyebabkan kenaikan permukaan air laut yang berpotensi menjadi ‘rob’. Banjirpun terjadi dikota-kota yang terletak dipinggir pantai. Termasuk Jakarta dan kota besar lainnya di Indonesia. 

Yang lebih nggegirisi (menakutkan) adalah pernyataan Stephen Hawking, Profesor di bidang Matematika dari Universitas Cambridge, Inggris. Ilmuwan jenius yang harus hidup diatas kursi roda ini suatu ketika membuat pernyataan kepada radio BBC. Katanya ia sangat percaya bahwa pada suatu ketika umat manusia justru akan memusnahkan dirinya sendiri.  Yaitu dengan semakin banyaknya ilmuwan yang mengembangkan senjata biologi untuk pemusnahan masal. Dalam jangka panjang, ia lebih khawatir terhadap senjata biologi. Senjata nuklir hanya bisa diproduksi di sebuah laboratorium yang besar dengan fasilitas sangat modern. Sedangkan senjata biologi bisa dibuat dilaboratorium kecil saja. Yang penting, rekayasa genetik untuk pembuatan senjata biologi ini  adalah otak ilmuwannya. Bayangkan akibatnya. Mungkin dibutuhkan hanya puluhan tahun bagi manusia untuk memusnahkan dirinya sendiri! Sangat mengerikan.

     Singkat kata, begitulah, manusia yang hidup dibelahan bumi manapun terus berlomba-lomba memanfaatkan kejeniusan para ilmuwannya. Manusia juga nyaris menguras semua sumber daya alam. Seolah tidak  menyadari bahwa segala sesuatu pasti ada batasnya. Termasuk alam.
Sejatinya memang Sang Maha Pencipta menganugerahkan akal pikiran kepada manusia. Namun Allah SWT juga menurunkan kitab suci Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia untuk menggunakan pikirannya dalam mengelola alam semesta ini. (Ar-Ra’d. QS. 13 : 3-4).
Akan tetapi ternyata banyak sekali manusia yang malah menggunakan pikirannya dengan membabi buta. Semua itu dilakukan dalam usahanya ‘mengeduk’ isi alam semesta yang berlimpah yang dikaruniakan Nya.
Manusia seolah tidak menyadari bahwa akibat perbuatannya, kemungkinan akan menjadi bumerang. Mengakibatkan bencana yang bisa memusnahkan umat manusia itu sendiri.

      Marilah kita renungkan: keserakahan dan kesewenang-wenangan manusia terhadap alam, mengakibatkan rusaknya alam semesta. 
Akhirnya malah menyebabkan terjadinya bencana yang justru  bukan berasal dari alam sendiri.
Lalu apakah banyaknya bencana  yang akan terjadi  (baik karena faktor alam maupun faktor manusia) tidak termasuk sebagai ‘kiamat kecil’?

Wallahu alam bishshawab.


(Disunting di awal Oktober 2010 dan disempurnakan pada akhir Desember 2011

bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar